Eksegese Hidup Orang Pedalaman: Tekun dan Teguh dalam Iman, tak Goncang: Kol 1:21-23

0
527 views
Ilustrasi: Beriman (Ist)

KEMARIN pagi, saya dihubungi via telpon oleh satu keluarga. Pada saat telpon itu, dia menangis dan putus asa. Dengan nada sedih dia berkata:

“Pastor,  semua usahaku saat ini nampak  sia-sia. Anak gadisku, aku kirim dia kuliah, otaknya cemerlang, tetapi dia sering jatuh sakit dan sering pingsan. Ke rumah sakit sudah diupayakan. Tetapi hasilnya, nihil. Ke tabib kampung, sudah juga aku usahakan, lagi-lagi hasilnya, tak kunjung sembuh.”

“Ke Pastor dan pendoa sudah aku bawa, tetapi tetap tidak ada tanda-tanda kesembuhan. Aku benar-benar putus asa, karena biaya sudah habis. Dalam kondisi seperti itu, dia memutuskan untuk tidak kuliah”.

“Ketika dia balik ke rumah, giliran ibunya yang sakit. Aku bawa dia ke rumah sakit lagi. Dari hasil diagnosa dokter, istriku mengalami pembengkakan janntung.  Aku harus mengutang kiri dan kanan untuk merawati istriku. Sambil berusaha, aku selalu berdoa dan menangis sedih. Mengapa nasib keluargaku seperti ini? Pastor, begitu jantungnya pulih, dan aku sedikit lega  cuma sehari saja.”

“Eh… malah malamnya, isteriku dihantam stroke. Aku kehabisan akal dan benar-benar putus asa. Imanku kepada Tuhan, terasa sia-sia. Pastor, satu hal yang aku tambah takut adalah, anakku calon imam diosesan dan saat ini dia sedang menempuh studi filsafat-teologi di Jawa. Apabila dia tahu ibunya sakit seperti ini, jangan-jangan dia ikut putus asa dan tidak mau kuliah lagi. Pastor, apabila terjadi sesuatu dengan istriku, aku titip anakku yang calon imam itu, tidak hanya didoakan tetapi, tolong dibantu mendampingi dia dalam menjalani panggilan hidupnya”.

Ketika dia mengisahkan semua jeritan hatinya pada saya saat itu, saya merespon begini,:

“Bapak, saya bisa memahami apa yang bapak rasakan. Saya turut berempati dengan keadaan bapak saat ini. Mari, kita coba melihat keadaan ini dengan mata iman. Kendati, hal ini sangat tidak mudah bagi kita. Mari, kita pasrah dan bawa semua itu, di dalam doa yang tekun. Mungkin, melalui kejadian ini, Tuhan sedang menghajar dan mengajar kita tentang iman, harapan dan kasih.”

Bila kita menyimak nasihat Rasul Paulus dalam bacaan harian hari ini dan dikaitkan dengan pengalaman yang dialami oleh bapak tadi, kita bisa bertanya, apakah pengalaman pahit yang dialami oleh bapak ini, apakah ada kaitannya dengan kondisi dosa atau ujian, atau pengaruh roh jahat atau murni penyakit? Bukankah dia sudah menunjukkan iman kristianinya melalui doa dan tanggung jawabnya sebagai ayah dalam menghidupi keluarganya?

Terkadang kita memahami cinta Allah itu sebatas hal-hal yang menyenangkan hati. Padahal, sisi utama dari cinta Allah pada kita adalah kesediaan dan keikhlasan kita dalam memanggul salib.

Iman, harapan dan kasih itu, dilandasi cinta dan di dalamnya ada “salib”.

Jadi, cinta Allah itu, tidak melulu indah, tetapi juga tidak selalu “salib”. Cinta Allah itu, mengandung aneka rasa persis slogan permen “Nano-nano” (manis, asam asin) tetap ditelan.

Kata Yesus Putera Bin Sirakh, “Pandanglah segala angkatan yang sudah-sudah dan perhatikanlah: Siapa gerangan percaya pada Tuhan lalu dikecewakan, siapa bertekun dalam ketakutan kepada-Nya dan telah ditinggalkan, atau siapa berseru kepada-Nya lalu tidak dihiraukan oleh-Nya?”  (Sir 2:10).

Renungan: Apakah ketekunan, keteguhan dan ketidakgoncangan dalam iman, bisa aku terapkan dalam setiap menghadapi persoalan hidup?

Tuhan memberkati.

Apau Kayan, 7.09.19

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here