Imam Sukses dan Bahagia, Teladanilah Hidup Paus Johannes XXIII

0
577 views
Ilustrasi: Nanti jadilah imam yang sukses dan bahagia. Beginilah model formatio yang diterapkan di Seminari Tinggi Interdiosesan San Giovanni XXIII Malang untuk para frater calon imam diosesan 10 Keuskupan di. Seminari Tinggi Interdiosesan San Giovanni XXIII Malang. (Dok. Sesawi.Net)

MENELADANI San Giovanni XXIII.

Dalam menapaki panggilan sebagai calon imam, seorang frater tentu memerlukan penguatan. Mungkin saja tidak harus setiap hari, dalam sebulan ada semacam pertemuan rutin untuk me-refresh kembali dan merenung sejenak.

Rekoleksi menjadi angin segar untuk menutup mata dari segala kesibukan dan membuka mata hati untuk melihat ke dalam sanubari.

Bagi seorang calon imam, mediasi untuk rekoleksi ini menjadi sangat penting dalam proses formatio di Seminari Tinggi Interdiosesan San Giovanni XXIII Malang.

Romo Yohanes Endi Pr pada rekoleksi bersama para frater tingkat satu mencoba menyegarkan kembali spiritualitas San Giovanni XXIII sebagai batu loncatan untuk menjalani panggilan.

Bisa saja, selama ini para frater mengalami kekeringan atau membutuhkan inspirasi untuk bangkit.

Dalam sesi rekoleksi ini, para frater diajak untuk bangkit kembali dengan merujuk pada cara hidup San Giovanni XXIII dalam melaksanakan proses formatio sebagai calon imam hingga pada akhirnya beliau dipilih Tuhan menjadi Paus Johannes XXIII.

Paus Johaness XXIII saat masih muda belia. (Ist)

San Giovanni XXIII merupakan salah satu buah cinta yang hidup dan lahir dari keluarga. Maka dari itu, ia hidup dan berakar dari relasi cinta dan afektif keluarga. Seperti yang diketahui, keluarga adalah Gereja Kecil, tempat iman tumbuh.

Maka dari itu, orangtua menjadi cinta pertama bagi seorang anak dan terkadang mencintai dengan tulus tanpa disadari. Di dalam keluarga, terjadi hubungan saling terkait antara cinta dan afeksi.

Maka, cinta dan afeksi tersebut tidak dapat dipisahkan dan bahkan mengadalkan satu satu dengan yang lain. “Tidak ada cinta tanpa afeksi, tidak ada afeksi tanpa cinta,” demikian Romo Endi menyebut kaitan efeksi dan cinta tersebut.

Mayoritas datang dari keluarga sederhana

Setiap calon imam perlu mensyukuri situasi dan kondisi latar belakang keluarga. Maka dari itu, menjadi seorang imam perlu melakukan penyangkalan diri, mengosongkan diri, hidup dalam kesederhanaan, dan harus bangga dengan latar belakang keluarganya.

Bahkan harus bangga apabila lahir dan besar dari keluarga miskin. Sebab dari itulah mengalir nilai-nilai keutamaan untuk hidup sederhana.

Sebagian besar imam di Indonesia lahir dari keluarga yang sederhana, menengah ke bawah.

Tetapi kelak ketika menjadi imam, status imamat tersebut dapat mengangkat setinggi mungkin seorang manusia dan dihormati oleh banyak orang.

Ini adalah rahmat yang diberikan oleh Tuhan Yesus kepada para imam.

Tetapi jangan karena hal tersebut malah membuat menjadi bangga diri, sombong, tinggi hati.

Ini harus direfleksikan secara rendah hati dengan sangat mendalam sebagai pemberian dari Tuhan.

Seorang imam harus tetap rendah hati dan menghidupi kesederhanaan yang diajarkan oleh Kristus.

Paus Johannes XXIII atau San Giovanni XXIII adalah Paus pencetus gagasan Konsili Vatikan II yang pengaruhnya luar biasa bagi Gereja dan ajaran-ajarannya. (Ist)

Berpijak dari hidup San Giovanni

Kesuksesan bagi calon imam adalah menjadi imam itu sendiri menurut kacamata San Giovanni XXIII. Ia menyadari diri bahwa bukan lahir dari latar belakang yang istimewa. Kedua orangtua San Giovanni adalah seorang petani. Tanpa menyadari keterbatasan baik itu fisik, psikis, atau latar belakang, ia tentu akan mengalami kesulitan untuk berkembang dan bahkan semakin terpuruk.

San Giovanni menyadari hal tersebut dan belajar keras serta disiplin untuk mengejar ketertinggalan. “Disiplin dan kerja keras tidak akan pernah mengkhianati hasil dan pasti akan sukses seperti San Giovanni XXIII,” ungkap Romo Endi yang acapkali menggunakan quotes tersebut ketika mengajar di kampus.

Oboedentia (ketaatan)

Ketaatan berasal dari kata oboedentia (bahasa latin) dari kata dasar ob (untuk) dan audire (mendengarkan).

Dengan demikian ketaatan berarti tindakan (untuk) mentaati dan mematuhi suatu perintah.

Kata tersebut dapat ditemukan dari motto tahbisan San Giovanni XXIII: Oboedentia et Pax.

Dalam kesehariannya, San Giovanni membiarkan Roh Allah bekerja di dalam dirinya sehingga ia mampu melakukan pembaharuan dalam Gereja. Salah satu paham yang saat ini masih menjadi perdebatan adalah teologi Bahtera Nabi Nuh: Extra Ecclesiam Nulla Salus yang berarti di luar Gereja tidak ada keselamatan.

