Hari Studi Geothermal Wae Sano di Puspas Keuskupan Ruteng

0
546 views
Hari Studi Geothermal Wae Sano di Puspas Keuskupan Ruteng. (ist)

HAL unik menjadi topik hari studi pada tanggal 26 Oktober 2020 di Aula Pusat Pastoral (PUSPAS) Keuskupan Ruteng.

Para anggota Dewan Kuria, para Ketua Komisi, para Ketua JPIC, para pastor dan suster utusan lembaga mendalami tema tentang geothermal (panas bumi). Bersama tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Sebagaimana diketahui, Pulau Flores memiliki potensi panas bumi yang sangat besar dengan sumber daya 929,5 MW. Sementara kapasitas yang baru terpasang hanyalah 12,5 MW (Ulumbu 10 MW dan Mataloko 2,5 MW).

Karena itu, pemerintah berkomitmen menjadikan panas bumi sebagai sumber energi utama di Flores.

Itulah sebabnya, Menteri ESDM telah menetapkan pada tanggal 19 Juni 2017 “Pulau Flores sebagai Pulau Panas Bumi” (Flores Geothermal Island).   

Tidak hanya hal itu, tetapi latar belakang hari studi hari ini adalah persoalan rencana eksplorasi Wae Sano, Paroki Nunang, Manggarai Barat yang mendapat penolakan sebagian besar masyarakat.

Surat Uskup kepada Presiden Jokowi

Sebagai buntut masalah ini, Bapak Uskup Ruteng, Mgr. Siprianus Hormat pada tanggal 9 Juni 2020 telah mengirim surat kepada Presiden Jokowi yang menyampaikan kecemasan masyarakat tentang bahaya projek itu bagi keselamatan dan ruang kehidupan mereka.

Kantor Staf Presiden (KSP) kemudian bereaksi cepat menghubungi pihak keuskupan dan memfasilitasi dialog dengan Kementerian ESDM.

Dalam rangka penyelesaian komprehensif atas persoalan Waesano, pada tanggal 2 Oktober 2020 pihak Dirjen Energi Baru Terbarukan (EBTK) menyepakati nota kesepahaman (MOU) dengan pihak Keuskupan Ruteng.   

Hari studi ini, demikian menurut Direktur Puspas Keuskupan Ruteng Romo Martin Chen, bertujuan memperdalam pengetahuan dan wawasan peserta tentang energi panas bumi. Momentum ini juga menjadi penting untuk mengklarifikasi pelbagai persoalan rencana eksplorasi panas bumi Wae Sano.

Para peserta hari studi geothermal di Puspas Keuskupan Ruteng. (Ist)

Hal ini pada gilirannya membantu para pelayan pastoral dalam pemahaman komprehensif tentang geothermal maupun dalam kegiatan advokasi yang tepat terhadap persoalan yang ada.

Harapan senada diungkapkan oleh Romo Alfon Segar Pr, Vikjen Keuskupan Ruteng, dalam sapaan selamat datangnya kepada tim ESDM.

“Kiranya pengetahuan dan pemahaman tentang geothermal yang disampaikan para ahli geologi dalam studi ini bisa menjawabi kecemasan-kecemasan masyarakat,” ungkapnya.

Paparan Kementerian ESDM

Dalam paparan materinya, Bapak Sahat Simangunsong dari ESDM menjelaskan, Indonesia memiliki potensi panas bumi yang sangat besar dengan sumber daya 23.965,5 MW. Sayangnya yang baru termanfaatkan hanyalah 2130,7 MW (8,8%).

Karena itu Pemerintah berkomitmen agar panas bumi menjadi punggung penyediaan energi masa depan. Hal ini memberi kestabilan ekonomi nasional, karena Indonesia terbebas dari fluktuasi harge energi global.

Orientasi panas bumi ini terlebih lagi didorong oleh menipisnya cadangan energi fosil (minyak bumi) di Indonesia dan sifat energinya yang ramah lingkungan (clean energy).  

Selama ini, kebanyakan orang mengidentikkan pemboran geothermal dengan aktivitas tambang yang merusak lingkungan secara masif. Pemaparan materi dari Tim ESDM memperlihatkan perbedaan keduanya baik dari segi kandungan yang terdapat dalam perut bumi maupun dampak yang timbul dari aktivitas pemboran.

Ali Ashat, dosen Institute Teknologi Bandung menyebutkan minimnya dampak lingkungan dari aktivitas pemboran geothermal.

“Kandungan yang terdapat dalam geotermal umumnya adalah H2O (uap dan air). Uap geothermal tidak menyebabkan polusi udara dan juga air yang keluar dari perut bumi tidak mengalir ke danau tetapi disuntik kembali ke dalam perut bumi. Geothermal benar-benar ramah lingkungan”, ungkap Ali.

Tanya jawab

Hari studi geothermal ditutup dengan sesi diskusi. Pertanyaan demi pertanyaan dari para peserta studi menggali informasi lebih lanjut sekaligus memperluas wawasan tentang geothermal khususnya terkait perencanaan geothermal di Wae Sano, Kabupaten Manggarai Barat.

Persoalan dasar yang diangkat adalah keamanan geothermal bagi masyarakat Wae Sano, terutama karena rencana eksplorasinya berada di dekat pemukiman penduduk dan danau Sano Nggoang.

Untuk itu, Dirut Geo Dipa Energi Bapak Riki Ibrahim, pimpinan BUMN dari Kementerian ESDM yang menjadi pelaksana teknis pengeboran, akan  menjamin keamanan proyek geotherma Wae Sano.

“Kami telah memperhitungkan secara teliti dan menjamin keamanan projek ini. Kami juga berpengalaman mengelola puluhan proyek sejenis yang beberapa di antaranya dekat dengan pemukiman penduduk dan satunya berada dekat kawasan Danau Dieng,” ujarnya meyakinkan. 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here