Hari Komunikasi Sosial Sedunia ke-55: Utamakan Kebenaran dalam Produksi Berita

0
109 views
Ilustrasi - Memproduksi berita dan menjamin kebenaran informasi dengan terjun ke lapangan (Denver News)

DALAM kaitannya dengan Hari Komunikasi Sosial Sedunia ke-55 beberapa waktu lalu, Komsos Keuskupan Surabaya mengadakan webinar tanggal 22 Mei 2021. Menggaungkan tema “Gema Hari Komunikasi Sosial Sedunia ke-55: Datang dan Lihatlah”.

Narasumber seminar daring ini adalah Andreas Wicaksono, jurnalis CNN Indonesia, dan Romo Boedi Prasetijo Pr, Ketua Komisi Komsos Keuskupan Surabaya.

Menjamin informasi itu benar adanya

Andreas, anggota Aliansi Jurnalis Independen (AJI), membagi pengalamannya mengolah suatu peristiwa menjadi berita. Tentu dengan etika tetap menjamin kebenaran informasi itu bisa dipertanggungjawabkan secara moral dan adab publik.

Kebenaran informasi diperoleh melalui metode riset, observasi, dan wawancara. Jadi, tidak hanya mengandalkan informasi sepihak.

Pembuktian itu dilakukan dengan benar-benar turun ke lapangan. Dengan mata kepala sendiri telah melihat peristiwa yang benar-benar terjadi di depan mata. Juga bertemu dengan sumber berita.

Di media arus utama, berita yang masuk redaksi akan melalui mekanisme berlapis. Artinya, semua informasi yang belum ada konfirmasi kebenarannya pasti tidak akan diterbitkan.

Paling tepat, bukan paling cepat

Paradigma pemberitaan adalah paling tepat, bukan tercepat. Sekalipun, pembuktiannya kadang kali juga berisiko tinggi.

Bahkan mengakibatkan kehilangan nyawa, seperti yang telah dialami beberapa wartawan korban kekerasan karena keberanian menguak “kebenaran” di balik rangkaian banyak peristiwa.

“Seorang jurnalis harus mampu mengukur risiko tersebut untuk tetap bernafas, karena hidupnya berarti bagi orang lain,” tegas Andreas.

Kebenaran informasi menjadi prioritas, tetapi tidak mengabaikan nilai berita (newsworthiness).

Berita yang bermutu akan menambah wawasan dalam berperilaku, bertindak, dan mengambil keputusan.

Saat ini, media mainstream lebih banyak menyajikan kabar seksis. Berita yang tidak berkualitas, hanya mengikuti kemauan masyarakat.

Untuk itu, masyarakat harus cerdas dalam memilih dengan meningkatkan literasi.

Aktivis komsos, kata dia, wajib meningkatkan kemampuan literasi dengan banyak membaca.

Semestinya, membaca tidak hanya pada satu media, tetapi beberapa media untuk saling melengkapi dalam memperoleh kejelasan suatu peristiwa dari berbagai perspektif.

Pemahaman pada berita inilah yang dapat dijadikan topik diskusi di media sosial. Sebagai pokok pembahasan yang dijamin kebenarannya, bukan hoax.

Pesan Paus Fransiskus

Pesan Paus Fransiskus pada hari Komunikasi Sosial Sedunia ke-55 berbunyi: “Datang dan Lihatlah”.

Pesan itu tidak lain adalah paparan membahas etika jurnalistik bagi wartawan dan awam.

Masyarakat umum, khususnya umat katolik masih banyak yang tidak tahu dan tidak peduli pada kebenaran sebuah informasi.

Mereka sering menyebarkan berita-berita tanpa verifikasi. Hal ini perlu ditangani melalui edukasi.

Pendidikan yang menyadarkan masyarakat untuk mengerti bahayanya hoax dan mau berubah. Bersedia mengganti kebiasaannya dengan menjalankan riset, observasi, dan verifikasi untuk menulis ulang apa yang terjadi sesungguhnya.

Di samping itu, edukasi dalam memahami UU-ITE,  juga patut mendapat perhatian.

Tidak dapat disangkal, ada kecenderungan masyarakat “menyukai” konten berita negatif.

“Untuk hal ini, umat harus berani melawan arus. Mulai dari diri sendiri,  tidak menyebarkan, apalagi mengonsumsi berita tersebut. Mengalihkan perhatian dengan berita-berita yang ringan, juga efektif untuk mengurangi informasi negatif,“ kata Andreas memberi kiatnya.

Menutup presentasinya, Andreas menyampaikan bahwa AJI membuka pendampingan bagi media warga alternatif. Ini untuk mengembangkan penyajian berita baik dan benar, asal punya etika dan itikad yang baik pula.

Turun ke lapangan

Sementara, Romo Boedi Prasetijo, memaparkan kegiatan turun ke jalan untuk menjumpai umat di stasi. Menjumpai mereka apa adanya.

Aktivitas ini adalah kesaksian hidup yang sesuai dengan nilai-nilai injil, menjadi pewartaan yang mujarab.

Dengan mengacu pada lima poin refleksi Bapa Suci, yaitu:

  1. Menghabiskan sol sepatu: turun ke jalan.
  2. Injil sebagai berita.
  3. Terima kasih atas keberanian banyak wartawan.
  4. Peluang dan jebakan di website.
  5. Melihat secara langsung itu sungguh tak tergantikan.

Sebagai Ketua Komsos Keuskupan Surabaya, Romo Boedi memberi semangat kepada segenap aktivis komsos untuk mulai bergerak kembali.

Aktif dalam mencari informasi-informasi yang dapat dipertanggungjawabkan, menulis berita, dan kesaksian-kesaksian dengan memperhatikan protokol kesehatan.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here