Gereja itu Umat: Arti Panggilan Awam (2)

0
4,912 views

DI zaman ini dibutuhkan seorang pemimpin awam yang tahu makna panggilan awam, seperti zaman Yesus. Semua murid Yesus adalah awam dalam arti yang sesungguhnya. 

Tak ada seorangpun yang imam, atau pejabat agama di zamannya.  Sebab orientasi Yesus adalah orang beriman kepada Tuhan yang disebut BapaNya, dan Bapa kita.

Yesus sebenarnya tidak pernah mengajarkan agama apa pun. PengikutNya saja yang menjadikan agama. Kemajuan zaman, agama kemudian menjadi satu-satunya cara utama untuk mengikuti Yesus.  Mengapa? Karena mengukur „keagamaan“ jauh lebih mudah dari mengukur „keimanan.  Itulah sebabnya membangun tempat (ibadat) lebih mudah dan terlihat daripada membangun umat/jemaat.

Kecuali itu, karena pimpinan Gereja dipegang oleh pejabat yang serikali juga pemimpin ibadat, maka tidak mengherankan kalau „dunia ibadat“ menjadi model dan pola penilaian yang dominan.  Di sebuah paroki hal semacam ini menjadi jelas sekali.  Panggilan awam sebetulkan kurang –kalau tak boleh dibilang– tak ada tempatnya.  Sampai-sampai ukuran hidup seorang umat –terutama seorang awam– adalah kedekatannya, keterlibatannya dalam ibadat atau dengan pemimpin ibadat.

Bahkan banyak para orang awam yang karena profesinya dan tidak bisa terlibat aktif di lingkungan/paroki lantas merasa kurang atau belum menjadi awam yang baik.  Kaum awam dan imam sering kali dianggap bukan orang katolik yang baik. Awam punya panggilannya sendiri dan itu berbeda dengan pemimpin/pejabat agama.

Kalau Gereja adalah jemaat atau umat, maka Gereja sebenarnya harus menjadi tempat para awam itu menjadi awam. Dan untuk itu hanya mungkin, jika cara perayaan imannya juga perayaan bagi mereka  apa pun dan di mana pun iman mereka diwujudkan.  Artinya harus  sederhana. Kalau ekaristi untuk anak-anak ya berbeda dengan ekaristi untuk para pensiunan.

Itulah sebabnya membangun jemaat, umat dengan pribadi, kemauan, pengalaman imannya sangat berbeda tidaklah mudah. Hanya seorang yang punya leadership luar biasa bisa  melakukannya.

Tanya langsung kepada Tuhan

Di sisi lain, mindset, pola pikir dan penghayatan awam atas imannya juga perlu direvisi. Awam punya panggilan dan tempat sendiri yang berbeda dengan panggilan biarawan atau imam. Jangan bersembunyi dan tanpa menyadari hanya berlindung di bawah kepak sayapnya para imam dan atau biarawan-biarawati.

Kalau begitu, maka awam tidak pernah menjadi awam, ia hanya akan menjadi pemeran figuran dalam karya dan pengabdian para imam, rohaniwan, biarawan-biarawati.  Tentang apa dan bagaimana bentuk panggilan awam zaman ini, jangan tanya kepada imam dan para rohaniwan, biarawan-biarawati, melainkan tanyakan langsung kepada Tuhan.

Caranya tanya ke Tuhan itu? Awalnya, memang perlu tanya pada para pemimpin ibadat, iman, rohaniwan, biarawan. Selebihnya dan untuk selanjutnya, awamlah yang harus tahu atau harus mencari tahu ke guru sebenarnya yakni Yesus. Yang tahu dunia awam adalah para awam. Yang tahu bahasa para awam adalahjuga para orang awam, bukan mereka yang bukan awam.  Bahwa dalam proses pencarian akan pernah keliru itu manusiawi. Petrus, para murid lain  pun keliru menafsirkan ajaran Yesus, baru dong setelah Pentakosta. Dan Petrus baru jelas, justru setelah kematiannya.

Bangkitlan para awam

Jadi mulai hari ini, bangkitlah para awam. Tanyakan apa panggilanmu sebagai awam di zaman ini. Umat atau jemaat sebagian terbesarnya adalah awam. Dari sekian banyaknya awam, tentu banyak hal dapat ditemukan apalagi dilakukan untuk menjawab panggilan Tuhan untuk zaman ini. Secara intelektual, secara finansial, secara sosial …. tentu lebih mungkin dilahirkan banyak ide, perbuatan yang makin mungkin menjawab panggilan zaman edan ini.

Mari hai para awam kita wujudkan ajaran Gereja tentang Awam.

Konsili Vatikan II sebenarnya sudah memberi tempat untuk ini, tetapi sampai hari ini belum mewujudkannya (Bdk. LG No 30-31).

Semarang,

Menjelang Idul Fitri 2011.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here