Geliat Pastoral Keuskupan Tanjungkarang

0
240 views
Ilustrasi (Ist)

Sejarah selayang pandang

Keuskupan Tanjungkarang telah beberapa kali mengadakan permenungan dan refleksi bersama perjalanan keberimanan sebagai Gereja.

“Gereja Perdana” Keuskupan Tanjungkarang sangat menekankan kharisma tenaga-tenaga pastoral: imam, katekis, dan sukarelawan. Pada masa awal belum dirasakan kebutuhan koordinasi dan sistem yang terpadu.

Tahun 1980 dirumuskan  Rencana Kerja Keuskupan Tanjungkarang (RKPK). Gereja butuh karya pastoral yang tepat guna dengan sistem yang terpadu dan berjenjang.

Umat Allah diajak menyadari panggilannya sebagai Sakramen Keselamatan dalam komunio.

Karya pastoral menekankan katekese ke dalam, yakni pemantapan iman akan Yesus Kristus.

RKPK yang dimotori oleh komisi-komisi di tingkat Keuskupan dijabarkan dalam Rencana Kerja Pastoral Parokial (RKPP). Kemudian diteruskan ke stasi dan lingkungan atau kring.

RKPK tersebut dievaluasi tahun 1989. Hasilnya, Gerakan Pembaruan Pastoral (GPP).

GPP ini bukan membatalkan atau menghapus RKPK melainkan membarui. Dalam GPP umat diajak bergeliat. Tidak hanya terlibat aktif di seputar altar. Tetapi juga aktif di masyarakat.

Pertemuan pastoral Gereja Partikular I   

Perpasgelar I yang diadakan tanggal 12-15 Februari 1992 ini Gereja atau Umat Allah diajak untuk melakukan pergerakan bersama membarui pola hidup. Pola pikir. Pola tindak bersama umat agama-agama lain untuk membangun persaudaraan sejati.

Butir-butir yang dihasilkan: dialog. Keterbukaan. Bermasyarakat. Semina verbi. Paradigma baru.

Paradigma baru ini menjadi kunci yang membungkus keempat poin yang lain.

Pertemuan pastoral Gereja Partikular II

Hajatan yang berlangsung 19-23 Agustus 2002 ini terutama sebagai evaluasi atau perjalanan Gereja setelah Perpasgelar I.

Dalam Perpasgelar II ini masih dirasakan bahwa Perpasgelar I belum sepenuhnya berjalan dengan baik. Persaudaraan masih dirasakan baru dalam tingkat manusiawi. Lahiriah. Belum bernilai persaudaraan sejati yang berdasar pada kesamaan martabat manusia yang sama-sama dikasihi Allah.

Mentalitas kemanusiaan umat Allah tak jarang bersifat feodalisme. Bahkan, ada nuansa diskriminasi terhadap kelompok lain. Masalah komunikasi menjadi hal sentral yang perlu diperbarui agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam berbagai segi kehidupan.

Kesadaran Gereja sebagai murid Yesus Kristus belum nampak menggembirakan.

Jadi, Perpasgelar II ini menekankan dan menyerukan kembali pentingnya melaksanakan butir-butir Perpasgelar I.

Pertemuan pastoral Gereja Partikular III

Perpasgelar III yang berlangsung 3-7 Juli 2017 memiliki harapan kesatuan sebagai Tubuh Mistik Kristus, yakni Gereja – Umat Allah dalam kesatuan dengan Uskup sebagai Gembala Rohani, mencari dan berupaya menemukan kehendak Tuhan dalam perziarahan bersama.

Api pengharapan

Uskup Keuskupan Tanjungkarang Mgr. Yohanes Harun Yuwono memiliki mimpi yakni mengajak seluruh umat beriman Keuskupan Tanjungkarang untuk merefleksikan keberadaan keberimanan dari sudut pandang martabat mulia kehidupan keluarga.

Dalam terang Roh Kudus, Gereja Lampung berharap bahwa di masa depan mampu menjadi Sakramen Keselamatan. Menghadirkan Kerajaan Allah di tengah masyarakat.

Caranya, aktif berpartisipasi dalam setiap gerak maju pembangunan bangsa dan negara. Senasib sepenanggungan. Saling mendukung. Menguatkan. Sehingga setiap orang mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan.

Gereja Lampung patut bersyukur bahwa pemerintah daerah, Bupati Pringsewu dan Kakanwil Departemen Agama Lampungsangat mendukung usaha umat Katolik Lampung dalam tekadnya untuk berperan serta dalam pembangunan.

Mereka mengulurkan tangan untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Melaksanakan demokrasi dengan merundingkan masalah dengan musyawarah untuk mufakat. Miliki keyakinan, bahwa kita semua menjunjung tinggi persatuan Indonesia demi kemanusiaan yang adil dan beradab.

