Mrk 8:27-35
JUDUL di atas dipetik dari jawaban Petrus terhadap pertanyaan Yesus kepada para murid mengenai siapa diri-Nya menurut mereka sendiri. Kedengarannya sederhana, apa adanya, muncul dari kesadaran mereka sendiri. Akan tetapi belum jelas apa sesungguhnya yang hendak disampaikan Mrk 8:27-35 (Injil pada hari Minggu Biasa XXIV tahun B) dengan peristiwa tanya jawab seperti itu.
Belum lama ini, Mark mampir ke sini ikut pertemuan para peneleti Alkitab. Sebelum kembali ke Venezia, dia tinggal sehari lagi di Roma. Dia ingin ziarah ke makam Petrus.
Kan Mark dahulu kala pernah jadi asisten Petrus di Roma. Sempat ada tanya jawab seperti berikut di perjalanan ke lorong-lorong bawah tanah Basilika S. Petrus
Sosok Yesus di mata orang
GUS: Kejadian ini bertempat di Kaisarea Filipi – apa ada penjelasannya? Kota itu kan letaknya di wilayah utara, di kaki Gunung Hermon di Libanon, sekitar 45 km sebelah timur kota Tirus.
MARK: Ada teologinya. Sampai sekarang Injil Markus mengisahkan macam-macam kegiatan dan pengajaran Yesus. Ia makin dikenal orang banyak. Juga makin diawasi oleh orang Farisi dan Ahli Taurat yang mengira Ia mengajarkan yang bukan-bukan. Pada titik ini perlu ditunjukkan bagaimana lingkungan terdekat Yesus memahaminya. Dipilih sebuah tempat yang bukan di Galilea, tempat asal Yesus sendiri. bukan di Yudea yaitu wilayah keyahudian yang resmi. Tidak pula di Samaria yang tidak menerima ke-yahudi-an resmi. Melainkan di luar semua itu, di daerah yang netral. Di situ akan lebih jelas siapa sosok Dia itu sesungguhnya.
GUS: Baru dengar kali ini, ilmu bumi Injil ada maknanya juga.
MARK: Asal jangan dimengerti sebagai ilmu bumi sekolah, sehingga teologinya tak muncul.
GUS: Kalau benar tangkapanku, di Kaisarea Filipi yang netral itu, kelompok Yesus dan murid-murid-Nya memperbincangkan tiga macam pandangan mengenai Yesus. yaitu: Pertama, anggapan orang banyak. Kedua, anggapan dari lingkup lebih khusus, yakni orang Farisi dan Ahli Taurat di satu pihak. Ketiga, para murid terdekat di pihak lain.
MARK: Benar, kalau kau ikuti kisah-kisah Injil, maka akan jelas makin besarnya pelbagai harapan, keinginan, dan cara membayangkan sosok Yesus di pelbagai kalangan. Ada yang mengira Yesus kayak Yohanes Pembaptis, karena seruan gerakan rohani-Nya mengajak orang mengarahkan diri kembali ke hidup lurus, eh kalian sebut bertobat. Atau seperti Nabi Elia yang kembali ke dunia menyampaikan sabda dari atas sana guna mengatasi kekersangan batin. Atau seperti seorang nabi lain, yakni orang yang berani menyuarakan kehadiran Tuhan, yang kerap terbungkam oleh ketamakan manusia. Itulah macam-macam pendapat orang tentang Yesus.
GUS: Dalam pembicaraan di Kaisarea Filipi itu kok tak jelas-jelas ditampilkan pendapat orang Farisi dan Ahli Taurat?
MARK: Apa Injil diharap bicara tentang apa-apa saja? Huh, maunya kayak database siap pakai, tapi bikin pandir; tanpa mikir?
GUS: Mari kita berandai-andai. Kaum Farisi dan Ahli Taurat agaknya beranggapan bahwa Yesus itu, seperti mereka sendiri, ialah seorang guru agama yang mestinya mengajarkan hal-hal yang sudah digariskan, seperti yang mereka jalankan?
