MENDENGAR kata “Candi Ganjuran”, spontan pikiran kita akan ingat akan Romo Gregorius Utomo Pr.
Romo Utomo, begitu orang memanggilnya, mempunyai peran besar dalam mempromosikan dan mengembangkan devosi Hati Kudus Tuhan Yesus kepada umat.
Pada tahun 1988, Uskup Agung Semarang kala itu, Julius Kardinal Darmaatmadja SJ, memberi SK penugasan kepada Romo Utomo sebagai pastor paroki di Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus, Ganjuran, Bantul, DIY.
Sampai akhir hidupnya, Romo Utomo tinggal dan berkarya di Paroki Ganjuran. Lebih dari 30 tahun Romo Utomo tinggal di paroki tersebut. Dia dipanggil Tuhan di Rumah Sakit Panti Rapih, Yogyakarta, Sabtu (15/2).
Misa Requiem dilaksanakan di Kapel Seminari Tinggi Santo Paulus Kentungan, Senin (17/2), tepat saat dia merayakan ulang tahun ke-91. Misa dipimpin Uskup Agung Semarang, Mgr. Robertus Rubiyatmoko, didampingi para imam konselebran
Ikatan batin dengan Ganjuran
Romo Utomo mempunyai ikatan batin sejak kecil dengan Ganjuran. Dia adalah anak sulung dari Pasutri Agustinus Soetijadi dan Agustina Suparti Purwoatmojo. Keluarga ini tinggal di desa Sumber Lawang, di tepi hutan jati daerah Sragen. Ayahnya guru Sekolah Rakyat (Sekolah Dasar).
Menjelang kelahirannya, Bu Purwo pergi ke Ganjuran ke tempat mertuanya (kakek dan nenek Utomo), Simbah Karsopurnomo, yang bekerja di Pabrik Gula Ganjuran Gondanglipuro, sebelah selatan Bantul, Yogyakarta.
Di Ganjuran ada bidan dan Rumah Sakit. Pada hari Minggu Legi, 17 Februari 1929, lahirlah si bayi kecil. Diberi nama Utomo. Keesokan harinya tanggal 18 Februari 1929, Rama van Driesche SJ, membaptis Utomo dengan nama baptis Gregorius.
Jadilah namanya lengkap Gregorius Utomo.
Setelah selapan (35 hari) Gregorius Utomo dibawa ke Sumber Lawang. Dalam perjalanan usianya di Sumber Lawang ia sakit-sakitan, batuk lalu dibawa ke Rejoso di dekat Stasiun KA Srowot di Jogonalan, Klaten, tempat simbah dari Ibu Purwo.
Kecuali Simbah Demang Nitiraharjo, di Rejoso juga tinggal om dan tantenya. Sejak awal Utomo yang belum sekolah diajari berdoa pada Hati Kudus Tuhan Yesus oleh tantenya, Florensia Suparni.
Pada usia enam tahun Utomo berpindah ke Ganjuran ndherek simbah Karsapoernomo masuk sekolah di Ganjuran. Menyambut komuni pertama di Gereja Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran.
Yang menjadi Pastor kala itu adalah Romo Albertus Soegijapranata SJ (kelak menjadi Uskup Agung Semarang). Setelah menyambut komuni pertama, Utomo ingin menjadi misdinar, tetapi ia tidak lulus menjadi misdinar karena doanya semua masih dalam bahasa Latin.
Dia sangat kecewa.
Di rumah Mbah Karsapoernomo, Utomo membuat altar kecil lengkap dengan tabernakelnya. Meski tidak jadi misdinar, ia justru ingin menjadi imam. Tiap sore Utomo merayakan “misa-misanan”.
Hostinya “telek kucing” (roti manis dari gandum). Omnya, Pak Soeratmin, yang kelak menjadi polisi di Klaten, disuruh menjadi misdinarnya. Mantol merah dijadikan kasulanya.
Deklarasi Ganjuran
Utomo ditahbiskan menjadi imam oleh Mgr. Albers O.Carm di Gereja St. Antonius Kotabaru, pada 2 Juli 1963. Dia ditahbiskan bersama dengan teman-teman seangkatan yaitu;
- Almarhum Romo St. Darmawijaya Pr (meninggal tahun 2010).
