In Memoriam Romo Wiryowardoyo Pr – Pijar Vatikan II: Ikon Praja Jakarta Telah Berpulang (30 A)

0
1,249 views
RIP Romo L. Bambang Santosa Wiryowardoyo Pr. (Ist)

TADI sore 1 Oktober 2018, pulang dari kantor saya dan isteri bermacet ria ke RS Pondok Indah Puri ingin menengok Romo Wiryo. Sampai di lantai 3 ICU, jam sudah menunjuk pukul 19.10.

Satpam wanita berjas hitam dan bermasker mengatakan jam bezoek sudah habis. Batas bezoek sore adalah jam 19.00. Kami terlambat 10 menit. Kami tidak bisa masuk.

Di jalan pulang ke Kelapa Gading, WA di HP kami kecentrang kecentrung mengabarkan bahwa Romo Wiryo ternyata dipanggil Tuhan pada pukul 19.31, duapuluh menit setelah kami datang. Kami menyesal sekali, kenapa mesti cepat-cepat pulang dan tidak menunggu setengah jam saja di Rumah Sakit.

Rupanya Romo Wiryo tidak berkenan kami tengok. Saya sedih sekali. Tiba-tiba ada yang pergi dari diri saya. Perasaan kehilangan seperti yang saya rasakan ini, pasti juga malam ini sedang dialami oleh begitu banyak orang yang mendengar kepergian Romo Wiryo, terutama umat di paroki-paroki yang pernah dilayani alm. Romo Wiryo.

Kehilangan sahabat sungguh baik

Seperti kita tahu, pada tanggal 25 Januari 2018 yang lalu, Romo Wiryo baru saja merayakan peringatan pancawindu menerima anugerah Tahbisan Imamat. Tugas perutusan pertama yang diemban Romo Wiryo adalah melayani umat Paroki Kristus Salvator Slipi selama setahun (1978-1979). Lalu ia melayani di Paroki St Perawan Maria Diangkat ke Surga Katedral, Paroki St. Thomas Rasul Bojong Indah dan mempersiapkan berdirinya gereja dan pastoran Paroki Bojong Indah.

Ia juga pernah melayani di Paroki St. Aloysius Gonzaga Cijantung, St. Gabriel Pulogebang, Paroki Keluarga Kudus Pasar Minggu, St. Ignatius Loyola Jalan Malang, St. Odilia Citra Raya, dan St. Matias Rasul Kosambi.

40 tahun menjadi imam, praktis Romo Wiryo hanya bertugas menggembalakan umat di paroki. Benar-benar, Romo Wiryo adalah imamnya umat paroki.

Romo Wiryo dipanggil Tuhan ketika ia merayakan 40 tahun imamatnya, sekaligus perayaan 40 tahun mengemban tugas sebagai Imam paroki tanpa henti dan menghadap Tuhan pada tanggal 1 Oktober awal bulan Rosario. Bukan main. Luar biasa. Pertanda hidupnya berkenan bagi Tuhan.

Walau kita merelakan kepergian Romo Wiryo, setelah menderita sakit yang begitu berat dan “mustahil” sembuh. Tetapi mengapa kita semua tiba-tiba merasa sangat kehilangan  Jawabnya saya rasa jelas. Itu karena sosok Romo Wiryo adalah sosok imam, sahabat, dan rekan yang sungguh baik.

Kepergian Romo Wir adalah kepergian seorang teman yang bukan sembarang teman.

Dalam menyambut ulang tahun Romo Wir ke 70, Majalah Salus edisi 20 Februari 2016 pernah memuat wawancara yang sangat bagus mengenai kesaksian hidup Romo Wir sebagai imam.

Dalam wawancara yang dimuat Majalah Salus Paroki Santa Laurentius Alam Sutera, paroki terakhir Romo Wiryo melayani itu, Romo Wir ditanya mengenai pengalaman apa yang sangat mengesan dalam karya pastoralnya?

Dijawab oleh Romo Wir demikian:

“Di mana saja saya terkesan, dipuji banyak orang. Mungkin karena pergaulan saya yang dekat dengan semua orang. Saya tidak berpraduga, dengan siapa saja saya bersahabat. Saya dekati mereka dan menerima siapa saja termasuk mereka yang protes-protes. Pastoral itu sebenarnya human approach, pendekatan dari hati ke hati. Komunikasi dengan pembantu rumah, sopir, satpam, dan siapa saja harus dengan human approach sehingga saya menemukan persahabatan.”

Kita kehilangan Romo Wir, sahabat baik yang memang memperlakukan siapa pun sebagai “manusia”.

Human approach, tidak berpraduga, itulah kunci persahabatan dan pelayanan Romo Wir yang sangat mengesankan dan akan terus kita kenang. (Berlanjut)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here