SEJUMLAH eks seminaris (eksim) di beberapa milis paguyuban eksim menyatakan keresahannya setelah mencermati fenomena banyaknya akun-akun di dunia virtual berlabel Gereja Katolik namun melakukan upaya penggalangan dana dengan memakai nomor rekening pribadi. Barangkali, tujuan penggalangan dana itu sangat jelas untuk sebuah tujuan tertentu sebagaimana tampil dalam status atau message akun tersebut. Namun masalahnya adalah bagaimana publik bisa tahu sejauh mana dana yang telah terkumpul itu memang sudah digunakan sesuai maksud dan tujuan penggalangan dana tersebut.
Kalau misalnya, akun itu menyebutkan dipakai untuk penggalanan dana Gereja, nah Gereja yang mana, untuk keperluan apa? Umat yang tidak tahu seluk-beluk hirarki dan tata kelola pemerintahan gerejani akan dengan sangat mudah keblusuk kena tipu lantaran tidak bisa mencek sejauh mana uang yang sudah terkumpul dari dana umat itu memang dipakai sesuai maksud dan tujuannya.
Kalaupun memang dipakai sesuai maksudnya, apakah dana yang telanjur dan berhasil terkumpulkan itu juga dipakai semuanya untuk kepentingan Gereja? Susah mencari jawaban atas pertanyaan ini, karena umat sudah keburu menyumbang dan tidak tahu kemana lagi uang itu mengalir.
Tak terkontrol
Bahkan bisa sangat mungkin, penggalangan dana itu mengalir tanpa henti alias tidak pernah dengan sengaja dihentikan karena sudah melampaui “target”. Misalnya diandaikan tujuan penggalangan dana itu murni untuk sebuah tujuan baik dengan target –umpamanya hanya Rp 10 juta saja— nah, apakah umat bisa mengontrol kalau sudah melampui target pencapaian Rp 10 juta, maka kegiatan fund-raising ini dengan sendirinya secara moral juga harus “dihentikan”.
Jawabannya susah, karena sekali lagi sangat tergantung dari moralitas si pemilik akun tersebut.
Jadi, mulai sekarang marilah kita berhati-hati menyikapi ajakan memberi sumbangan —berapa pun itu nilainya—untuk sebuah kepentingan Gereja, namun “Gereja mana” dan untuk keperluan persisnya apa tidak pernah jelas.
Juga, jangan mudah terkecoh kalau nama-nama petinggi Gereja seperti Uskup dan pastur dicantumkan dalam akun tersebut. Bisa jadi memang benar. Tapi bisa juga itu asal comot pasang nama Uskup dan pastur, karena toh di dunia virtual ini pasang-memasang nama dan foto bisa dilakukan dengan sangat-sangat mudah.
Entah ada berapa fanspage FB atas nama Katolik yg mengumpulkan dana utk kegiatan “gereja”..tapi satu fanspage yg saya tahu kredibilitasnya yaitu fanspage Gereja Katolik..jika tidak teruji mana mungkin adminnya diwawancara oleh majalah Hidup, dan di jadikan artikel utama. So ada baiknya tulisan diatas ditulis dg prinsip “cover both side” biar tak terkesan timpang, hanya menulis keresahan eks seminaris….
Tanpa mengurangi rasa sebaiknya disamping menulis kekuatiran kaum eks seminaris, ada baiknya diwawancarai juga..pengelola akun2 atas nama Katolik tsb. Buktinya majalah Katolik sekelas “Hidup” mau menulis sbg artikel utamanya di bulan februari kemarin, di artikel itu dijelaskan kenapa admin fanpage Gereja Katolik menggunakan akun pribadinya. Jadi dari sisi kredibilitas paling tidak fanspage Gereja Katolik..bisa dipertanggungjawabkan. Redaksi Hidup pasti meneliti dulu sebelum menurunkan tulisan tersebut.
Terima kasih atas perhatiannya.
Kami mengedepankan keresahan yang dirasakan banyak orang dan perspektif itu yang ingin kami angkat tanpa mau merujuk pada sebuah akun spesifik tertentu.