- Almarhum Romo R. Mardisuwignya Pr (meninggal tahun 2010).
- Romo St. Sutopanitro Pr, imam diosesan Keuskukupan Agung Jakarta yang leluhurnya berasal dari Wedi, Klaten.
Beberapa hari sebelum meninggal dunia, Romo Utomo telah menerima Sakramen Pengurapan Orang Sakit dari Romo St. Sutopanitro Pr, sahabatnya itu.
Sebelum masuk Seminari, Utomo pernah bekerja di Kementerian Pertanian di Jakarta. Setelah menjadi imam, dia dikirim ke Amerika untuk belajar pertanian di Agricultural Work Extention College of Agriculture, Universitas Cornell, USA.
Romo Utomo masih teringat pesan Pastor H. Ruding SJ, Rektor Seminari Tinggi St. Paulus waktu itu.
“Utomo, kamu tidak boleh murtad dari pertanian. Kamu harus kembali ke pertanian. Gereja harus berakar dalam masyarakat desa”, kenang imam kelahiran 17 Februari 1929 ini.
Menurut penuturan Romo Horst Wernet SJ yang kini sudah balik mudik di Jerman setelah sekian puluh tahun berkarya di Seminari Mertoyudan dan Seminari Tinggi Kentungan, almarhum Romo Ruding SJ juga berasal dari Jerman.
Beliau meninggal dunia saat naik Gunung Sumbing. Ia jatuh ke jurang dan dinyatakan “hilang”.
Barulah beberapa lama kemudian, jenazahnya yang sudah menjadi tulang-belulang baru ditemukan oleh seorang pencari kayu.
Deklarasi Ganjuran
Pada 16 Oktober 1990, saat Romo Utomo menjadi Pastor Paroki di Ganjuran, diselenggarakan Seminar Petani se-Asia di Ganjuran. Dicetuskan pula Deklarasi Ganjuran bertepatan peringatan Hari Pangan Sedunia.
Deklarasi Ganjuran mengajak masyarakat untuk membangun pertanian dan pedesaan:
- yang lestari.
- berwawasan lingkungan (ecologically sound).
- murah secara ekonomis sehingga tergapai (economically feasible).
- sesuai dengan dan berakar dalam kebudayaan setempat (culturally adapted/rooted).
- berkeadilan sosial (socially just).
- untuk siapa saja dan apa saja (manusiawi dan kosmik).
“Deklarasi Ganjuran kalau disingkat mengajak semua untuk menjadi Berkat bagi siapa saja dan apa saja demi Keadilan Perdamaian dan Keutuhan Ciptaan”, tegasnya.
Deklarasi Ganjuran ditandai dengan lahirnya Paguyuban Tani dan Nelayan Hari Pangan Sedunia yang kini telah tersebar di seluruh nusantara.
Melahirkan Aksi Puasa Pembangunan
Setelah 1963, Romo Utomo ditugaskan di Paroki Klaten mencakup desa-desa sekitarnya. Dari Deles Gunung Merapi sampai Cawas perbatasan Gunung Kidul. Dia juga merangkap sebagai Delsos (Delegatus Sosialis).
Dengan semangat dan dorongan Bapak Justinus Kardinal Darmojuwono yang dijiwai oleh Ensikllik Populorum Progressio untuk pertama kalinya dilancarkan Aksi Puasa Pembangunan di Keuskupan Agung Semarang pada tahun 1970.
Mulai tumbuhnya UB (Usaha Bersama Simpan Pinjam) dan CU (credit union, sekarang menjadi koperasi simpan pinjam) pada waktu itu menunjang Program Swasembada tersebut. S
elanjutnya sejak bulan September 1972 terpilih menjadi Delsos Nasional, Sekretaris PSE KWI.
Sejak itu APP dilancarkan secara nasional.
Dengan kepulangan Rama G. Zegwaard MSC ke Belanda tahun 1982, ia sekaligus merangkap direktur LPPS dan Karitas Indonesia sampai berakhir masa jabatannya tahun 1984.
