Menurut Injil Lukas, pilihan Maria lebih dibenarkan daripada yang dilakukan Marta. Pilihan itu adalah duduk dekat kaki Tuhan dan terus mendengarkan perkatan-Nya.
Apakah itu berarti kita mesti melakukan meditasi biblis terus dan kita tidak perlu aktif bergiatan ?
Saya rasa Yesus tidak bermaksud mempertentangkan keduanya. Poin pentingnya adalah hendaknya kita mesti terus mendengarkan perkataanNya.
Ada sejuta cara dan seribu satu waktu untuk mendengarkan Tuhan. Tuhan tak akan bersuara “Selamat pagi, Aku di sini” Tuhan bisa berbicara lewat peritiwa.
Misalnya: waktu gereja runtuh, patung Bunda Maria masih utuh, bak tak tersentuh”. Lewat anak kecil: “mama sakit kok papa pergi terus”. Lewat kisah nyata yang dibacanya. Atau lewat bacaan KS atau lewat sentuhan emosi atau analisa rasional dll.
Pertanyaannya, apa kita sungguh sudah siap mengarkan kata Tuhan tersebut?
Siap berarti siap menerima konsekuensinya, bisa berarti meninggalkan kesenangan-kenikmatan, siap untuk diubah, dihina, dipermalukan.
Mungkin juga harus kehilangan sesuatu yang besar, siap juga untuk melepaskan mimpi yang telah dibangunnya selama bertahun-tahun. Misalnya banyak orang Katolik berdoa “mohon panggilan imam, bruder, dan suster, … tapi jangan anakku” orang ini tidak siap jika Tuhan berkata “Aku mau anakmu” melalui keinginan anak satu-satunya itu..
Atau seorang ibu melarang anaknya kuliah atau kerja jauh di luar kota. Padahal Tuhan sudah berkata lewat impian anaknya yang ingin jadi pilot, ibu bapanya takut kecelakaan pesawat dll.
Jadi mendengarkan Tuhan mungkin sulit, tetapi lebih sulit lagi bila harus mengikuti kata Tuhan.
Siapkah kalau kita dengar Dia mau mengutus kita untuk mewijudkan kehendak-Nya ?
Padahal sudah terbukti dalam sejarah. Yakni bila Tuhan mengutus, Dia pasti memberikan teman dan alat.Musa diberi teman. Harun.
Dan alatnya adalah tongkat Musa. Petrus diberi teman Paulus. Alatnya jala ikan. Ignasius Loyola diberi banyak teman di seluruh dunia.
YR Widadaprayitna
Luk 10: 38-42
H 230729 AA