Romo Robertus Wijanarko CM, 47 Tahun
Provinsial CM asal Cepu, Jawa Tengah
DI desa kecil, hidup menggereja pada sebuah stasi yang kadang hanya dilayani oleh seorang pastor. Kehadiran sosok pastor di stasi sangat dinanti, walau hanya sebulan sekali. Itu pun jika tidak ada halangan. Kondisi ini menjadi permenungan Robertus kecil, bahwa imam itu dibutuhkan oleh Gereja.
Ketika SMA, Robertus berada di Kabupaten Blora, Jawa Tengah. Mulai aktif dalam pelbagai kegiatan di lingkup gereja. Berbagai kelompok kategorial seperti misdinar, kegiatan kaum muda, legio, dan terlibat mendampingi pastor untuk mengunjungi orang-orang miskin, membantu pelayanan misa di stasi-stasi. “Keterlibatan dalam berbagai kegiatan tersebut membuat saya mengenal apa artinya menjadi ,mam itu,” kata Romo Robertus.
Dengan sadar pula Robertus menyadari bahwa benih-benih panggilan mulai tumbuh untuk menjadi seorang imam.
Terpanggil karena dibutuhkan
Lulus SMA tahun 1986, dengan mantap Robertus melamar untuk mengeyam pendidikan Seminari Menengah St. Vincentius a Paulo terletak di Kecamatan Garum, Kabupaten Blitar, Jawa Timur. Selesai menjalini dua tahun pendidikan di seminari, langsung melamar ke Tarekat/Kongregasi CM dan diterima. Setelah berkarya dalam berbagai tugas dan pelayanannya, Romo Robertus diberi kesempatan untuk pendidikan hingga S3.
Tahun 1996, Robertus ditahbiskan menjadi imam. Kini sudah menjalani 20 tahun imamat dalam Kongregasi CM.
—————————-
Romo Paulus Aryono CM, 70 Tahun
Pastor Paroki Santo Thomas Aquinas di Amban Manokwari
PUTERA Altar menjadi dasar panggilanku. Aktivitas sebagai putera altar telah menjadikan Aryono kecil bersama saudaranya menapaki panggilan untuk masuk seminari sebagai jenjang menjadi seorang imam. Mantapnya panggilan untuk masuk seminari di daerah Blitar setelah lulus SMA. walaupun kedua adik Aryonosudah terlebih dari masuk seminari.
Dipilih karena panggilan mantap
Dari kedua adiknya, ibunda lebih yakin bahwa mereka pasti akan menjadi imam. Karena dari segi semangat, rasa percaya diri dan penampilan, ibunda yakin mereka bisa mencapai cita-citanya. Ibunda dari Aryono dewasa sempat ragu akan keinginan Aryono untuk masuk seminari, akan tetapi jawaban yang sederhananya yaitu ” Kita belum tentu jadi, kita masih mencoba”.
Singkatnya saat Aryono berada pada jenjang frater, kedua adik mengundurkan diri dari seminari. Aryono terus melanjutkan pendidikan hingga ditahbiskan menjadi imam. Akhirnya setelah pentahbisan, Ibu tercinta pun berkata kepada Aryono ” ternyata kamu yang jadi pastor.
Romo P. Aryono ditahbiskan tahun 1974 di Surabaya. Kini, ia sudah memasuki 42 tahun setia dalam pelayanan dalam Kongregasi CM. Tahun 2014 diutus menjadi tenaga pastoral sebagai pastor paroki di Gereja Santo Thomas Aquinas di Amban Manokwari, Keuskupan Manokwari-Sorong, Papua Barat.
———————–
Romo Henricus Y. Kuniawan CM, 32 Tahun
Pastor Rekan Paroki Santo Thomas Aquinas di Amban Manokwari
SMP (Sekolah Menuju Pastor)…ehhh bukan. Ini hanya sebuah intermezzo saja. Ini hanya awal ketidaksengajaan Hendri kecil ditawarkan oleh guru kelas (guru agama) yaitu pendaftaran di Seminari Garum (Blitar).
“Saya secara spontan mengangkat tangan (sebuah dorongan dalam diri yang mungkin tidak disadari –pen.) tanpa memikirkan apa yang akan terjadi nanti,”kenang si Henri kecil.