Saya hargai tulisan ini sebagai “early warning” kepada setiap orang Katolik yang tertarik untuk menyumbang dana melalui akun2 “Katolik”. Memang harus dikritisi, dicari tahu latar belakangnya yang jelas sebelum seseorang mau menyumbang. Sebagai pembanding tulisan diatas saya ada baiknya jika pembaca artikel ini juga membaca majalah mingguan Katolik “Hidup” edisi 06 tahun ke-66, tanggal 5 Februari 2012, dengan artikel utama “Gerakan Awam Facebook Gereja Katolik” dimana disebutkan fanpage FB “gereja Katolik” juga mengumpulkan dana untuk membantu pembangunan/renovasi gereja2 didaerah terpencil. Dalam artikel tersebut juga ditulis alasan kenapa akun untuk dana sumbangan menggunakan nama pribadi admin GK, bagaimana mekanisme pembanguan, pemberian sumbangan, penyaluran sumbangan dan pertanggungjawaban admin GK terhadap dana sumbangan. Dalam sajian utama majalah Hidup juga diturunkan tulisan tentang pihak2 yang di”bantu” oleh fanpage FB Gereja Katolik. Dan juga wawancara Hidup dengan Sekjen KWI, Mgr Johannes Pujasumarta (Uskup Agung KAS) mengenai hal tersebut. Mgr Puja memuji ide brilian admin FB GK, tapi juga mengingatkan agar tetap berhati-hati dalam sebuah tata kelola keuangan. Jadi memang perlu kehati-hatian sebelum menyumbang melalui akun2 jejaring sosial atau semacamnya, tapi juga perlu ditegaskan tidak perlu kekuatirannya diperbesar hingga takut “melangkah”
Rasanya lebih akuntable, kalau penggalangan dana tidak dilakukan atas nama pribadi melainkan sebuah lembaga dan diaudit.
apakah ‘mereka’ mengetahui, bagaimana proses sebuah ‘lembaga’ di bentuk ?
seringkali mereka mereka hanya meng’kritisi’ tetapi tidak memberikan ‘solusi’ yang terbaik.
cobalah kita juga lebih bijak dalam menilai.
ada gerakan 5.000 Rupiah yang di galang oleh @Admin page GK.
ada juga @member yang men respon, (MAAF) bahwa mereka belum bisa berpartisipasi.
sedangkan biaya untuk membentuk sebuah lembaga, tidaklah ‘kecil’.
saran saya bagi mereka yang merasa kwatir akan penyalah gunaan dana tersebut…
lebih baik mereka juga ‘masuk’ kedalamnya.
sehingga mereka pun dapat meng kontrol nya.
bagaimana mereka bisa mengontrolnya, apabila mereka berada di luar.
bertemulah dengan mereka yang menggalangnya.
di akhir kata, ijinkanlah saya mengutip ayat.
Kisah Para Rasul 5:11
Maka sangat ketakutanlah seluruh jemaat dan semua orang yang mendengar hal itu.
Sungguh disayangkan artikel yang anda tulis itu sangat tidak berimbang.
Mudah sekali menghakimi orang.
Padahal sebelum menurunkan tulisan ini, seharusnya tidak sulit bagi anda untuk melakukan cross check kepada pihak Gereja (melalui pastor paroki ybs) yang diklaim sudah dibantu kan??
Curiga boleh, tapi kalau sudah menghakimi seperti ini, sungguh menyedihkan….
Kami tidak bermaksud menuduh atau menghakimi. Kami juga tidak rujuk nama atau akun spesifik. Konsern kami adalah kecemasan banyak orang. Aspek itu yang ingin kami angkat.
Terima kasih atas perhatiannya.
hmmm…
sah sah saja ‘mereka’ menulis seperti itu…
karena mereka tidak men judge secara khusus, terhadap siapa.
anggaplah itu sebagai ‘warning’ bagi oknum oknum tertentu yang mempunyai niat tertentu pula dengan menggunakan nama ‘Katholik’.
TETAPI…
bagi page Gereja Katolik…
maju terus, pantang surut oleh suara suara miring baik dari luar…, maupun dari @Member page Gereja Katolik yang sudah terlanjur apriori…
**ada gereja stasi yang sudah selesai di bangun dengan (sebagian) ‘bantuan’ dari donatur @Member page Gereja Katolik.
lokasi nya ada di jawa tengah.
masuk ke dalam perkampungan, dengan jalan berbatuan dan turun naik.
entahlah, kalau kondisi hujan, apakah mudah di jangkau oleh para Imam.
hampir saya pastikan…
BANYAK @MEMBER page Gereja Katolik ataupun umat umat Katolik lainnya yang berdomisili di jawa tengah, yang tidak akan dapat melihat secara langsung, bagaimana gereja tersebut.
dan saya berterimakasih pada teman teman, karena saya dapat melihatnya…
Persis itulah yang kami maksudkan. Kami tidak merujuk nama, identitas akun fb, namun lebih peduli pada keresahan orang yang peduli soal akuntabilitas. Terima kasih atas perhatiannya.
belum tentu niat meraka tidak baik…kalau mereka tulus,why not..jadi jangan dihakimi,,dengan tulisan yang tidak seimbang..