Pada tahun 1980 bersama Bapak Thomas Suyatno mewakili komisi PSE KWI (Gereja Indonesia) di satu pihak, mengadakan kerjasama dengan CEBEMO mewakili Gereja Belanda di lain pihak dengan dibukanya “Open House For Development” di Den Haag.
Open House tersebut untuk memberi kesempatan bagi tenaga Gereja Indonesia, baik imam, bruder, suster dan awam, untuk program orientasi dan studi di Belanda sampai sekitar tahun 1987.
Pada tahun 1980 s/d. 1990 bersama Rama St. Sutopanitro,Pr atas nama UNIO Indonesia dibuka kerjasama antara Unio Indonesia dengan the University of the State of New York, Maryknoll School of Theology sebagai formation program, baik program degree dan non degree untuk para imam diosesan (praja) di Indonesia dan terbuka untuk lainnya (bruder, suster dan awam).
Ia bekerja di KWI sampai berakhir masa tugasnya tahun 1984. Seterusnya ia dikirim ke Amerika untuk melanjutkan studi Justice and Peace di Marryknol School of Theology di New York dan Ecological Agriculture di University of California St. Cruz.
Asosiasi Apostolik Imam Diosesan
Pada tahun 2013 Romo Utomo merayakan Pesta Emas Imamat, 50 tahun menjadi imam. Paguyuban Imam Diosesan UNIO KAS (Keuskupan Agung Semarang) memestakannya.
Sesuai dengan agenda UNIO KAS 2013 kala itu, para imam diosesan KAS beserta keluarga mensyukuri anugerah imamat yang diterima oleh para yubilaris yang merayakan Pesta Perak (25 th), Pesta Panca Windu (40 th), dan Pesta Emas (50 th) imamat di Gereja Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran pada tanggal 24 Juli 2013.
- Romo Yubilaris pesta 25 th imamat adalah Rama Yohanes Berchmans Suwarna Sunu Siswoyo Pr.
- Sedangkan para Rama Yubilaris pesta 40 th imamat adalah Rama Matheus Yosep Riawinarta Pr dan Rama Aloysius Gonzaga Hantara Pr.
- Sementara Rama Yubilaris pesta 50 th adalah Rama Gregorius Utomo Pr.
Dalam sharingnya dalam misa syukur tersebut, Romo Utomo mengungkapkan mimpinya. “Di pesta emas imamat ini saya masih merindukan lahirnya Asosiasi Apostolik para imam projo untuk mengimbangi globalisasi dunia”, harapnya.
Sang Begawan
Sebagai bentuk penghormatan dan terimakasih, saya ingin mempersembahkan ungkapan hati untuk Romo Utomo dalam bentuk puisi Sang Begawan.
Sang Begawan
Sang begawan telah berpulang
Jiwa sucinya terbang
Kembali pada Allah Maha Penyayang
Selamat jalan Sang Begawan
Hidupmu penuh kesaksian
Meninggalkan berlaksa kenangan
Bagi umat dari segala lapisan
Hati Yesus yang Mahakudus
Menjadi doa devosimu secara khusus
Setiap saat setiap waktu
Engkau mendoakan umatmu
Dari Sumatera sampai Papua
Bahkan sampai mancanegara
Candi Ganjuran yang penuh makna
Kaya akan filosofi dan budaya
Nilai spiritualitas terutama
Menjadi saksi nyata
Tiga puluh tahun lebih lamanya
Engkau menjaga spiritnya
Engkau menyambut umat dari mana-mana
Yang bersyukur dan berdoa
Kepada Yesus Sang Maharaja
Dulu, kini dan selamanya.
Selamat jalan, Sang Begawan
Terimakasih atas kesaksian dan keteladanan
Yang telah engkau berikan
Peduli akan dunia pertanian
Melestarikan kebudayaan
Mewujudkan iman
Dalam kata dan tindakan
Di setiap denyut nadi kehidupan.
Romo Utomo, Sang Begawan Hati Kudus Yesus, doakanlah kami.
Romo tomo tugas belajar pertanian di amerika saat masih menjadi pegawai departemen pertanian & kehewanan.. penugasannya berdasarkan Keppres no 46 tahun 1951.. 12 tahun sebelum romo tomo ditahbiskan mjd imam..