Hidup, Sebuah Penantian

0
1,477 views

[media-credit name=”google” align=”alignright” width=”300″][/media-credit]PERNAHKAH Anda bayangkan bagaimana seorang istri menjalani hari-hari sebagai pasangan seorang serdadu yang tengah bertugas di medan pertempuran?

Bukan perkara mudah untuk menjalaninya, bukan? Terlebih, hari-hari selalu dihantui dengan ketidakpastian akan nasib orang yang dikasihi. Apalagi godaan-godaan terus-menerus membahayakan hubungan mereka.

Kisah-kisah penuh warna ini dijalani oleh Claudia Joy Holden, Denis Sherwood, Roxy LeBlanc dan Pamela Moran. Empat perempuan ini bersuamikan serdadu Amerika Serikat. Suami-suami mereka, ditugaskan di medan pertempuran.

Berbagai persoalan hidup muncul mewarnai kehidupan mereka. Dari menjalani kehidupan sebagai “single parent” atau orangtua tunggal hingga menanti ketidakpastian akan nasib suami-suami mereka. Sebuah kisah yang mengugah. Menyelami kehidupan penuh warna yang nyaris serupa dengan kehidupan nyata para pasangan tentara.

Dalam hidup sehari-hari kita semua juga sedang menanti. Ada yang senang menanti orang yang dicintai. Ada yang menanti hadiah dari seseorang.”

Mereka dituntut untuk tetap setia dalam penantian. Mereka mengisi penantian tak menentu itu dengan berbagai kegiatan. Mengurus anak dengan baik merupakan satu sisi kehidupan mereka. Karena itu, kehidupan mereka jauh dari kesepian.

Sisi kehidupan seperti ini menjadi suatu keutamaan yang mereka jalani sehari-hari. Hasilnya adalah suatu situasi yang membahagiakan. Suatu situasi yang juga membanggakan atas tugas militer sang suami di medan laga.

Sebuah penantian
Sahabat, dalam hidup sehari-hari kita semua juga sedang menanti. Ada yang senang menanti orang yang dicintai. Ada yang menanti hadiah dari seseorang. Saya baru saja mendapat sms dari seseorang. Ia berkata, “Tolong bantuin aku, Tuhan. Aku sekarang ini lagi nggak ada uang belanja. Aku tak tahu mau ke mana aku harus minta bantuan.”

Orang yang saya tidak kenal ini sangat membutuhkan bantuan. Ia ingin meneruskan perjalanan hidupnya yang masih panjang. Ia sedang menantikan uluran tangan orang-orang yang berkehendak baik. Ia sedang mengalami kesulitan hidup.

Pantaskah ia berlama-lama menanti uluran tangan dari sesamanya? Bukankah hidupnya mesti berjalan terus? Bukankah ia tidak ingin hidupnya berhenti lantaran tidak mendapatkan sesuap nasi?

Tentu saja pesan sahabat kita satu ini membangunkan insting manusiawi kita untuk memberi dari apa yang kita miliki. Bukankah setiap manusia telah diberi kepercayaan oleh Tuhan untuk memiliki hati yang rela memberi?

Karena itu, penantian penuh harapan dari sahabat kita satu ini sudah semestinya mendapatkan jawaban. Dengan demikian, ia dapat melanjutkan perjalanan hidupnya dengan senyum bahagia.

Mari kita memupuk hati kita untuk mudah tergugah oleh penantian panjang sesama kita. Tuhan memberkati.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here