Till we meet again.
Ibarat sebuah buku, dalam hidup saya banyak orang yang telah menggoreskan tulisan di dalamnya, yang membuat saya menjadi sebuah buku “yang bermutu”.
Pater Nico Dumais SJ salah seorang di antaranya.
Banyak obrolan, didikan, teguran, dengan dan dari beliau yang semuanya bak tinta yang terus menulisi lembar demi lembar halaman buku diri saya…. dari remaja hingga berkeluarga…
Ada lembar-lembar yang berisi airmata, saat beliau mendisiplinkan saya dengan sangat keras; ada lembar-lembar yang berisi “kemesraan” saat beliau membebat luka di tangan dan hati saya, namun saya juga menemukan lembar-lembar yang sarat berisi ajaran tentang arti integritas dan iman.
Dan yang paling tak terlupakan: lembar tatapan mata beliau saat menghargai “kenekadan” seorang gadis berseragam SMP yang ngotot masuk ke “sekolah cowok” walaupun tak mampu membayar uang pangkalnya…
In Memoriam Romo Nico Dumais SJ: Menempa Besi Menjadi Samurai (3)
Semua masih tersimpan rapi di hati saya, lembar demi lembar yang tak pernah usang… apalagi terobek hilang…
Kemarin sore, sebelum malam Imlek tiba, beliau tuntas menyelesaikan pertandingan hidup dan imannya; mencapai garis akhir dengan kuat.
Tadi, saat misa pelepasan jenazah hampir usai, terdengar lagu: “May the good Lord bless & keep you, whether near or far away…; May the good Lord bless & keep you ‘till we meet again …”
Airmata yang sudah saya tahan pun menyembul keluar dari sudut mata saya, dan saya pun berbisik di dekat tubuh beliau, “‘till we meet again Pater.”
May his clay vessel that finally cracks reveals the true glory of God!
Romo Nico Dumais telah berpulang ke rumah Bapa dan tinggal bersama para kudus. Semua telah engkau berikan bagi Colese Canisius tempat kami menimba ilmu. Terima kasih Romo, terima kasih…tak banyak yg dapat kami ucapkan hanya doa yang kami panjatkan dalam mengiringi kepergian dan kepulangan Romo ke rumah Bapa tercinta.
“Till we meet next time, my Romo.