Inter Mirifica, Dekrit Paus Paulus VI tentang Etika Berkomunikasi

0
450 views
Ilustrasi: Komunikasi. (Ist)

DUNIA terus berkembang. Perkembangan itu ditandai dengan kemajuan bidang pengetahuan dan teknologi.

Dalam bidang teknologi perkembangan itu dimulai dari Revolusi 1.0 hingga masuk pada Revolusi 4.0.

  • Revolusi 1.0 ditandai dengan penemuan mesin uap.
  • Revolusi 2.0 ditandai dengan produksi barang-barang secara masal. Hal ini disebabkan karena meningkatnya kebutuhan masyarakat.
  • Revolusi 3.0 ditandai komputerisasi. Segala sesuatu dimasukkan dalam sistem komputer. Komputer berperan penting dalam memajukan suatu pekerjaan.
  • Sedangkan Revolusi 4.0 ditandai dengan digitalisasi yang berbasiskan internet.

Sampai saat ini, Revolusi 4.0 masih menjadi bagian yang diminati oleh banyak kalangan. Dan, bukan tidak mungkin akan terus berkembang dan memberikan dampak yang sangat signifikan dalam kehidupan bermasyarakat.

Ilustrasi -Komunikasi zaman dulu pakai tali dan kaleng by ist

Senantiasa berubah

Perkembangan yang diuraikan di atas mau menunjukkan bahwa pengetahuan dan teknologi akan terus berkembang seiring dengan perubahaan zaman.

Perkembangan ini membawa berbagai dampak, baik yang positif maupun yang negatif.

Dalam konteks media komunikasi, teknologi turut membantu manusia dalam menyajikan berbagai macam informasi.

Manusia bisa memberi sekaligus mengakses informasi dengan cepat dan mudah melalui media sosial seperti: koran, majalah, YouTube, Twitter, Cacebook, Instagram, Whatsapp, televisi, dan radio.

Manusia merasa terbantu dengan kehadiran media komunikasi; terutama dalam hal pengaksesan berita terkini. Pada akhirnya, semua itu memberi kemudahan kepada setiap orang yang menggunakan media komunikasi sebagai bagian dari hidup mereka.

Ilustrasi – Berkomunikasi melalui HP dan medsos. (Ist)

Racun media sosial

Namun yang menjadi keprihatinan sekarang ini adalah media sosial. Karena medsos juga menyajikan berbagai macam hal-hal negatif.

Hal negatif yang muncul akhir-akhir ini adalah hoax.

Permasalahan, bagaimana mengatasi penyebaran hoax yang terjadi di media sosial? dan Apa peran dari Dekrit Intermirifica terhadap persoalan hoax yang sangat marak terjadi ini?

Informasi hoax sengaja dilepaskan di media sosial. Maka, dapat dipastikan, dalam hitungan detik berita palsu itu sudah menyebar ke ratusan, ribuan bahkan puluhan ribu penguna media sosial.

Ada beberapa peristiwa membuktikan bahwa peristiwa hoax ada dalam kehidupan masyarakat. Misalnya dalam berita pada Jumat, 6 Agustus 2021 pukul 10:51:04 di “Media Center” dikatakan

“Telah beredar sebuah informasi yang berisi permintaan pengisian data bagi penerima Bantuan Subsidi Upah (BSU) mengatas namakan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker).”

Informasi tersebut ramai beredar melalui pesan berantai WhatsApp. Faktanya, Kemenaker melalui laman Instagram resminya menegaskan bahwa informasi terkait pengisian data penerima Bantuan Subsidi Upah (BSU) melalui pesan singkat tersebut adalah hoaks.

Pihaknya menegaskan, data calon penerima BSU hanya berasal dari BPJS Ketenagakerjaan dan dikirimkan ke Kemenaker secara sistem, serta tidak ada permintaan data kepada masyarakat.

Lebih lanjut, Kemenaker mengingatkan, informasi resmi mengenai BSU hanya melalui situs kemenaker.go.id dan akun media sosial resmi Kemenaker”.

Ilustrasi – Hoaks dan konspirasi by Times of India

Selain itu, berita tentang “Bantuan Kompensasi Rp 1 Juta bagi Pemegang Kartu Vaksinasi”.

Beredar sebuah pesan berantai di Whatsapp berisi informasi bantuan sebesar Rp 1 juta dari pemerintah.

Dalam informasi tersebut, bantuan diberikan kepada pemegang kartu vaksinasi dengan isi lengkap pesan sebagai berikut, “Informasi: Bagi yang sudah memiliki Kartu Vaksinasi sudah bisa mengambil kompensasi PPKM per tanggal 1 Agustus 2021 sebesar Rp. 1.000.000 untuk biaya #PPKM. Silakan cek apakah nama anda tercantum dan cocokkan dengan NIK E-KTP anda melalui link berikut ini: https://s.id/ektp-covid19″.

Setelah dilakukan penelusuran, klaim bantuan sebesar Rp 1 juta bagi pemegang kartu vaksinasi adalah palsu.

Perlunya kesadaran diri

Berita-berita seperti yang telah diuraikan di atas tentunya mengacaukan tatanan kehidupan masyarakat Indonesia yang sebagian besar mengunakan teknologi informasi dan media sosial.

Cepat atau lambat, membanjirnya informasi palsu di media sosial akan mengkontruksikan pemikiran pengguna media sosial sebagaimana dikehendaki oleh produser pengguna.

Pola pikir masyarakat yang keliru akan memengaruhi tatanan kehidupan bersama.

Selain itu, penyebaran hoax yang intensif niscaya akan menyebabkan terjadinya hegemoni yakni ketertundaan kultural yang dialami orang-orang karena pemikiran mereka telah dimanipulasi sedemikian rupa oleh pihak yang berkuasa melalui rekayasa sosial.

