
HABEMUS Ecclesiam Novam – Kita memiliki Gereja Baru di Stasi Sotek.
Seperti sorak sorai umat di Lapangan Santo Petrus saat terpilihnya Paus baru dengan seruan “Habemus Papam”, umat Stasi Sotek pun berseru penuh sukacita: “Habemus Ecclesiam Novam.” – Kita memiliki gereja baru.
Pada hari Minggu, 25 Mei 2025, Gereja Katolik St. Eugenius de Mazenod OMI, Stasi Sotek, Paroki St. Maria Fatima Penajam, Keuskupan Agung Samarinda, resmi diberkati oleh Uskup Keuskupan Agung Samarinda: Mgr. Yustinus Harjosusanto MSF.
Ia didampingi oleh Pastor Agustinus Adeodatus Wiyono OMI (Pastor Paroki) dan Pastor Adi OMI (Vikaris Paroki).
Hari penuh sejarah ini menjadi puncak doa, kerja keras, dan kerinduan umat selama lebih dari dua dekade.

24 tahun penantian: Jejak semangat St. Eugenius de Mazenod OMI
Gereja ini diberi nama St. Eugenius de Mazenod, pelindung stasi sekaligus pendiri Kongregasi Oblat Maria Imakulata (OMI). Sejak menjadi Uskup Keuskupan Agung Marseille di Perancis tahun 1837, Eugenius dikenal sebagai gembala yang melayani umat kecil dan tertindas pasca Revolusi Perancis.
Ia mendirikan dan merenovasi puluhan gereja, memprioritaskan pelayanan kepada imam lansia dan kaum muda, serta membuka keuskupannya bagi 33 tarekat religius untuk berkarya.
Semangatnya yang mencintai Gereja dan melayani dari pinggiran inilah yang kini dihidupi oleh umat Stasi Sotek. Setelah menanti selama 24 tahun, akhirnya impian akan rumah Tuhan yang layak menjadi nyata.


Dari Tenda Biru menuju Rumah Tuhan
Sejarah pelayanan Gereja di Sotek bermula pada 7 Mei 1996, saat penulis -Pastor Nico S. OMI- datang untuk pertama kalinya setelah dijemput umat menggunakan kapal lewat Sungai Riko.
Malam itu, misa pertama dilaksanakan di ruang tamu rumah Bapak Simon Simeon – sebuah ruang 3×4 meter yang penuh sesak oleh umat yang rindu akan Perayaan Ekaristi.
Natal pertama dirayakan tanggal 26 Desember 1996 di bawah tenda biru. Meski sederhana, itulah awal semangat beriman umat yang tak pernah padam, menantikan hadirnya sebuah gereja.

Umat perintis dan kisah kerinduan
Umat awal Stasi Sotek terdiri dari empat keluarga Katolik:
- Keluarga Markus Parri – Dorce Bualang (Toraja).
- Keluarga Anton Siringo Ringo – Darmayanti Rerung (Batak–Toraja).
- Keluarga Simon Simeon – Yuliana Kewarotok (NTT).
- Keluarga Dontes Sianturi – Lidia Manalu (Batak)
Selama bertahun-tahun tanpa pelayanan Gereja Katolik, mereka tetap menjaga iman dengan beribadah di Gereja-gereja Kristen Protestan. “Kami tetap ingat Tuhan Yesus, tapi hati kami rindu akan Gereja Katolik,” ungkap Ibu Lidia Manalu kepada penulis tahun 1996 lalu.
Kisah-kisah ini menjadi fondasi spiritual atas apa yang kini berdiri tegak: Gereja yang hidup dan menumbuhkan harapan.

Peletakan Batu Pertama dan proses panjang
Peletakan batu pertama dilakukan oleh Mgr. Harjosusanto pada 23 Mei 2015. Sepuluh tahun kemudian, buah kesabaran, iman, dan gotong royong umat membuahkan hasil.
Perjalanan ini bukan tanpa jatuh bangun: keterbatasan dana, dinamika internal umat, dan realita ekonomi.
Namun berkat kasih Tuhan dan bimbingan Roh Kudus, bangunan fisik gereja berdiri, lengkap dengan semangat persaudaraan yang kokoh.

Sotek: Vatican Mini di Wilayah IKN
Sotek kini menjadi wilayah yang strategis di lingkar Ibu Kota Nusantara (IKN). Banyak tarekat dan lembaga Katolik mulai membeli lahan di sekitar stasi untuk pengembangan karya pendidikan, kesehatan, dan pastoral. Bapak Simon Simeon, tokoh umat, menyebutnya dengan bangga: “Sotek adalah Vatican-nya IKN.”
Gagasan mendirikan sekolah Katolik dan asrama kini bukan hal mustahil.
Sebagaimana Paus Leo XIV menyampaikan dalam pidato perdananya pada 8 Mei 2025: “Kita harus berusaha bersama menjadi Gereja Misioner, Gereja yang membangun jembatan dan dialog.”
Semangat ini kini tumbuh subur di tanah Sotek.

Gereja yang berdiaspora, Gereja yang hidup
Sebagian besar umat Stasi Sotek berasal dari Flores, Batak, Jawa, dan Toraja. Mereka datang sebagai buruh di perkebunan dan hutan. Dari pertemuan sederhana tanpa dinding dan atap, lahirlah komunitas-komunitas iman yang kuat.
Gereja bukan hanya bangunan fisik, tetapi jiwa umat yang merantau namun tak pernah meninggalkan iman.


Penutup: Dari impian menjadi kenyataan
Kini Gereja St. Eugenius de Mazenod OMI berdiri megah, menjadi “titik nol” misi Katolik di kawasan IKN. Tempat ini menjadi oase rohani, sumber air hidup dari Sabda dan Ekaristi, tempat umat bertumbuh dalam iman dan kasih.
Tak ada yang mustahil bagi Tuhan. “Terjadilah padaku menurut kehendak-Mu.”
Kerinduan umat di tanah rantau telah dijawab Tuhan. Sotek kini bukan sekadar desa, tetapi tanah misi. Vatican kecil di tengah hutan Kalimantan.


Purwokerto, 2 Juni 2025
Pastor Nico Belawing Setiawan OMI
Berpastoral di Gereja Katedral Kristus Raja Purwokerto
Baca juga: Sejarah awal berdirinya Stasi Sotek di Penajam, Kaltim