Home BERITA Jalan Kerendahan Hati

Jalan Kerendahan Hati

0
75 views
Ilustrasi - Menjadi rendah hati. (Ist)

Sabtu, 23 Agustus 2025

Rut 2:1-3, 8-11; 4:13-17
Maz.128:1-2, 3, 4, 5
Matius 23:1-12

KEMARIN dan hari ini, hampir semua media di Indonesia menayangkan penangkapan wamenaker oleh KPK melalui OTT. Dia adalah mantan aktivis 98 yang kemudian menjadi pejabat.

Kehebohan berita ini terjadi karena pelaku tersebut sebagai pejabat yang sering bicara soal bagaimana menentang korupsi yang terjadi di tanah air ini, namun dengan kejadian OTT ini, sikap dan perilakunya sepertinya tidak sejalan dengan apa yang sering dia katakan.

Kita sering menyaksikan pemimpin, baik agama maupun politik, yang gagal mempraktekkan apa yang mereka ajarkan.

Ada yang lalai menepati janji, ada yang hanya mencari pencitraan, ada yang memperalat kekuasaan demi kepentingan diri. Akibatnya, kekuasaan yang semestinya menjadi sarana untuk melayani justru berubah menjadi alat penindasan, kesombongan, bahkan manipulasi.

Kekuasaan sejati bukanlah soal siapa yang berkuasa, melainkan bagaimana kuasa itu dipakai untuk menegakkan kebenaran, mengangkat yang lemah, dan menebarkan kasih.

Pemimpin yang hanya mencari pujian dan penghormatan akan kehilangan wibawa sejati, sebab kemuliaan palsu tidak bertahan lama.

Sedangkan, pemimpin yang rendah hati, jujur, dan berani berkorban demi sesamanya, dialah yang akan dikenang sebagai pemimpin yang benar.

Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian,”Barangsiapa terbesar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu.

Dan barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan.”

Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering tergoda untuk mencari pengakuan, pujian, atau penghormatan. Namun firman Tuhan mengingatkan kita bahwa jalan menuju kemuliaan bukanlah meninggikan diri, melainkan merendahkan hati dan menjadi pelayan kasih bagi sesama.

Kerendahan hati bukan berarti menganggap diri hina, tetapi menempatkan diri secara benar di hadapan Allah dan sesama. Orang yang rendah hati sadar bahwa segala yang ia miliki adalah anugerah, dan karena itu ia menggunakannya bukan untuk menyombongkan diri, melainkan untuk melayani.

Yesus sendiri menjadi teladan. Dia adalah Tuhan, tetapi memilih jalan menjadi hamba. Ia membasuh kaki murid-murid-Nya, makan bersama orang berdosa, mendekati yang tersisih, bahkan rela mati di kayu salib demi keselamatan manusia. Inilah kebesaran yang sesungguhnya: kuasa yang diwujudkan dalam kasih dan pengorbanan.

Kita pun diajak untuk bercermin. Apakah dalam lingkup kecil, keluarga, komunitas, pekerjaan, kita menggunakan “kuasa” yang kita miliki untuk melayani, atau justru untuk mencari hormat dan keuntungan diri sendiri?

Bagaimana dengan diriku?

Apakah saya lebih sering mencari penghargaan atau kesempatan untuk melayani?

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here