Iman Katolik: Apa Pentingnya Mendoakan Orang Sudah Meninggal?

0
3,174 views
Ilusttasi: Para suster mendoakan arwah semua orang beriman, tak terkecuali Uskup pertama Gereja Katolik Kalimantan Mgr. Jan Pacificus Bos OFMCap yang dimakamkan di Kerkop St. Yusuf Pontianak -- di belakang persis Gereja Katedral Pontianak. (Sr. Maria Seba SFIC)

SAYA orang Katolik, sudah babtis. Tapi saya masih menyimpan pertanyaan berikut ini:

Tradisi budaya Jawa mengenal peringatan 3, 7, 40, 1.000 hari setelah meninggalnya seseorang. Tujuannya adalah mendoakan jiwa orang yang sudah meninggal.

Tapi, bagaimana kalau tidak ada orang yang kemudian (mau) mendoakannya, karena juga tidak ada orang yang mengenal almarhum-almarhuman tersebut? 

Pertanyaan tersebut sebenarnya dapat diperluas menjadi: Bagaimana dengan mereka yang sudah meninggal, sebelum ada tradisi seperti di atas?

Atau bagaimana dengan  jiwa-jiwa yang masyarakatnya tidak mengenal tradisi mendoakan orang yang sudah meninggal?

Bahkan bisa ditarik ke pertanyaan yang  lebih jauh lagi: Bagaimana  engan mereka yang sudah meninggal, sebelum Yesus? Atau meninggal sebelum ada agama di bumi ini?  

Kalau menurut keyakinan saya -semoga ini cocok dengan keyakinan Gereja- sepanjang sejarah peradaban manusia ada rumusan yang serupa. Yakni bahwa jiwa manusia tidak mati dengan matinya tubuh manusia.

Rumusannya memang berbeda-beda. Ada yang disebut berinkarnasi. Ada yang masih bisa diajak komunikasi dengan orang-orang tertentu, orang dekat, orang bertalenta khusus. Entah lewat mimpi, penerawangan, “penampakan”, indera keenam, dsb.

Perantara kita

Last but not least, kita orang Katolik meyakini bahwa jiwa orang tertentu bisa kita “sambat sebut-i“, karena jadi perantara (doa-doa) kita. Bunda Maria dan para santo-santa adalah sebagian dari contohnya. 

Jadi satu hal menjadi jelas. Orang yang sudah meninggal dapat membantu kita.  Contohnya ada banyak. Yakni, terjadinya aneka mukjizat yang terjadi di seluruh dunia, sepanjang sejarah peradaban manusia.

Komunikasi kita dengan orang-orang khusus, Orang-orang Kudus yang menanggapi atau menjawab kebutuhan kita.

Jiwa-orang yang dengan perantaraannya, kita berdoa. Sebaliknya, kurang atau tidak ada cukup tanda, -kalau bukan bukti-, bahwa doa-doa kita berefek pada jiwa-jiwa yang kita doakan.

Arwah nglambrang?

Apakah mungkin dapat disebut seperti misalnya: doa untuk arwah penasaran, atau doa untuk jiwa-jiwa yang masih membayangi orang-orang terdekat, atau mengganggu seseorang.

Setelah didoakan, arwah-arwah tersebut biasanya tidak mengganggu lagi. Ini menandakan yang kita lakukan, doa kita ada dampaknya, ada efeknya. Bukan karena kekuatan, atau kehebatan doa kita, melainkan karena Tuhan.

Artinya, kecuali relasi kita dengan orang yang sudah meninggal, sejatinya ada relasi yang lebih hakiki. Yakni relasi kita dengan Tuhan, dan relasi orang yang sudah meninggal juga dengan Tuhan yang sama.

Jadi, kalau demikian, harus diterima, bahwa doa-doa untuk orang yang meninggal jelas berdampak. Atau, minimal memang berarti. Ya, berarti untuk yang kita doakan, maupun berarti buat kita yang mendoakan.

Ini sama dengan keyakinan Gereja.

Maka itu ada intensi, ekaristi requiem untuk jiwa yang sudah meninggal. Itulah pula sebabnya, Gereja juga punya doa khusus untuk mereka yang tak dikenal, tak didoakan oleh orang dekatnya.

Memang doa kita tidak mengubah Tuhan. Tetapi mengubah mereka yang berdoa dan kita yakin, juga berakibat pada mereka yang kita doakan.

Kembali ke pertanyaan di atas. Menurut saya, itu menjadi jelas jawabnya. Yakni bahwa kuasa kasih Tuhanlah yang sesungguhnya melimpahkan kerahimanNya, kalau tak boleh dikatakan mengurus jiwa-jiwa yang tak sempat didoakan manusia.

Tentu saja, dalam keyakinan kita, kelakuannya ketika ia masih hidup di dunia tetap akan berdampak. Apa hidup berkenan pada Tuhan atau tidak, semuanya ada konsekuensinya.

Tuhan selalu berkarya

Artinya, sebelum ada tradisi mendoakan orang meninggal, sebelum ada agama,  sebelum kedatangan Kristus pun, Tuhan sudah dan selalu berkarya. Tuhan sudah menawarkan keselamatan kepada manusia.

Dulu, sampai kini dan nanti, Tuhan selalu menawari keselamatan kepada kita manusia. Akhirnya, semua tergantung pada putusan dan pilihan kita: menerima atau menolaknya.

Menerima berarti mau hidup sesuai dengan kehendak Tuhan. Konsekuensi atas pilihan tersebut akan ditanggungnya di kehidupan kekal. Kerahiman Tuhan itu laksana samudera kasih. Tak terbayangkan oleh manusia.

Contoh dan buktinya sudah ada: Yesus, kematianNya diterima Bapa. Yesus sesuai dengan kehendak Bapa. Hidup-Nya membuat Bapa berkenan pada Yesus.

Dari kematian Ia dibangkitkan. Yesus dibangkitkan bukan karena didoakan oleh para murid, -karena mereka masih bingung dan ketakutan- Yesus dibangkitkan karena kasih kerahiman Bapa.

Dan ternyata jiwa bahkan “raga” Yesus dibangkitkan, bahkan kemudian diangkat ke surga.

Karena itu, kita tidak perlu kawatir atau kasihan pada mereka yang meninggal tanpa ada yang mendoakan, atau meninggal sebelum ada tradisi atau ada agama.

Tuhan karena cinta dan kerahimannya pasti peduli pada jiwa mereka.

Semarang, 17 Juli 2020

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here