
ANTONIUS Hartoni Ashali (1961-2023) meninggal dunia hari Sabtu (7/10) malam waktu Hamilton, Canada. Atau pada hari Minggu (8/11) siang waktu Jakarta.
Rabu (11/10) semalam atau Rabu pagi waktu Canada kemarin telah berlangsung misa requiem di Gereja St. Ann di Hamilton. Guna mengantar perjalanan almarhum Hartoni Ashali menuju kedamaian hidup bersama Tuhan. Lalu berlanjut dengan prosesi pemakaman.

Sosok pribadi ramah dan fleksibel
Banyak teman alumni Seminari Mertoyudan angkatan KPP77-80, para mantan frater Jesuit Indonesia, dan kenalan almarhum baik di Indonesia dan di LN dengan setia mengikuti prosesi liturgi misa requiem dan pemakaman jenazah Hartoni Ashali. Semuanya ini jelas ingin menunjukkan rasa hormat dan cinta mereka kepada almarhum Toni – sosok seminaris dan frater Jesuit yang cerdas, ramah, dan suka membantu teman-temannya.
Sudah barang tentu, semua “watak baik” dan kebajikan yang selalu inheren melekat pada diri almarhum Toni ini berasal dari keluarga yang melahirkan dan kemudian membesarkannya. Dari pasutri Bapak Iskandar dan Ibu Jeanne alias Sian, seorang guru – nama kedua orangtua almarhum Hartoni “Toni” Ashali yang aslinya berasal dari Kota Padang, Sumbar.
Sekalipun terbilang sebagai “anak kota” karena berasal dari Jakarta, namun sosok Hartoni sangat fleksibel bergaul. Tidak pilih-pilih. Ramah kepada semua seminaris di Seminari Mertoyudan yang lebih dari 98% berasal dari permukiman desa dan juga muncul dari kalangan keluarga sangat “biasa saja”.

Bintang panggung konser musik
Maka tak heran, bila dengan kemampuannya memainkan tuts-tuts piano saat konser musik klasik di bawah binaan Romo Rio Winarta Pr, almarhum Hartoni Ashali -plus Romo Adji Prabowo Pr- selalu menjadi bintang panggung. Karena pada waktu itu, memang ya hanya kedua seminaris asal Jakarta ini yang bisa bermain piano.
Sekali waktu, saya pernah mendengar kasak-kusuk kurun waktu tahun 1978-1980, kondisi piano tua di seminari mengalami kerusakan. Entah karena apa. Mungkin saja karena sudah memang umur piano itu tua atau sudah kelamaan pemakaiannya. Dan entah ide dari mana, tiba-tiba datang kiriman piano dari Jakarta.
Ternyata piano kiriman dari Jakarta ini hasil donasi amal dari Bapak Iskandar dan isterinya Jufrouw Jeanne alias Bu Guru Sian – nama kedua orangtua almarhum Toni. Dengan ini menjadi nyata, bahwa karena Toni pernah “curhat” kepada kedua ortunya, maka keluarga besar ini lalu merelakan sebuah piano baru untuk Seminari Mertoyudan.
Sejumput kecil kisah masa silam ini menunjukkan betapa besar perhatian Toni kepada orang lain dan alma mater-nya: Seminari Menengah Santo Petrus Canisius di Mertoyudan, Magelang.

Inside stories
Terhadap penulis, Toni selalu rajin memberi inside stories mengenai isu-isu hangat yang melanda Gereja Katolik Semesta akhir-akhir tahun belakangan ini.
Banyak buku atau catatan penting yang dia amati atas peristiwa-peristiwa yang mengguncang Gereja Katolik Sedunia. Dan itu selalu dia kirim japrian kepada penulis. Tidak lain untuk bisa memperkaya wawasan penulis, ketika Gereja diguncang isu skandal seksual, LGBT, pedofilia, dan lainnya.
Sejak pindah ke Hamilton, Canada pasca kerusuhan Mei 1988, berkali-kali Toni “menantang” penulis untuk sekali waktu pergi ke Canada. Sekadar dolan ke wilayah North America dan syukur-syukur bisa mengunjungi dia di Hamilton. “Tidak jauh dari Toronto,” kata dia.
Sayang bahwa request ini belum pernah saya turuti.
Juga, ketika Toni sedikit mendesak agar saya menulis beberapa isu penting yang melanda Gereja Katolik Universal. Terutama dengan beberapa bahan penting yang sempat dia sodorkan dan bisa dipakai sebagai penambah wawasan untuk tulisan panjang yang lebih komprehensif atas berbagai isu penting tentang dan di dalam hierari Gereja Katolik.

Tetap hidup baik sebagai umat Allah di LN
Hartoni Ashali ini alumnus Seminari Mertoyudan tahun 1977-1981 dan kemudian menjadi frater Jesuit Indonesia kurun waktu tahun 1981-1986. Ia sudah berjubah selama dua tahun, sebelum akhirnya memutuskan mundur dari Ordo Serikat Jesus (Jesuit) Provinsi Indonesia tahun 1986.
Meski sudah tidak berjubah Jesuit, apakah dengan bahan-bahan buku yang dikirim kepada say aitu, maka almarhum Toni ingin menjelek-jelekan Gereja?
Tentu saja tidak. Justru sebaliknya.
Ekspektasi Toni sederhana saja. Semoga ada tulisan-tulisan “baik” tentang kondisi Gereja Katolik Universal yang memang perlu disajikan kepada khalayak ramai. Tujuannya agar tidak para pembaca Sesawi.Net jangan sampai punya “salah persepsi” dalam menangkap esensi sebuah peristiwa penting atau mencermati ucapan-ucapan kritis dari Bapa Suci Paus Fransiskus.
Bahwa almarhum Hartoni Ashali tetap menjalani hidupnya sebagai umat Allah yang baik dan setia di Hamilton, Canada, hal itu semalam diungkapkan dengan sangat gambang secara publik oleh Father Jeff Oering, Pastor Gereja Katolik St. Ann yang memimpin misa requiem semalam.
Tentu bukan “orang sembarangan” hingga akhirnya Hartoni Ashali bisa mendapatkan “perlakuan istimewa” di Paroki Hamilton ini. Karena jenazahnya sampai dibawa ke depan altar, juga didoakan oleh beberapa orang imam, dan dihadiri sejumlah pelayat dari kerabat keluarga dan handai taulan lainnya.
Juga Hartoni Ashali ini tentu bukanlah seorang “seminaris sembarangan”. Karena saat duduk di kelas dua di Seminari Menengah Mertoyudan itu, Toni sampai terketuk hatinya.
Bisa jadi, Toni lalu membujuk kedua orangtuanya agar bersedia menyumbangkan sebuah unit piano baru kepada alma mater-nya: Seminari Mertoyudan di Magelang, Jateng. (Berlanjut)
Baca juga: Requiem untuk Hartoni Ashali, Rabu Malam Ini Live Streaming dari Canada (4)