Renungan Harian
Minggu, 25 Juli 2021
Minggu Biasa XVII
- Bacaan I: 2Raj. 4: 42-44.
- Bacaan II: Ef. 4: 1-6.
- Injil: Yoh. 6: 1-15
ISTILAH “jangga tangga” menjadi populer di daerah Solo, Wonogiri, dan sekitarnya.
Saya tidak tahu persis siapa yang memunculkan istilah ini. Hanya awalnya banyak disebut oleh Wali Kota Surakarta.
Istilah ini muncul dan popular selama masa pandemi Covid-19. Pada saat Hari Raya Idul Fitri tahun 2020 lalu, ketika diberlakukan larangan mudik, “jaga tangga” menjadi penting.
Untuk menjaga lingkunganya, bila ada pemudik yang pulang.
Tentu maksudnya bukan untuk memata-matai. Tetapi untuk waspada agar tidak terjadi penularan virus Covid-19 yang disebabkan hadirnya pemudik.
Pada waktu itu, “jaga tangga” cukup efektif untuk membantu pemerintah agar tidak ada pemudik yang pulang kampung dan membawa virus.
Sampai sekarang “jaga tangga” tetap menjadi penting dan berguna untuk membuat masyarakan memberi perhatian pada tetangga dan lingkungannya.
Ketika penyebaran virus Covid-19 menjadi semakin menggila akhir-akhir ini, “jaga tangga” menjadi amat penting.
Banyak warga yang terpapar dan harus isolasi mandiri. Mereka yang isolasi mandiri dengan sendirinya tidak mungkin untuk mencukupi kebutuhan hariannya.
Maka dengan “jaga tangga” kebutuhan harian warga yang menjalani isolasi mandiri dipenuhi oleh tetangga sekitarnya.
Warga setiap bulan memberikan iuran uang dalam jumlah tertentu untuk membantu tetangga yang sedang isolasi mandiri.
Usaha yang luar bisa dilakukan oleh masyarakat untuk membantu saudara di lingkungan tempat tinggalnya. Kesadaran bersama untuk bersama-sama menanggung penderitaan saudaranya tumbuh subur di masa sulit seperti ini.
Semua mau memberi dari segala kekurangan untuk saudaranya. Seolah-olah semua orang menjadi sadar bahwa saya bertanggungjawab atas penderitaan saudaranya.
Sebagaimana sabda Tuhan hari ini sejauh diwartakan dalam Injil Yohanes, Yesus meminta para murid untuk bertanggung jawab atas orang-orang yang mengikuti-Nya yang juga sudah mendapatkan pelayanan dari para murid.
Dan karena kerelaannya, maka hal yang tidak mungkin menjadi mungkin, hal yang tidak seberapa menjadi luar biasa.
“Di sini ada seorang anak, yang mempunyai lima roti jelai dan dua ikan; tetapi apakah artinya itu untuk orang sebanyak ini?”
Bagaimana dengan aku?
Apakah aku juga merasa bertanggung awab atas penderitaan saudaraku?