In Memoriam “Babahe” Agung Sugiarto, Mantan Frater SJ (2)

0
779 views
RIP Agung Sugiarto (Ist)

DI kalangan teman-teman Jesuit dan mantan Jesuit, almarhum Antonius Agung Sugiarto (55) dikenal dengan sebutan akrab: Babahe.

Ia memang layak menyandang nama itu.

Bahkan sebutan itu sudah goes public sejak almarhum Agung Sugiarto lepas dari pendidikan dasar sebagai calon Jesuit di Novisiat Girisonta (1983-1985). Dan itu makin moncer sebagai sebutan akrab ketika almarhum memulai tugas pengutusan studi filsafat di STF Driyarkara Jakarta (1985-1989).

Saya tidak tahu, siapa yang memulai memanggil almarhum Agung Sugiarto dengan sebutan “menjengkelkan” Babahe itu, namun juga membuat kami jadi akrab itu.

Mungkin saja teman-teman angkatan novisiat SJ tahun 1983-85. Atau bisa jadi teman-teman SJ angkatan 1982-1984 yang merasa kenal betul dengan “tradisi” orang-orang Tionghoa. seperti Robert Haryono, Tony Santosa, Benny, dan Frankie Hardiman. Semua teman angkatan ini memang orang Tionghoa.

Yang pasti, tidak jelas siapa yang memulai. Namun, almarhum Agung Sugiarto rasanya memang sudah lengket 100% dengan sebutan Babahe tersebut.

Lahir di Juwana, besar di Semarang

Postur Babahe Agung Sugiarto sungguh gemuk, besar. Gaya bicara ceplas-ceplos khas Semarangan, walau dia lahir dan besar di Juwana, Pati, kawasan Pantura di sebelah Timur Pulau Jawa.

Yang pasti, Babahe Agung besar di keluarga pengusaha. Tepatnya juragan bakal alias kain.

Tentang hal itu, di tahun-tahun 85-an, dia sangat senang berkisah tentang masa kecilnya di Juwana dan bermain di antara tumpukan kain-kain dalam gulungan “pipa” dari bahan dasar kertas karton warna cokelat itu.

Karena ingin maju, Babahe lalu meninggalkan Juwana dan pindah ke Semarang. Ia ikut hidup bersama cicik-nya. Maka ia mulai belajar tingkat SMP-SMA di Kota Semarang dan baru kemudian masuk masuk Seminari Mertoyudan tingkat KPA (Kelas Persiapan Atas) tahun 1982.

Saya tidak mengenalnya di Seminari Mertoyudan, tapi di Novisiat Girisonta. Almarhum Babahe Agung setahun di bawah kami –angkatan 1982-1984. Namun, kami mulai mengenalnya lebih akrab di STF.

Kami tinggal di Frateran Kampung Ambon, sementara almarhum Babahe Agung kalau tidak salah ingat tinggal di Frateran Pulo Mas.

Nah, sejak itu pula citarasa hidup Babahe akan estetika mulai meletup. Ia suka berbusana rapi dan itu pasti lebih “estetik” dibanding para frater lainnya.

Maklum, almarhum lahir di kalangan keluarga pengusaha kain dan besar di Semarang –kota besar—sementara banyak frater SJ lainnya produk kawasan pedesaan dan benar-benar di Jakarta seperti “orang kampung masuk desa”.

Kini, Babahe Agung sudah pergi menemui Sang Pencipta. Ia meninggal dunia hari Jumat tanggal 13 Desember 2019 malam ini.

Babahe Agung Sugiarto meninggal sangat mendadak. Pukul 15.15 WIB Jumat ini, almarhum masih berkisah tentang pengalaman spiritualnya.

Rasa kehilangan itu tentu saja langsung menimbulkan “kehebohan” di antara kalangan Sesawi.

Maklum ada yang tiba-tiba saja harus “hilang” dalam tata pergaulan di kalangan Sesawi. Yakni, kehebohan dalam tata cara omongan dan kritik pedas tanpa tedeng aling-aling atas segala hal.

Dan di Sesawi, maka hal itu hanya ada dalam diri almarhum Babahe Agung Sugiarto. (Berlanjut)

http://www.sesawi.net/rip-agung-sugiarto-mantan-frater-sj/

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here