Dua Reaksi Ekstrim Hadapi Coronavirus atau Covid-19

0
384 views
Ilustrasi: Para perawat RS Panti Rapih Yogyakarta di ruang penerimaan pasien by Sr. Yosefine CB.

ADA dua reaksi ekstrim yang sekarang menjadi umum dalam menanggapi sars-cov 2 atau yg lebih populer disebut covid-19.

Ekstrim 1, meremehkan: “Tidak perlu takut. Percaya pada Tuhan saja. Toh angka kematian kecil. Yang mati karena hal lain kan lebih banyak. Ini hanya konspirasi. Berhentilah menebar ketakutan.”

Ekstrim 2, takut berlebihan: “Lockdown global. Ayo, borong semua barang. Timbun masker. Timbun hand-sanitizer. Timbun tisu (semoga saja tidak terjadi di Indonesia).”

Kini izinkan saya boleh menanggapinya soal itu.

Tidak perlu takut? Terus terang saya tidak takut tertular virus.

Saya sudah pernah hampir mati, karena sakit keras. Sakratul maut memang mengerikan, tetapi setidaknya saya tidak sampai takut mati.

Yang saya takutkan itu, kalau sampai saya tertular dan menulari orang lain.

Orang lain bisa mati karena saya. Karena itu, saya pilih untuk membantu mematahkan rantai penyebaran virus mulai dari diri sendiri.

  • Dengan itu juga, saya membantu meringankan pekerjaan para perawat kesehatan yang berjibaku menyabung nyawa.
  • Dengan itu juga, saya mengurangi kekuatiran dan beban mental pemerintah yang berusaha memitigasi bencana ini.

Meme viral: jejeran korek api yang langsung bisa padam, karena satu korek tidak terhubung.

Percaya pada Tuhan saja? Ini sudah bawa-bawa nama Tuhan.

Apa arti percaya?

Ingat, Tuhan juga beri akal sehat dan pilihan bebas. Karena akal sehat dan pilihan bebaslah manusia lalu disebut citra Allah.

Menggunakan akal sehat dengan bijak merupakan suatu ungkapan kepercayaan yang hakiki. Jangan hanya mengandalkan ayat.

Perlu akal sehat untuk percaya. Ingat ada ayat-ayat dalam Kitab Suci yang sengaja dimanipulasi setan untuk menggoda kita.

Jangan lupa godaan setan kepada Yesus untuk melompat dari bubungan Bait Allah. Sudah jelas ada bahaya maut, janganlah mencobai Tuhan, Allahmu.

Sebagai orang beriman, apalagi pemimpin umat, hendaklah menjadi teladan dan bukan batu sandungan bagi yang lain.

Yang mati karena hal lain lebih banyak? Ini hanya konspirasi? Berhentilah menebar ketakutan? Ini bukan sekedar soal angka kematian, sobat.

Ini soal yang sakit dan tidak bisa bekerja juga.

Ini soal virus yang amat menular. Kalau terus dibiarkan tersebar:

  • Berapa banyak yang akan tertular?
  • Berapa banyak yang akan tidak bisa bekerja?
  • Bayangkan satu keluarga sakit semua. Siapa yg merawat siapa?
  • Kalau terlalu banyak yg sakit, angka kematian akan meningkat drastis karena obat kurang, fasilitas RS kurang, tenaga medis kurang.

Harus takut, namun dengan catatan

Kalau begitu apakah kita perlu takut? Ya, kita harus takut.

  • Saya takut kalau-kalau karena keteledoran, saya ikut memperparah keadaan ini.
  • Saya takut menjadi penyebab penderitaan orang lain.
  • Saya takut tidak membantu malahan memberatkan tenaga-tenaga medis dan pemerintah.

Belum lagi ekonomi yang terimbas virus ini, karena banyak orang tidak bisa bekerja.

Ini lebih dari sekedar mereka yang meninggal (Tuhan, selamatkan jiwa mereka).

Virus ini juga soal mereka yang berusaha bertahan hidup. Ingat, setelah krisis ini, ada banyak masalah yang perlu diselesaikan oleh mereka yang masih hidup.

Jangan panik saja

Hanya, jangan sampai panik. Orang panik sama saja tidak bisa berkontribusi dan hanya akan memperparah kondisi.

Takutlah, tetapi berpikirlah bersama sesuai dengan porsi dan keahlian masing-masing untuk membantu menyelesaikan krisis ini. Justru saat ini kita masing-masing harus belajar dan bekerja lebih giat dalam porsi kita masing-masing.

  • Para siswa dan mahasiswa, belajarlah lebih giat, meskipun harus dari rumah.
  • Timbalah ilmu, bukan hanya ilmu secara akademis, tetapi juga ilmu kehidupan dari krisis ini.
  • Yang punya pekerjaan, tetaplah bekerja. Kalau perlu, bekerjalah lebih keras untuk mengantisipasi masalah yang mungkin akan timbul karena krisis ini.

Apakah harus lockdown? Coba kita lihat ini dalam wawasan yang lebih luas. Tidak semua negara mampu. Perlu melihat kemampuan finansial dan logistik masing-masing negara.

Ini terlalu pelik untuk saya jawab. Namun, mungkin jawabannya terletak pada kerjasama kita. Untuk itu kita punya pemerintah yang berdaulat.

Mari kita ciptakan situasi yang damai di antara kita terlebih dahulu. Lupakan perbedaan.

Mari kita bersatu bersama pemerintah untuk mengalahkan virus ini dan dampaknya ke depan. Ingat orang lain juga.

  • Janganlah menimbun, karena itu akan mengurangi jatah orang lain.
  • Mulailah pikirkan dan kerjakan apa yang justru bisa menambah suplai barang-barang pokok.
  • Bantulah untuk menambah kemampuan bangsa kita dan dunia supaya dapat bertahan setelah semuanya ini berakhir.
  • Bekerjalah dan berdoalah lebih kuat lagi.

Tuhan memberkati.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here