In Memoriam Donatus Danarka “Donet” Sasangka: Manakala Satu Remang Melepas Pulang Alumnus Seminari Mertoyudan

0
360 views
Manakala Satu Remang Melepas Pulang Alumnus Seminari Mertoyudan: Donet Sasangka. (Donet)

MANAKALA Satu Remang Melepas Pulang adalah judul karya fotografi almarhum Mas Danarka “Donet” Sasangka.

Foto itu ditayangkan di dinding laman Facebook-nya tanggal 18 Februari 2021. Karya ini berhasil menyuguhkan momen yang luar biasa indah, dinamis, sekaligus kontemplatif.

Keindahan itu tampak dalam konfigurasi warna dan perpaduan obyek-obyek yang berjalinan menyusun panorama. Dinamikanya tampak dalam simbol-simbol riak gelombang pantai dan perahu-perahu yang membangun imajinasi tentang jerih lelah dan perjuangan hidup.

Sisi kontemplatifnya muncul dari kesan keheningan dan “nuansa jeda” yang tercipta, yang sekaligus menyediakan beragam makna untuk dicerna sesuai dengan perspektif pembacanya.

Dalam pembacaan saya, foto ini mengabarkan bahwa momen yang berhasil dibidik oleh Mas Donet adalah momen yang penting dan tampaknya menggaungkan suatu makna yang mendalam baginya.

Dalam komentar di Facebook-nya, momen ini dibidik oleh Mas Donet kurang lebih pada tahun 2020 dan baru diunggah di dinding Facebook-nya tanggal 18 Februari 2021.

RIP Donatus Danarka Sasangka.

Ini berarti bahwa ia menangkap momen ini pada tahun bonus pertama, setelah pada tahun 2019 ia divonis mengalami kanker glioblastoma, satu jenis kanker ganas di otak kiri yang berada pada stadium IV.

Dan memiliki kesempatan untuk hidup kurang lebih tiga bulan setelah vonis itu dinyatakan. Ternyata, sampai tahun 2020 itu, ia masih mendapat anugerah dapat menghirup udara segar dan berlibur ke Kuta, Bali, serta berkesempatan mendokumentasikan momen yang indah ini. 

Dalam pembacaan saya pula, momen ini mencerminkan dinamika batin Mas Donet dan membuat panorama itu sangat berarti baginya.

Liminalitas kemanusiaan kita

Ketika memotret momen ini, ia sebenarnya sedang memotret ruang batinnya sendiri. Remang adalah ambang batas atau liminalitas antara malam dan siang.

Sekaligus, ia adalah liminalitas:

  • antara harapan dan kecemasan;
  • antara keyakinan dan keraguan;
  • antara jaminan dan ketidakpastian;
  • antara keberhasilan dan kegagalan;
  • antara kesedihan dan kebahagiaan;
  • antara kehilangan dan kepenuhan;
  • antara keikhlasan dan kemelekatan;
  • antara belenggu dan kebebasan;
  • antara kesepian dan keheningan;
  • antara kehidupan dan kematian.

Namun, liminalitas ini bukanlah sesuatu yang sangat tegas. Ia sangat lembut, halus, hening, tipis, dan tidak transparan. Hanya batin yang cermatlah yang dapat menghayati garis tipis lembut itu.

Tanpa kecermatan dan kebeningan, ia hanya akan lewat tanpa dinyana dan terlepas. Mencermati dan menghayati garis tipis lembut itu adalah sebuah pengalaman puncak (peak experience) sekaligus pengalaman memasuki momen yang abadi (timeless moment) dan mendalam.

Almarhum Donatus Danarka Sasangka berkaos biru jongkok di depan. Foto tanggal 31 Maret 2022. (Indro Suprobo)

Remang kehidupan

Saya menduga, melalui bidikan foto itu, Mas Donet telah memasuki momen itu secara mendalam.

Vonis dokter tentang sisa masa hidup yang hanya tiga bulan, namun telah dilampauinya itu, membawa Mas Donet memasuki pengalaman remang, liminalitas dalam hidup batinnya.

Ia tak tahu pasti sampai kapan ia masih boleh mengalami hidup ini, dan tak tahu kapan “saatnya itu tiba” dan hanya tahu bahwa “saatnya sudah dekat”.

Remang itu terbuka luas tanpa batas seperti hamparan laut yang seolah-olah menyentuh kaki langit di kejauhan. Semua hal yang pada masa-masa sebelumnya tampak terang benderang, dalam remang dan liminalitas itu, perlahan menguning dan menua seperti warna matahari yang menjemput batas laut.