Ilustrasi: Komunikasi membuka tabir halangan by Sr M. Ludovika OSA

Sajian kebenaran

Ruang komunikasi menjadi ruang destruktif. Padahal tujuan dari komunikasi baik yang berbasiskan media online ataupun cetak adalah menyampaikan kebenaran.

Kebenaran menjadi syarat mutlak dalam menyajikan informasi. Tujuan yang demikianlah yang mengarahkan pada humanusasi manusia (memanusiakan manusia).

Humanisasi manusia harus dimulai dari diri manusia itu sendiri. Jika manusia tidak terarah pada kebenaran dalam hal komunikasi, maka dengan sendirinya ia mencedari martabatnya sebagai mahkluk yang berakal budi.

Jadi, dibutuhkan kesadaran dalam diri manusia agar martabat manusia dapat dipelihara dengan baik.

Nilai etis 

Penyajian informasi yang salah (bernada penghinaan, penistaan atau pencemaran nama baik) pertama-tama disebabkan oleh manusia itu sendiri. Kita tidak bisa menyalahkan media sosial.

Baik dan buruk media komunikasi tergantung cara manusia menggunakannya.

Media sosial hanya berfungsi sebagai instrumen untuk menyalurkan segala apa yang menjadi kreativitas manusia. Hal ini pun berdampak bagi proses perkembangan manusia dalam dunia digitalisasi ini.

Segala cara melibatkan media sosial untuk membantu dan memberikan inspirasi awal dalam menyelesaikan segala tugasnya.

Kebebasan untuk berkreatif di media sosial adalah suatu keharusan bagi manusia zaman sekarang. Namun yang perlu diperhatikan dalam mengekspresikan kebebasan adalah nilai etis.

Nilai etis merujuk pada ranah moral (baik dan buruk).

Setiap manusia wajib melakukan apa yang baik dan menghindarkan yang buruk. Namun kalau manusia salah dalam mengartikan kebebasan, maka situasi akan sangat berbeda.

Situasi yang penulis maksudkan ialah bentuk ekspresi manusia yang merugikan sesama dan diri sendiri. Hal ini mengandung makna etis, agar apa yang menjadi harapan bersama dapat tercapai.

Kalau nilai etis yang positif hadir dalam diri setiap orang, maka hoax akan hilang dengan sendirinya.    

Ilustrasi – Memproduksi berita dan menjamin kebenaran informasi dengan terjun ke lapangan (Denver News)

Dekrit Inter Mirifica

Dekrit Inter Mirifica (IM) dipromulgansi oleh Paus Paulus ke VI tanggal 4 Desember 1965. Terjemahan judul Inter Mirifica (di antara karya teknologi yang mengagumkan) mengatakan maksud dari dokumen ini.

IM menaruh perhatian besar pada kemajuan kreativitas manusia dalam teknologi komunikasi.

Dekrit ini muncul sebagai tanggapan atas realitas perkembangan dunia yang ditandai dengan kemajuan teknologi komunikasi.

Gereja secara khusus dalam ensiklik Inter Mirifica  mengemukakan beberapa poin penting mengenai komunikasi dalam kaitannya dengan teknologi.

Menurut Paus Paulus VI, komunikasi dan teknologi harus terarah pada kebenaran dan kebaikan.

Media komunikasi harus menjadi sarana untuk membangun karakter manusia.

Secara khusus, Paus mengimbau Gereja untuk menyambut kemajuan dan perkembangan dunia teknologi dengan penuh kegembiraan.

Sebab kemajuan teknologi itu membantu Gereja dalam melaksanakan tugas yakni mewartakan kebenaran Injil kepada semua manusia.

Media komunikasi menjadi sarana pewartaan yang efektif.

Selain untuk Gereja, Paus mewajibkan semua lapisan masyarakat untuk menempatkan media komunikasi sebagai penunjang kehidupan bersama.

Salah satu caranya adalah menjadikan media komunikasi sebagai sarana edukatif.

Paus Paulus VI. (Ist)

Etika berkomunikasi

Paus Paulus ke VI sudah mengatakan bahwa media komunikasi harus didasarkan pada etika atau kaidah-kaidah yang berlaku.

Kaidah-kaidah yang terarah pada perkembangan dan pertumbuhan nilai-nilai kehidupan manusia.

  • Untuk itu, manusia harus tunduk pada kaidah-kaidah yang diatributkan pada media sosial.
  • Berhadapan dengan media komunikasi, manusia yang adalah subjek harus tuduk pada kaidah-kaidah yang berlaku.
  • Manusia sebagai subjek yang penuh dengan kebebasan harus menempatkan media komunikasi sebagai instrument atau sarana.
  • Media komunikasi adalah sarana yang membantu manusia mengaktualisasikan dimensi sosialitasnya.  Tujuan dari pengaktualisasian dimensi ini adalah pengembangan nilai-nilai kehidupan.

Etika dalam berkomunikasi akan membawa dampak bagi kehidupan bermasyarakat. Namun realitas mengungkapkan bahwa manusia sering kali melupakan etika dalam kehidupannya sehari-hari dan terlebih khusus dalam penggunaan media sosial.

Hal ini menimbulkan hoax di mana-mana dan dalam situasi yang berbeda-beda. Dalam mengatasi problem ini tentunya sangat dibutuhkan kesadaran dalam diri setiap orang.

Kesadaran pada akhirnya akan berdampak pada nilai etis dalam bertindak.

Sangat diharapkan bahwa nilai-nilai kehidupan sebagai manusia tidak dilupakan begitu saja dengan perkembangan zaman yang semakin maju. Melainkan terus ditanamkan dan perlu dihidupi dalam kehidupan sehari-hari.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here