Gereja Katolik Tak Mengenal Perceraian, Jadi Jagalah Keutuhan Perkawinan!

0
4,647 views

Gereja Katolik Keuskupan Timika, Papua, mengingatkan keluarga-keluarga Katolik di wilayah itu agar menjaga keutuhan perkawinan.

Pastor Paroki Mimika-Agimuga, Pastor Amandus Rahadat di Timika, Selasa mengatakan, hingga saat ini Gereja Katolik tidak mengenal adanya perceraian dengan alasan apapun.

“Apapun alasannya, Gereja tidak pernah menghendaki adanya perceraian karena apa yang sudah dipersatukan Allah tidak boleh diceraikan manusia,” kata Pastor Amandus menanggapi banyaknya pasangan suami-isteri di Timika yang bercerai karena berselingkuh dengan perempuan atau laki-laki lain.

Dalam pandangan Gereja Katolik, katanya, cinta pasangan suami-isteri bukan sekadar cinta manusia biasa, tetapi dimeteraikan oleh sakramen yang melambangkan cinta Yesus Kristus kepada manusia.

Dengan dasar itu, katanya, seorang suami atau isteri harus bisa mengampuni pasangannya dan tidak boleh mengusir pasangannya, apapun salahnya, apapun dosanya.

Menurut Pastor Paroki Gereja Katedral Tiga Raja Timika itu, pasangan suami isteri yang hidup dalam perceraian, secara tidak langsung merusak mentalitas anak.

“Keutuhan keluarga menjadi rusak karena perceraian dan hal itu berdampak pada kehidupan umat dan kehidupan masyarakat secara keseluruhan. Kalau umat hancur, maka tidak ada gunanya membangun gedung gereja yang megah dan besar kalau umatnya amburadul,” katanya.

Pastor Amandus menambahkan, jika bangunan gereja indah tetapi cara hidup umat tidak bagus, maka hal itu memalukan.
 
Pastor Amandus yang juga merupakan Pastor Paroki Gereja Katedral Tiga Raja Timika meminta umat Katolik di Timika agar bersama-sama mengulurkan tangan guna membantu pembangunan berbagai gereja di wilayah itu seperti Gereja Paroki St Stefanus Sempan dan Gereja Stasi Sisilia Timika Jaya-SP2.

Pada hari Minggu (7/10), umat Katolik di Timika menggelar acara buka alas tikar untuk mengumpulkan dana untuk pembangunan gedung Gereja Paroki St Stefanus Sempan.

Dana yang terkumpul melalui acara tersebut sebanyak Rp175,5 juta. Beberapa suku juga turut menyumbang bangku dan kursi seperti dari suku Batak, Suku Toraja dan suku Mee-Paniai.

Buka alas tikar merupakan sebuah tradisi masyarakat pegunungan tengah Papua untuk mengumpulkan sumbangan dari kaum kerabat jika ada salah satu keluarga yang hendak menyekolahkan anak atau membayar mas kawin dan lainnya.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here