Home BERITA Gereja, Uang, dan Kekuasaan

Gereja, Uang, dan Kekuasaan

0
501 views
Ilustrasi - Koin mata uang. (Wiki)

HUBUNGAN antara gereja, uang, dan kekuasaan telah lama menjadi topik diskusi dan refleksi penting.

Gereja Katolik, sebagai institusi religius yang telah berdiri ratusan abad, tidak hanya berurusan dengan masalah spiritual, tetapi juga dengan urusan duniawi seperti pengelolaan keuangan dan pengaruh politik.

Gereja dan Kekuasaan

Dalam sejarahnya, Gereja Katolik telah memiliki pengaruh yang signifikan dalam bidang politik dan sosial. Selama Abad Pertengahan, misalnya, Gereja memiliki kekuasaan yang besar dalam kehidupan politik di Eropa. Paus sering kali memiliki pengaruh langsung terhadap para raja dan pemimpin politik, dan keputusan-keputusan gerejawi bisa memengaruhi kebijakan negara. Gereja menggunakan kekuasaannya untuk mempertahankan ajaran moral dan melindungi umat beriman.

Namun, Gereja juga menyadari bahaya penyalahgunaan kekuasaan. Ajaran Katolik menekankan bahwa kekuasaan harus digunakan untuk melayani orang lain, bukan untuk keuntungan pribadi. Paus Fransiskus, misalnya, telah banyak berbicara tentang bahaya ‘mentalitas penguasa’ di dalam Gereja, mengingatkan bahwa para pemimpin Gereja seharusnya menjadi pelayan umat, bukan penguasa yang otoriter.

Gereja dan Uang

Gereja Katolik mengakui bahwa uang adalah sarana penting untuk menjalankan misinya di dunia ini, seperti membangun gereja, mendanai program amal, dan mendukung kegiatan pastoral. Dalam Katolisisme, uang itu sendiri tidak dianggap sebagai sesuatu yang buruk, melainkan cara penggunaannya yang menentukan moralitasnya.

Gereja mengajarkan pentingnya sikap lepas bebas terhadap uang dan materialisme, serta mengajak umatnya untuk hidup dalam kesederhanaan dan kemurahan hati. Tindakan filantropi dan amal adalah bagian integral dari praktik iman Katolik. Banyak lembaga amal Katolik yang didirikan untuk membantu orang miskin, memberikan pendidikan, dan pelayanan kesehatan.

Namun, Gereja juga menyadari tantangan yang dihadapi ketika berurusan dengan uang. Skandal keuangan dalam sejarah Gereja menjadi pengingat akan perlunya transparansi dan integritas dalam pengelolaan dana Gereja. Paus Fransiskus juga menekankan pentingnya reformasi keuangan di dalam Vatikan untuk memastikan bahwa uang yang ada benar-benar digunakan untuk tujuan yang mulia.

Perspektif Teologis, kekayaan sejati bukanlah uang

Secara teologis, iman Katolik menekankan bahwa kekayaan sejati bukanlah uang atau kekuasaan duniawi, melainkan kedekatan dengan Tuhan dan hidup yang dipenuhi kasih. Ajaran Yesus Kristus sering kali menyoroti bahaya kekayaan yang dapat menjauhkan seseorang dari Tuhan. Dalam Injil, Yesus mengajarkan bahwa “tidak seorang pun dapat mengabdi kepada dua tuan… Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon (kekayaan)” (Matius 6:24).

Gereja mengajak umatnya untuk menggunakan kekayaan duniawi dengan bijak dan untuk kebaikan bersama. Prinsip solidaritas dan subsidiaritas menjadi dasar bagi ajaran sosial Gereja, menekankan bahwa sumber daya harus digunakan untuk membantu yang kurang beruntung dan memastikan keadilan sosial.

Etika Kekuasaan dan Kekayaan dalam Gereja

Gereja Katolik mengajarkan bahwa kekuasaan dan kekayaan harus digunakan untuk mempromosikan kebaikan bersama dan martabat manusia. Paus Yohanes Paulus II, dalam ensiklik sosialnya, sering berbicara tentang pentingnya ekonomi yang adil yang tidak hanya berfokus pada keuntungan, tetapi juga pada keadilan sosial. Ajaran ini berakar pada prinsip bahwa setiap manusia diciptakan dalam gambar Allah dan memiliki martabat yang tidak dapat diganggu gugat.

Gereja Katolik, dalam ajaran dan praktiknya, berusaha menjaga keseimbangan antara pengelolaan uang dan kekuasaan dengan nilai-nilai moral dan spiritual. Meskipun menghadapi tantangan dan godaan, Gereja terus menyerukan pentingnya integritas, keadilan, dan pelayanan yang penuh kasih kepada semua, terutama kepada yang paling miskin dan terpinggirkan. Dengan demikian, Gereja berusaha untuk tidak hanya menjadi cahaya rohani bagi dunia, tetapi juga agen perubahan sosial yang positif.

Datang untuk melayani, bukan untuk dilayani

Paus Fransiskus sangat peduli tentang masalah sosial tersebut. Berulang kali ia menandaskan bahwa jalan Yesus adalah melayani orang lain.

Umat Katolik diharapkan mampu untuk mengatasi godaan duniawi. Ambisi manusia untuk mencapai puncak kekuasaan, menurut Paus pertama dari Sarikat Yesus ini, dapat menghancurkan manusia yang lain . Pernyataan ini telah disampaikan Paus beberapa kali sejak 2016.

Dari bacaan Injil tentang murid-murid Yesus yang saling bertengkar atau berdebat tentang siapa yang terbesar di antara mereka, kita bisa merefleksikan tentang bahaya uang, ambisi dan kesombongan.

Yesus mengingatkan bahwa Ia datang untuk melayani, bukan untuk dilayani.

Mengulangi kembali bacaan Kitab Suci bahwa Yesus datang untuk melayani, Paus mengatakan Kristus telah menunjukkan kepada kita jalan yang benar dari kehidupan Kristen yaitu pelayanan dan kerendahan hati.

Kekuasaan dan uang yang secara salah dijadikan tujuan akhir hidup banyak orang bisa menyesatkan karena orang menjadi menghalalkan segala cara untuk mencapainya. Contoh di masyarakat dengan maraknya kasus korupsi menjadi contoh menyedihkan dan nyata terjadi.

Iman bisa menyelamatkan

Spiritualitas harusnya menjadi tonggak pencegah sikap tersebut.

Ketika orang ingat akan tujuan penciptaan, akan berharganya dia sebagai citra Allah yang menciptakannya, akan membuatnya bersyukur dan berusaha meneladan sifat welas asih Allah. Maka ‘perampasan’ terhadap hak orang lain tidak akan dilakukan.

Iman yang didasari rasa syukur tersebut akan memberikan kebahagiaan bagi hidupnya. Maka orang tidak akan mencari-cari kekuasaan dan uang semata yang keliru dikira sebagai media utama kebahagiaan.

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here