“Fifty Shades of Grey”, Awas Bahaya Cinta yang Direduksi

0
2,030 views

Bagaimanakah seseorang mendeteksi bahwa sang kekasih itu sungguh mengasihinya atau tidak?  Bagaimanakah pula seseorang yakin bahwa apa yang dilakukan oleh sang kekasih benar-benar lahir dari cinta yang mendalam dan bukan sekedar pemuasan rasa?  Bagaimanakah seseorang yakin bahwa kekasihnya tidak sedang mengidap kelainan seksual?  Pertanyaan-pertanyaan semacam ini mesti dimunculkan oleh para pasangan ketika dunia semakin mereduksi arti cinta.

Kehidupan metropolis dan khususnya kalangan elite atas, memungkinkan seseorang memasuki pemahaman yang dangkal tentang makna cinta.  Kiranya itu yang didiskusikan dalam film Fifty Shades of Grey.  Film baru ini diangkat dari novel romantik karangan E.L. James.  Walau novel ini sudah diterbitkan pada tahun 2011, namun ketika cerita novel ini diangkat ke layar lebar, novel ini kembali meledak.

Magnet Grey

Fifty Shades of Grey mengisahkan Christian Grey (Jamie Dornan) seorang miliarder muda dan mempesona yang memimpin perusahan papan atas.  Kehidupan Grey cukup misteri karena tidak sembarang orang bisa mengetahui aktivitasnya.  Mass media pun hanya mampu meliput sedikit sekali dunia pergaulannya.

Cara hidupnya yang sehat (tidak peminum alkohol dan mabuk-mabukan, menjaga jadual makan, olahraga teratur) atau kecemerlangan daya pikirnya (karena bacaan buku classic, keahlian bermain musik, dan obrolannya) tidak banyak diketahui oleh orang banyak.

Anastasia Steele (Dakota Johnson) berkesempatan untuk mewawancarainya.  Pertemuan dengan Grey tentu bagaikan magnet yang menghipnotis wanita muda ini.  Siapa sih yang tidak terkagum-kagum dengan miliarder muda ini: tampan, gagah, kaya dan elegan.  Pertemuan ini mengawali kisah kedua orang muda ini.

Perlahan-lahan Ana menguliti kehidupan Grey yang ternyata dapat membuatnya shock.  Grey ternyata seorang yang posesif, suka mengisolasi diri, dan sebagaimana Grey buka rahasianya kepada Ana, adalah seorang yang melakukan praktek seksual yang extraordinary.  Ia mengakui dirinya adalah praktisi BDSM (:bondage, dominance, sadism dan masochism).

Ana yang sungguh jatuh hati pada Grey masuk dalam problem yang membingungkan.  Apakah ia harus mengikuti kemauan Grey yang baginya tidak wajar demi cintanya atau ia harus melepaskan cintanya?

Cinta yang merusak

Benar yang pernah ditulis oleh Benediktus XVI dalam God is Love bahwa pada jaman ini makna cinta menjadi semakin kabur.  Warta cinta yang diwartakan oleh kekristenan dikaburkan oleh kebudayaan yang syarat dengan pencari kenikmatan.   Cinta yang tulus memberi (self-giving) ditutup dengan cinta yang posesif dan hedonis (selfishness).  Bila seseorang tidak memiliki terang kebenaran tentang cinta maka ia akan jatuh dalam kemerosotan hidup dimana yang ada adalah eksploitasi, egoisme dan materialistik.

Ana merupakan representasi dari self-giving yang dengan sepenuh hati mencoba untuk memberikan diri demi kebahagiaan Grey.  Ia berikan perhatiannya.  Ia melepaskan kemauannya.  Bahkan gilanya, ia berusaha mengikuti maunya Grey untuk tanda tangan kontrak atas relasi yang mereka lakukan.  Sampai akhirnya Anas berani berkata, “Sekarang tunjukkan apa yang memang menjadi kemauanmu atas diriku.”

Grey melakukan tindakan penyiksaan atas Ana demi kesenangannya.  Grey seolah menampilkan cinta yang sangat material dengan pemberian-pemberiannya kepada Ana berupa laptop dan mobil.   Tetapi selain itu, Grey merupakan personifikasi cinta yang posesif dan brutal ketika mulai membatasi hubungan Ana dengan rekan-rekannya.  Ia mengamati gerak-gerik Ana. Ia tega melakukan kekerasan fisik.  Dalam diri Grey, sulit dibedakan antara cinta dan kehausan emosional.

Keputusan itu penting

Ana akhirnya memutuskan untuk tidak melanjutkan hubungan cintanya dengan Grey.  “Inikah yang engkau mau terjadi pada orang yang kamu cintai?” demikian pertanyaan Ana kepada Grey setelah dipukuli oleh Grey.  Dengan luka dan memar dipunggungnya, Ana menyadari hubungannya dengan Grey sangatlah kompleks.

Sebuah keputusan yang tidak mudah namun sungguh menyelamatkan.

Memang demikianlah dalam mencinta, seseorang harus memperhitungkan passion (getaran atau bahasa kerennya chemistry) yang membuat orang meluap dalam sukacita; juga intimacy dimana intimacy mendorong seseorang untuk masuk dalam hubungan yang hangat, dekat namun menciptakan rasa aman; tetapi tak bisa ditinggalkan pula commitment, suatu keputusan yang mengikat hubungan itu dalam segala situasi.

Ana tidak menemukan intimacy dalam relasinya dengan Grey.  Akhirnya ia tidak melanjutkan ke tahap komitmen.  Ia pergi meninggalkan Grey.  Ana memilih untuk pergi agar memiliki kebebasan diri dan terbebas dari cengkraman kekuasaan Grey.

Catatan kecil

Film ini sebaiknya ditonton oleh mereka yang telah dewasa karena memuat adegan-adegan yang perlu pendampingan orang dewasa.  Juga Fifty of Shades of Grey akan memiliki nilai plus bila digunakan dalam pembahasan bersama soal makna cinta bagi orang muda dan dewasa.  Sebagaimana pertanyaan-pertanyaan pada awal tulisan ini telah dilontarkan,  semoga film ini berguna untuk semakin merenungkan makna cinta.

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here