Harta dan Kedudukan  

0
281 views
Ilustrasi - Iringan gamelan. (Ist)

Renungan Harian
Jumat, 12 Agustus 2022
Bacaan I: Yeh. 16:n1-15. 60. 63.
Injil: Mat. 19: 3-12
 
ADA
sebuah tembang (lagu) dalam bahasa Jawa yang memberi nasIhat perkawinan yang amat bagus.

Gegaraning wong akrami (pegangan, pedoman atau dasar orang membangun rumahtangga)
Dudu bandha dudu rupa (bukan harta dan bukan pula kemolekan fisik yang nampak)
Amung ati pawitane (hanya hati yang menjadi dasarnya)
Luput pisan kena pisan (apabila sekali salah maka akan cenderung banyak kesalahan)
Lamun gampang luwih gampang (kalau dihadapi dengan mudah makan akan menjadi mudah)
Lamun angel, angel kelangkung (Namun bila dihadapi dengan sulit, maka akan menjadi lebih sulit)
Tan kena tinumbas arta (tidak bisa dihargai dengan uang)
 
Pesan itu mau menegaskan bahwa hidup perkawinan hendaknya tidak didasarkan pada harta benda atau hal-hal fisik tetapi melihat ketulusan dan kejernihan batin.
 
Ada sebuah peristiwa perkawinan yang menurut saya mengenaskan, tetapi sekaligus menggelikan.

Pasangan ini sudah lama pacaran dan mereka sudah sangat saling mencintai. Namun sayang, perjalanan cinta mereka untuk sampai pada perkawinan terhalang restu dari keluarga perempuan.

Keluarga perempuan berpandangan bahwa pria ini tidak akan mampu untuk memberi kesejahteraan untuk puteri mereka. Karena pria ini berasal dari keluarga sederhana dan juga sebagai karyawan biasa.

Keluarga perempuan berharap puterinya mendapatkan orang yang punya kedudukan dan cukup berada.
 
Saat mendengar bahwa pria ini akan mendapatkan jabatan dan dengan demikian mendapatkan penghasilan yang lebih, maka keluarga perempuan memberi restu untuk perkawinan.

Pemberkatan perkawinan diadakan dengan meriah demikian pula dengan pesta yang digelar.
 
Namun belum sempat diangkat untuk menduduki jabatan baru, pandemi Covid-19 menyebar dan mengakibatkan banyak perusahaan ada dalam kesulitan; sehingga pria ini tidak jadi menduduki jabatan baru pun tidak mendapatkan kenaikan pendapatan.

Akan tetapi istEri tidak mempermasalahkan keadaan suaminya. mereka tetap hidup rukun dan damai.

Tidak demikian dengan pihak keluarga istEri, mereka merasa dibohongi oleh pria ini sehingga keluarga berusaha memisahkan mereka dan entah dengan cara bagaimana keluarga berusaha menceraikan secara sipil.

Pihak keluarga perempuan pun datang ke saya meminta bantuan untuk memisahkan pasangan ini karena menurut keluarga ada pembohongan.

Dengan segala penjelasan yang saya berikan tidak bisa diterima oleh mereka. Satu hal bahwa mereka ingin Gereja memisahkan dan menurut mereka sedang mengurus perceraian sipil.

Saya hanya mengatakan bahwa saya akan mengurus, tetapi tidak menjanjikan apa pun karena menurut saya sulit untuk menemukan titik pokok permasalahan pasangan ini.
 
Beberapa waktu ini setelah pandemi reda, pria ini diangkat menjadi salah satu pimpinan perusahaan; dan tentu saja berita ini sampai ke keluarga perempuan.

Dan apa yang terjadi, keluarga perempuan berusaha untuk membatalkan urusan perceraian sipil, kalau perlu mereka akan dinikahkan lagi.

Mereka pun datang ke saya minta agar perkawinan anaknya diberkati lagi.
 
Saya berkata agak keras ke keluarga itu, agar mereka tidak main-main dengan hidup perkawinan.

Saya meminta keluarga untuk menyerahkan sepenuhnya keputusan itu pada anak mereka, dengan tegas saya minta agar mereka tidak mencampuri urusan perkawinan anak mereka; apalagi dasarnya soal kedudukan dan harta.
 
Sebagaimana sabda Tuhan hari ini sejauh diwartakan dalam injil Matius, Yesus menegaskan bahwa perkawinan adalah hukum ilahi.

“Karena itu apa yang dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.”
 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here