MARK: Memang mereka sebetulnya menganggap Yesus rekan seprofesi dan sering mengajaknya diskusi. Hanya mereka merasa dirugikan karena orang banyak lebih tertarik olehnya. Tapi mereka tidak memfitnah-fitnah Yesus. Nanti kaum imam di Yerusalem-lah yang frontal memusuhi-Nya serta mendakwa-Nya di mahkamah mereka dan memintakan hukuman mati baginya dari Pilatus.
GUS: Kembali ke kaum Farisi dan Ahli Taurat. Jadi mereka itu menganggap Yesus guru agama, teolog, pembimbing rohani seperti mereka. Apa ini tidak penting?
MARK: Para murid Yesus dari generasi awal sampai kini memang menghadapi masalah itu. Mengikuti Yesus atau mengikuti pendapat-pendapat mengenai Dia. Batas-batasnya sering tampak kabur. Tapi ingat, sosok Yesus yang ditampilkan Injil, terutama bukanlah guru atau pembimbing rohani, atau pengajar kebijaksanaan. Bukan seperti anggapan kaum saleh Farisi dan Ahli kitab Taurat. Yesus lebih dari itu.
GUS: Kalau begitu sekarang pun masih relevan soal ini. Banyak orang melihatnya sebagai tokoh kebijaksanaan dan guru rohani. Kurang cocok?
MARK: Itulah pemikiran orang-orang Farisi dan Ahli Taurat. Pindahkan saja ke budaya lain, dan kalian akan melihat soal yang dialami murid-murid-Nya.
GUS: Mulai menuduh kami ya?
MARK: Gini lho, bila kamu orang melihat sosok Yesus terutama sebagai guru kebijaksanaan, nanti akan cepat kalian merasa tak perlu digurui lagi; malah akan mempersoalkan kelakuan Yesus. Atau bisa jadi kalian akan ngotot mempertahankan pendapat sendiri mengenai dia dan menolak sisi-sisi lain. Ini soal orang Farisi dan ahli hukum agama dulu. Dan sekarang juga.
Siapakah Yesus itu bagi orang-orang yang terdekat
Sejenak saya telusuri kembali pembicaraan tadi. Memang ada pelbagai pendapat orang banyak tentang Yesus: ia dianggap nabi yang dengan wibawa besar mengajak orang kembali ke Yang Maha Kuasa, ada pula pendapat kalangan intelektual mengenai Yesus sebagai tokoh kebijaksanaan yang diandaikan dapat ditangkap pembaca Injil meski tidak terang-terangan dikatakan dalam peristiwa di Kaisarea Filipi itu.
Mark mengajak bereksegese secara kontekstual, menengarai duduk cerita serta arahnya; tidak hanya baca lalu membuat tafsir dari bahan yang tercetak.
Pembaca diharap bertanya manakah pendapat kalangan Farisi dan Ahli Taurat yang rupanya dengan sengaja tidak ikut disebutkan di Kaisarea Filipi. Bukan karena dianggap tak penting, tapi karena pendapat itu tidak bakal membawa orang kepada diri Yesus sesungguhnya.
Lha lalu siapa ya dia itu?
GUS: Nerusin lagi nih. Pendapat yang ketiga ialah yang ada di kalangan para murid Yesus dan yang terucap lewat Petrus, begitu kan? Ia menjawab pertanyaan Yesus mengenai siapa diri-nya bagi mereka dengan pernyataan bahwa ia itu Mesias, artinya Yang Terurapi, Yang Mendapat Pengutusan dan pengutusan resmi dari Yang Maha Kuasa sana untuk menjalankan urusan-Nya di dunia.
MARK: Itu pendapat yang mesti kalian pandangi dengan latar kedua pandangan lain yang kita bicarakan tadi: pandangan orang banyak dan pandangan kaum intelek Yahudi waktu itu, yakni orang Farisi dan Ahli Taurat. Begitu maka akan lebih jelas sosok Yesus.
GUS: Apa kekhususan pandangan bahwa Yesus itu Mesias?
MARK: Ya, dia itulah yang sejak lama dinantikan orang banyak. Mereka menginginkan Yang Maha Kuasa berbuat sesuatu bagi mereka. Dan kehadiran Yesus itulah jawaban dari atas sana.
GUS: Wah, wah, bisa berat nih konsekuensinya. Kan Mesias itu juga gelar raja di kalangan umat Perjanjian Lama dulu, seperti Saul, Daud, dan raja-raja lain yang diurapi oleh kuasa ilahi demi kelangsungan hidup umat.
