
SEPULANG dari Eropa, Romo Suto merasa gusar saat mendarat di Bandar Udara Internasional Kemayoran, Jakarta Pusat (saat itu, di Jakarta baru ada dua bandara yakni bandara komersial di Kemayoran dan bandara militer di Halim Perdanakusuma – red.)
Bukankah ia sudah bicara blak-blakan dan kritis tentang pemerintah Indonesia, khususnya kebijakan pemerintah dalam masalah tapol? Apakah ia tidak kebablasan dalam memberikan informasi? Amankah dia kini?
Romo Suto ketakutan, sebab katanya: :Situasi saat itu secara politik juga sangat rawan, kekuasaan Presiden Suharto yang bagi tentara merupakan Panglima Tertinggi adalah menjalankan roda pemerintahannya dengan ‘tangan besi’. Maka siapa berani menyatakan sesuatu yang tidak senada dengan kebijakan Panglima Tertinggi, maka bahaya besar mengancam dirinya,“ tuturnya waktu itu.
Tanda-tanda
Keesokan paginya, hari pertamanya masuk kantor seusai liburan, Romo Suto lalu memberitahukan kepada pegawainya, bahwa bila ia nanti siang tidak pulang, mohon pegawai itu lekas menyampaikan berita ini pada Uskup KAJ Mgr. Leo Soekoto SJ.
Itu tanda bahwa ia telah dipanggil oleh Panglima Kompkaptib: Jendral Soemitro dan mungkin sekali akan ditahan.
Dan betul. Hari itu juga, Romo Suto dipanggil dengan amat segera menghadap Jenderal Soemitro. Rm. Suto bergegas menuju markas pusat, memasuki kantor sang Jendral, dan memberi hormat padanya.
Jenderal Soemitro yang kala itu sedang ditemani oleh beberapa perwira tinggi lainnya langsung berkata: “Silakan kemari dan dengarkanlah ini“. Dikatakan sambil dia meminta sang ajudannya menyetel kaset.
Kaset itu diputar. Dari situ ternyata terdengarlah rekaman pembicaraan antara Romo Suto dan pihak asing di Tweede Kammer. Merasa bahwa dirinya akan dipersalahkan, Romo Suto diam dan siap mendengarkan kata-kata apa yang akan keluar dari mulut panglimanya, sambil terbersit dugaan jelek di benaknya bahwa ia akan ditahan.
Namun, alih-alih dijatuhi hukuman, Romo Suto malahan diberi selamat dan dipuji oleh Jenderal Soemitro, sebab sudah berani memperjuangkan sikap Pemerintah Indonesia di hadapan parlemen asing di Belanda.
Romo Suto terkesima, hatinya lega, dan gembira. (Berlanjut)
Baca juga: In memoriam Romo Sutopanitro Pr, pejuang kaum tertindas; disidang di Belanda (6C)