
DALAM karyanya pada langkah berikut, tekad Romo Suto untuk membantu orang susah dan tertindas keadaannya tidak pernah padam. Tahun 1973, misalnya, ia mendirikan Yayasan Esti Bakti yang menangani bidang pendidikan dalam arti luas, misalnya sekolah SD-SLP untuk anak-anak miskin.
Asal-usul Yayasan ini pada mulanya masih dalam rangka PSK (Program Sosial Kardinal) yakni untuk membantu pendidikan bagi anak-anak tapol atau eks tapol yang mengalami represi dan trauma psikologis berat lantaran mengalami perlakuan buruk yang menimpa mereka; baik saat di penjara atau stigmatisasi orangtua mereka kelak.
“Di antara mereka ada anak-anak yang termasuk pada 39 bayi yang saya rawat di Tebet dulu, setelah dilahirkan oleh ibu mereka di penjara. Sebelumnya, perlakuan terhadap mereka di penjara itu mengerikan,” terang Romo Suto.
“Saya pernah mengalami, ada bayi yang dijemur di halaman pada tengah hari bolong oleh penjaga penjara, agar bisa mengorek informasi dari ibunya yang dipaksa menyaksikan itu sambil ditanyai, apakah ia PKI atau bukan,“ ceritanya.
“Kita harus tahu, waktu itu para tapol dipenjara dulu, lalu baru ditanyai. Bukan ditanyai dulu, lalu dipenjara,“ tandas Romo Suto dengan nada tinggi.
Di sekolah ini, mereka mendapatkan pendampingan psikologis, selain belajar secara formal agar memiliki akses ke luar yang lebih luas. Untuk mendukung kesehatan dan gizinya, mereka mendapatkan makan secukupnya.
Romo Suto berharap dengan adanya instansi pendidikan ini, suatu generasi baru bisa bangkit dari reruntuhan traumatisnya, untuk memulai masa depan yang lebih cerah baik. Bagi mereka maupun bagi bangsa Indonesia yang sejarahnya terisi dengan penindasan atas orangtua dan leluhur mereka.
Arah Romo Suto jelas: perdamaian dan rekonsiliasi.
Dalam perkembangan selanjutnya pada tahun 1976, Yayasan Esti Bakti “memperanakkan“ suatu yayasan lain yakni Yayasan Murakabi (bahasa Jawa: memberi manfaat) yang sekaligus mendapat tugas operan dari yayasan „”bu“-nya yakni pendidikan anak-anak eks orangtua tapol itu.
Sedangkan Yayasan Esti Bakti sendiri membuka pelayanan baru yang bidangnya memang tetap pada pendidikan, tapi tidak eksklusif lagi untuk anak-anak tapol, melainkan terutama untuk anak-anak miskin. Letaknya di Kapuk, Jakarta Utara.
Apa alasan Romo Suto?
“Saya dulu pernah ditolak menyekolahkan anak tapol, miskin lagi, pada suatu sekolah Katolik milik tarekat suster tertentu. Kalau tidak bisa bayar, ya jangan bersekolah di sini,” kenang Romo Suto atas jawaban suster tersebut.
“Diperlakukan secara demikian, saya meninggalkan tempat itu sambil bernazar: Saya mau mendirikan sekolah untuk orang miskin,“ ungkapnya gusar.
Sekarang ini, sementara Yayasan Murakabi praktis sudah tidak ada lagi. Namun, Yayasan Esti Bakti masih berjalan sebagai sekolah untuk anak miskinnya di daerah Kapuk, Jakarta Utara.
Romo Suto bukan saja sudah membayar nazarnya dahulu, melainkan menjaga nazar itu pula sampai kini.
Pada hari Jumat Agung, 18 Desember 2025, Romo Stanislaus Sutopanitro Pr, pastor pejuang untuk orang miskin ini meninggal dunia pada usia 90 tahun 11 bulan.
Ia meninggal dunia dalam kepercayaannya kepada Tuhan yang akan memberikan kebahagiaan abadi baginya, seperti tertulis dalam rumus doa ibadat Brevir hari Minggu yang sering ia daraskan: In Te Domine speravi, non confundar in aternum (Kepada-Mu ya Tuhan, aku telah berharap; selamanya aku tak akan mendapat malu). (Selesai)
Semoga Romo Suto PR berbahagia di surga dan kelak menjadi pendoa bagi umatNYA.