MARK: Benar. Gagasan Mesias memang mudah diplesetkan. Ingat kan? Menurut catatan Oom Hans, orang-orang yang dipuaskan Yesus dengan makanan pernah ingin menjadikannya raja.
GUS: Dan karena itu, Ia menyingkir.
MARK: Bukan hanya menyingkir secara fisik, tapi juga secara teologis.
GUS: Apa? (Rada heran). Belum pernah dengar apa itu “menyingkir secara teologis”.
MARK: Baru tiga detik lalu kau dengar kok lupa. Apa ingin jadi si tuli yang disembuhkan dalam Injil hari Minggu lalu?
Yesus tentang Dirinya sendiri
GUS: Kepegang nih. Iya bener. Setelah Petrus menegaskan Yesus itu Mesias, anehnya Yesus melarang dia menyebarluaskan pengertian itu dan kemudian dalam bagian selanjutnya Yesus malah membicarakan Diri dengan ungkapan “Anak Manusia” dan tidak pernah menyuarakan diri dengan kata “Mesias”
Inikah yang kau sebut menyingkir secara teologis?
MARK: Itu cara Yesus merombak diskursus yang Mesias-sentrik dengan wacana kalem yang berpusat pada figur Anak Manusia yang juga cukup dikenal orang pada zaman itu. Lebih membawa ke Yang Maha Kuasa.
GUS: Teringat Dan 7:13 dengan sosok yang seperti Anak Manusia yang datang dengan awan-awan menghadap ke Yang Maha Usia untuk mendapat kuasa.
MARK: Persis. Tapi boleh kutambah? Anak Manusia dalam Kitab Daniel itu datang dari kalangan manusia untuk menerima kuasa dari atas sana. Ini penting. Mesias berkebalikan arahnya, ia membawa kuasa dari atas sana ke sini. Sudah makin melihat maksud Yesus, ketika berbicara mengenai dirinya sendiri sebagai Anak Manusia?
GUS: Bukan karena teologi Mesias tidak cocok. Hanya teologi ini sudah terlalu sering dipakai dengan maksud berlain-lainan, malah tidak membantu. Itu kan maksudnya?
MARK: Katakan saja begitu. Teologi Anak Manusia lebih cocok, lebih aktual, dan lebih membuat orang memahami Yesus itu tokoh yang menghadap Dia yang ada di atas sana, bukan tokoh yang mau menjalankan kuasa di sini, juga kuasa batin terhadap pengikut-pengikutnya. Ia baru punya bobot seperti itu nanti setelah wafat di kayu salib. Dan pada saat itulah sosok Anak Manusia yang tadi datang menghadap Allah itu sampai ke tujuannya dan menerima kemuliaannya sebagai Anak Allah, seperti diucapkan oleh kepala pasukan yang menunggui dia di salib, “Sungguh, orang ini Anak Allah.” (Mrk 15:39).
GUS: Jadi gambaran sebagai Anak Manusia malah menegaskan bahwa anugerah dari Yang Maha Kuasa yang diterimanya itu bukannya untuk mempertontonkan kuasa, melainkan pemberian kekuatan untuk menanggung penderitaan nanti, sampai dinaikkan di salib. Tapi juga kekuatan yang bakal membuatnya bangkit.
MARK: Gitu baru bisa dikatakan berteologi cara baru tentang Yesus sang Anak Manusia. Kayak dia sendiri.
Di perjalanan keluar dari kompleks Vatikan, kami berpapasan dengan seorang kenalan lama. Dia kini jadi konsultan teologi Paus yang sekarang. Apa yang dikonsultasikan padanya tak pernah jelas bagi saya. Dan saya juga kurang berminat dengan teologi seberang Sungai Tiber.
Bagaimana pun juga ada baiknya beberapa pokok di atas dicek dulu dengan teolog orang dalam seperti dia. Rupanya tidak satu pun penyimpangan doktrin dideteksinya.
“Asyikm” katanya ketika masuk ke gedung angker sebelah Basilika Santo Petrus. Dan saat itulah terbit gagasan mengenai Kristologi luar dalam. Tapi cerita selanjutnya nanti saja.
Salam hangat,
A. Gianto