Dalam batinnya telah tergambar bahwa perahu-perahu yang membawanya berlayar mengarungi kehidupan itu, sudah mendekati masa untuk ditambatkan di antara riak-riak kecil gelombang pantai, berdiam, kosong, memasuki jeda, masa tenggang dan lengang.

Perahu-perahu yang sebelumnya terhempas dalam deru liminalitas, kini bersandar dan menghirup ketenangan yang menjalar. Hangat dan penuh maklumat.

Satu hal yang sangat penting dan tak pernah akan hilang, adalah adanya jiwa yang dilepas pulang.

Ia pulang dengan membawa penghayatan mendalam bahwa ia telah sungguh-sungguh mengarungi semuanya dengan berjuang. Ia telah menuai satu keputusan bahwa menghadapi liminalitas, satu-satunya hal yang dipilihnya adalah menjadi pribadi yang berkualitas.

Beberapa teman meneguhkan kesaksian bahwa di antara masa-masa sakit yang penuh perjuangan, Mas Donet masih saja sanggup menyuguhkan keceriaan dan pengharapan.

Senyuman dan jempolan menghiasi foto-foto yang dikirimkan.

Almarhum Donatus Danarka Sasangka, alumnus Seminari Mertoyudan dan adik kandung Romo Andang L. Binawan SJ.

Dalam masa-masa sakit, ketika masih sanggup melakukan, ia masih saja berusaha mengirimkan dan membagikan analisis dan tulisan sesuai dengan bidang keahlian. Ia terus saja berupaya melakukan segala hal yang masih sanggup ia lakukan. Semua itu ia jalankan dalam kesungguhan.

Dalam pertemuan terakhir, beberapa waktu sebelumnya, sebelum akhirnya kesehatannya sangat menurun, ia berkisah bahwa satu-satunya hal yang ia rasakan adalah rasa syukur.

Bonus masa hidup yang melebihi vonis tiga bulan dari tim medis, sungguh membuatnya merasa bersyukur. Meskipun ia mengakui bahwa semakin lama, ia semakin menjadi pelupa dan tak boleh berbicara terlalu lama karena nanti akan menjadi tidak jelas lagi dia ngomong apa.

Dalam pertemuan terakhir itu, ketika saya mengantarnya pulang ke rumah, ia memang sudah sering lupa jalan dan sulit membedakan arah kiri dan kanan. Karena berkali-kali keliru arah jalan, maka saya menyimpulkan, jika Mas Donet mengatakan “kiri”, maka saya harus membelok ke kanan.

Demikian sebaliknya. Ternyata benar, sehingga kami tidak salah arah dan dapat mencapai rumah.

Almarhum Donatus Danarka Sasangka, kanan berbatik. (IG Leo Surya)

Senin, 31 Oktober 2022, Mas Donet benar-benar pulang. Hari itu, menjelang remang, keluarga dan para sahabat benar-benar telah melepasnya pulang. Ia telah pulang sebagai jiwa yang telah tuntas dalam kesungguhan berjuang. Ia telah mengarungi liminalitas dengan menjadi pribadi yang berkualitas.

Kebetulan sekali, ayat yang dikutip untuk mengantar <as Donet pulang berbunyi demikian,”Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di tempat di mana aku berada, kamu pun berada” (Yoh 14:3b).

Ini adalah ayat yang menjadi bagian dari perikop panjang yang disebut sebagai Pidato Perpisahan Yesus (Farewell Discourse) dimulai dari bab 13 dan diakhiri dalam bab 17 berupa

Doa Yesus untuk murid-murid-Nya (Farewell Prayer). 

Bagian ini merupakan bagian yang mencerminkan situasi remang atau liminalitas dalam kehidupan Yesus. Ini adalah masa ambang antara kehidupan dan kematiannya.

Ini adalah masa-masa menjelang hari-hari terakhir atau menjelang “saat yang sudah dekat”.

Saat yang sudah dekat itu pun tak dapat dimengerti secara pasti. Entah persisnya kapan, namun sudah dekat. Sungguh, sebuah kebetulan yang luar biasa dan penuh makna.

Pada detik remang liminalitas itu, Yesus juga menyampaikan peneguhan dan pengharapan kepada para murid-Nya. Yesus menunjukkan diri sebagai pribadi yang berkualitas.

Pada hari Senin, 31 Oktober 2022, karya fotografi yang sebenarnya adalah sebuah bidikan terhadap isi batin diri sendiri, telah secara lengkap dan tuntas memperdengarkan seluruh keindahan, keheningan, keluasan, dan kedalaman bunyinya.

Remang itu benar-benar telah melepaskannya pulang.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here