Eksegese Hidup Orang Pedalaman Luk 9:22-25: Memikul Salib

0
1,344 views
Visualisasi Kisah Sengsara Yesus oleh 50-an OMK St. Sylvester Paroki Wedi bersama sejumlah anak-anak sebagai pengganti Jalan Salib pada Ibadat Jumat Agung pagi hari.

TIDAK ada hidup tanpa “salib” begitulah kata-kata pujangga kehidupan. Sepertinya “salib” muncul secara otomatis bersamaan dengan lahirnya kehidupan manusia.

Tatkala  tangisan seorang bayi lahir, sabagian orang menafsirkan sebagai tanda sukacita,  sedangkan yang lain menilainya sebagai tangisan karena si bayi telah disandera oleh kehidupan.

Jadi kelahiran sibayi tidak sekedar keluar dari “penjara” yang sempit, tetapi kini dia telah terdaftar menjadi anggota tetap dari “penjara” dunia.

Di sinilah dia akan bersiap-siap  berkontestasi memikul salib dengan anak-anak dunia lainnya.

Dalam kisah kehidupan Tuhan Yesus bisa kita telusuri bahwa bukan saat dewasa Ia baru memikul salib, tetapi menjelang Dia lahir itu, sudah tersandera oleh salib kehidupan.

  • Dikisahkan bahwa bunda Maria tidak mendapatkan tempat untuk melahirkan di penginapan. Maka akhirnya Yesus dilahirkan di kandang hewan.  (bdk. Luk 2:7).
  • Di saat bayi pun, nyawa-Nya sudah terancam akibat persaingan politik (bdk. Mat 12:14).
  • Oleh Roh Allah, Dia dibawa ke padang gurun berpuasa 40 hari (bdk. Mrk 1:12-13).
  • Dia tidak dipahami oleh murid-muridNya (Mrk 9:34).
  • Dalam Injil hari ini, dengan lantang Dia menyebut siapa-siapa yang menolak-Nya.
  • Semakin kesini hidup-Nya, semakin “salib” itu laju menjemput-Nya.

Pengalaman-Nya dalam memanggul “salib” kehidupan akan mempertegas kata-kata pujangga kehidupan tadi.

Untuk pengikut-Nya pun, Dia lantang untuk tidak menolak “salib” kehidupan. Bahkan oleh-Nya “salib” belum cukup kalau hanya sekedar dipanggul. Sesungguhnya, para pengikut-Nya mesti rela dipaku dan siap disalibkan.

Dalam banyak pergumulan hidup manusia pada tahap dipaku dan disalibkan ini, kebanyakan mereka lari dan takut dipaku disalib. Malah sebagian orang berharap biarlah orang lain saja yang dipaku disalib atau malah kadang-kadang orang gemar memaku yang lain di “salib”.

Sebutan lainnya, orang memilih zona aman.

Di masa retret agung ini, kita diajak dan didudukan kembali untuk tidak hanya merenung-meratap kelemahan diri tetapi terlibat secara penuh melihat bagaimana kelemahan itu bisa muncul dan bisa melukai Tuhan dan sesama.

Bahkan inilah saat yang penting untuk perlahan-lahan memaku bagian-bagian dari kelemahan kita itu supaya dia tidak dibiarkan bertumbuh dan berkembang ke permukaan.

Selamat mengikuti masa Pra Paskah Retret Agung.

Renungan: “Apakah salib yang aku pikul ini bisa aku bawa sampai ke puncak dan di sana aku rela disalib untuk keselamatan orang lain?”

Tuhan memberkati.

Apau Kayan, 7-3-2019

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here