Namun demikian, dalam Konsili Vatikan II yang digagas oleh San Giovanni XXIII, teologi tersebut telah mengalami perubahan di mana dalam agama lain pun terdapat keselamatan dengan syarat bahwa individu tersebut menghidupi hukum Kristus, yaitu hukum Kasih.

Berbicara tentang ketaatan, Gereja Katolik memiliki sumber teologi yakni tradisi, Kitab Suci dan magisterium (ajaran Bapa Gereja) serta Hukum Kanonik. Ketaatan tersebut menjadi jiwa atau keutamaan bagi Gereja Katolik.

Istilah Thomas Aquinas yang cukup terkenal mengenai ketaatan: Taat saat memerintah pada kebaikan, tidak taat saat memerintah pada keburukan.

Maka dari itu, setiap orang Katolik harus senantiasa taat pada hal-hal baik yang tentunya seturut kehendak Allah.

Ada beberapa alasan mengapa setiap dari kita hendaknya menanamkan sikap taat.

Pertama, kita hidup dengan orang lain maka munculah aturan. Kedua, hidup berkomunitas di mana ada pimpinan yang mengarahkan.

Selanjutnya, ketika kita taat maka hukum timbal balik terjadi, kita juga akan ditaati. Tentu saja ketaatan tersebut sungguh-sungguh dijalankan dengan tindakan nyata.

Yesus sendiri taat pada kehendak Bapa. Hal itu dapat kita lihat dalam misteri inkarnasi.

Romo Yohanes Endi Pr.

Romo Endi menjelaskan beberapa poin bukti ketaatan Yesus pada Bapa.

Yesus menaati sabda yang sesuai dengan kehendak Bapa. Ia menghadirkan Allah dalam kata-kata dan juga tindakan-Nya. Yesus melakukan mukjizat sesuai dengan kehendak Bapa, Ia menderita, disalibkan dan mengalami kebangkitan. Itu semua adalah demi keselamatan jiwa-jiwa (salus animarum).

Kesuksesan

Tema terakhir yang disampaikan oleh Romo Endi adalah mengenai Kesuksesan.

Tema tersebut diberikan agar para calon imam di Seminari Tinggi Interdiosesan San Giovanni XXIII kelak dapat menjadi imam yang bahagia dan sukses.

Apabila seorang calon imam tidak bahagia dalam panggilannya, maka tidak perlu membuat alasan apapun lagi untuk melanjutkan. Jika seorang imam selalu menggerutu, merasa bosan, mengeluh setiap hari, bisa jadi itu mungkin bukanlah jalan yang dipilih.

Calon imam yang sukses tentu akan menikmati proses dengan nyaman dan bahagia.

Kesuksesan bagi seorang frater tidak melulu terletak pada nilai yang baik, tetapi menjadi seorang imam dan tentu itu dimulai dari proses. Sementara kebahagiaan sendiri bukanlah sesuatu yang siap untuk dilakukan, melainkan tindakan.

Maka dari itu, para calon imam harus menatap masa depan, berprinsip, mampu menerima diri, memiliki pengalaman dicintai Tuhan dan membalas cinta Tuhan itu dengan tindakan nyata.

Mengenai prinsip, Romo Endi menekankan bahwa hendaknya setiap calon imam tetap tegas dalam prinsip, namun lembut dalam caranya.

Nonton masa kecil Yesus

Setelah disuguhkan beberapa materi, para frater menonton sebuah film yang berjudul The Young Messiah.

Film ini menampilkan sosok anak kecil yang bernama Yesus yang sejak kecil harus menghadapi situasi sulit. Di mana ia dan keluarganya (Yoseph dan Maria beserta sanak saudaranya) harus mengungsi ke Mesir karena kekejaman Herodes atas kelahiran Mesias yang dianggap saingannya.

Cuplikan adegan dalam film “The Young Messiah”.

Ia membantai seluruh anak-anak Betlehem dengan sadis.

Di masa kecil ini pula gambaran kesadisan Kekairan Roma yang menghukum banyak orang dengan disalibkan, pemberontakan orang Yahudi dan hidup yang selalu diawasi ketat oleh prajurit Roma.

Dan di sini Yesus sang Mesias kecil menjalani kisah ketaatannya di usia yang belia. Ia taat pada perintah Tuhan, taat pada orangtanya dan berjuang keras untuk memahami dan mendengarkan.

Sekalipun terhimpit dalam situasi berat, penuh pertanyaan, tahu bahwa ia kelak akan mati, ia tetap taat.

Melalui film ini, para frater diajarkan untuk mengalami ketaatan Kristus. Refleksi pribadi yang diharapkan adalah bagaimana seorang calon imam mampu menemukan kedamaian saat menjalani ketaatan.

Kemudian Romo Endi juga meminta para frater untuk menggali keutamaan-keutamaan untuk bekal hidup menuju imamat suci. Peluang-peluang di masa muda yang dapat dimanfaatkan seperti mengasah talenta, berkreasi, partisipasi aktif dalam kegiatan-kegiatan positif, rasa ingin tahu yang tinggi dan berinovasi sebagai agent of change apabila bercermin dari masa muda Yesus dan sumbangsih pada Hari Orang Muda Sedunia 2021 yang dirayakan pada hari ini.

  • Penulis: Fr. Fransesco Agnes Ranubaya
  • Pemateri rekoleksi: Romo Yohanes Endi Pr.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here