Almarhum Mgr. Henrisoesanto SCJ. (Ist)

Warisan luhur

Umat Katolik Tanjungkarang mendapat warisan dan amanat dari almarhum Mgr. A. Henrisoesanta SCJ. Yakni, berziarah kepada Allah bersama semua orang dari berbagai penganut agama lain dalam mewujudkan persaudaraan sejati.

Ini sebuah wasiat yang sangat luhur.

Dalam hidup sehari-hari kita telah berusaha melaksanakannya. Bergaul dengan baik. Berlaku senasib sepenanggungan dengan semua orang dalam suka dan duka.

Meski kenyataannya, pada aras institusional “Gereja” hal itu tidak mudah dilaksanakan. Meski begitu, akan tetap berjuang guna mewujudkan cita-cita persaudaraan sejati.

Dalam situasi apa pun kita tidak boleh membalas kejahatan. ‘Gigi ganti gigi’.  Allah sendiri mengasihi semua manusia tanpa terkecuali. Maka kita tak pantas jika mengucilkan atau membenci sesama. Yesus Kristus yang kita imani telah memberi contoh tentang cinta kasih sejati sampai mengurbankan diri-Nya.

Dalam situasi yang tidak menguntungkan pun cinta kasih adalah dasar hidup yang harus kita laksanakan. “Jika engkau hanya mengasihi orang yang mengasihi kamu, apalah upahmu?” demikian Yesus berkata.

Waktu berahmat

Perpasgelar adalah sarana bagi umat Katolik Lampung untuk melakukan permenungan. Pencarian bersama kehendak Allah bagi umat-Nya.

Dalam terang Roh Kudus umat Keuskupan Tanjungkarang bersama semua orang yang berkehendak baik bergerak menuju masa depan yang lebih ideal.

  • Lebih baik.
  • Lebih beriman.
  • Lebih manusiawi.
  • Lebih beradab.

Kita berharap akan lahir Gereja yang lebih dinamis di mana segenap anggotanya berpartisipasi aktif menghadirkan Kerajaan Allah sebagai Sakramen Keselamatan.

Dalam Perpasgelar III ini diharapkan adanya kesatuan sebagai Tubuh Mistik Kristus yakni Gereja – Umat Allah dalam kesatuan dengan uskup sebagai Gembala Rohani, mencari dan berupaya menemukan kehendak Tuhan dalam peziarahan bersama ke depan.

Maka, Perpasgelar ini merupakan waktu berahmat untuk berdoa. Berefleksi. Mendengarkan Tuhan yang setia menuntun kita semua. Poin khusus yang diambil adalah dari sudut pandang martabat mulia kehidupan keluarga karena masa depan Gereja juga bergantung kepada keutuhan keluarga.

Keluarga yang baik akan melahirkan pribadi-pribadi manusia yang penuh kasih sayang. Toleran. Empati. Akhirnya, melahirkan masyarakat yang sehat, negara, serta bangsa yang bermartabat.

Mgr. Yohanes Harun Yuwono “Dipaksa” Jadi Uskup Keuskupan Agung Palembang.

Tempat bernaung

Dalam peziarahan bersama di dunia, Gereja harus menjadi Sakramen Keselamatan. Sekaligus terus-menerus menjalankan pertobatan dan pembaruan.

Gereja adalah sarana Allah untuk menuntun manusia agar mengerti dan mengimani-Nya. Gereja adalah rumah di mana semua orang dari berbagai latar belakang boleh bernaung bersama sebagai saudara-saudari dalam Kristus.

Secara sosiologis manusia juga tidak ingin hidup sendirian. Dalam keberagaman dan kebersamaan itu setiap orang menjadi lebih manusiawi. Keberagaman adalah rahmat sekaligus tugas yang harus disyukuri untuk lebih kreatif dalam membangun. Memajukan. Menyejahterakan sesama.

Hajat besar Perpasgelar III diharapkan, umat Katolik Lampung mampu menanamkan dan melaksanakan warisan iman dan nilai-nilai luhur kemanusiaan yang telah diterima dari para pendahulu. Dihidupi dengan penuh gairah dan sukacita oleh generasi penerus.

Dengan demikian kita yang bangga akan generasi pendahulu, demikian pula generasi sesudah kita akan bangga pula mengikuti langkah kita. Itu terjadi karena dalam sejarah hidup kita, kita telah menghidupi iman dan menjalani nilai-nilai luhur kemanusiaan berdasar iman kita itu.

Hendaknya generasi penerus ini tumbuh menjadi generasi yang liat. Kuat. Tahan banting. Terutama setia menjadi anggota Gereja yang beriman militan dan manusiawi. Di tangan generasi penerus semacam itu, kita mempercayakan masa depan masyarakat, bangsa, negara, dan Gereja.

PS: Dituturkan ulang oleh Sr. M. Fransiska FSGM

Sumber:

  • Surat Gembala Mgr. Yohanes Harun Yuwono, Perpasgelar III Keuskupan Tanjungkarang.
  • Buku Perpasgelar III Keuskupan Tanjungkarang.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here