Sosok Hendri kecil kala itu tinggal di sebuah desa di Stasi Paroki Santo Yusup. Keterlibatan Hendri dalam berbagai kegiatan rohani di stasi merupakan salah satu bentuk didikan orangtua untuk membentuk pribadinya agar lebih mengenal katolik lebih baik. “Keterlibatan dalam menjadi mesdinar, Legio Maria dan mendampingi para romo dan suster dalam pelayanan, menjadi pengalaman yang masih tertanam dan masih teringat sampai sekarang,” kata Romo Hendri.
Perjalanan hidup menggereja lewat berbagai kegiatan kala itu, tanpa disadari bahwa Tuhan telah membentuk sosok Hendri untuk menjadi lebih matang dalam panggilannya untuk masuk ke seminari.
Berani Menjawab “Ya”
Gairah sebagai sosok anak muda, menjadi tantangan dalam menjalani masa-masa di Seminari. Namun berkat doa dan dukungan orangtua, Hendri tetap teguh dalam panggilan.
Tanpa disadari bahwa peran Keuskupan Surabaya dengan adanya Romo-romo dalam tarekat Praja dan CM, mengantar Romo Hendri untuk menentukan pilihannya untuk masuk pada tarekat/kongregasi apa. Tahun 2013, ia masuk novisiat nofisiat CM.
Catatan kecil dari Romo Hendri, bahwa imam ataupun Suster (Biarawan/Biarawati) adalah panggilan hidup yang tidak biasa. Hanya sedikit orang yang tertarik akan panggilan ini. Dan butuh perjuangan ekstra, karena banyak godaan, selain kelemahan dan keterbatasan. Lalu dalam panggilan itu setiap individu memiliki pergulatan dan tantangan untuk menuju pada keyakinan tetap (menjadi Imam) atau kembali menjadi orang awam.
Dengan menjawab panggilan Tuhan menjadi seorang imam, berarti siap untuk meninggalkan segala sesuatu misalnya: keluarga, keinginan yang menarik dll. Demi pengabdian kepada gereja, memberikan diri dalam perutusan gereja. “Menghayati Tugas dan Spritual Vincensian dengan bermisi di Keuskupan Manokwari-Sorong”
————————–
Romo Marthinus Aloysius Paryanto CM, 41 th
Pastor Paroki Gereja Kristus Terang Dunia Tofoi, Bintuni – Papua Barat
KAMPUNG Duren Sawit, Kulon Progo, DIY. Alkisah dari kelas 4 SD, Par sudah sering ditanyai jika besar mau jadi apa? Begitulah isi pertanyaan dari seorang frater yang menjadi guru agamanya.
Dan Par kecil pun lalu menjawab: “Saya mau jadi Pastor”.
Kecantol sama mantol merah
Ingin menjadi Pastor dengan pemikiran sederhanya dari sosok Par kecil kala itu adalah sebagai berikut:
- Figur heroic yang menjadi idola anak pada tahun 80an yaitu “Superman” dengan mantol merahnya. Jadi tampak kelihatan gagah.
- Pastor selalu mendapatkan hosti besar, sementara umat mendapatkan yang hosti kecil. Keimanan Par secara bertahap bertambah dari waktu kewaktu dengan adanya bimbingan keluarga juga aktif dalam kegiatan mi Ketika kelas 3 SMP, Par tinggal di Pastoran Paroki Promasan.
Pilihan CM tidak sengaja
Kemantapan pilihan terjadi lewat Aksi Panggilan yang dilakukan oleh paroki. Saat itu Par yang beranjak remaja mendapatkan brosur CM dari kongregasi dan tarekat yang hadir. Lewat brosur yang diperolehnya, Par lalu memantapkan pilihannya.
Peran seorang pastor Italia di Kongregasi Lasaris juga ikut andal dalam pemupukan panggilan Par. Respon cepat Pastor membalas surat yang dikirim oleh Par telah membuat Par menyadari bahwa dukungan dan perhatian yang diberikan oleh Pastor menjadi semangat untuk terus melanjutkan panggilan tersebut .
Romo Paryanto ditabiskan jadi Imam 22 September 2004. Sejak tahun 2011 berkarya di Tofoi hingga sekarang. “Dipilih di antara yang terpanggil, ” demikian yang terjadi dalam perjalanan menjadi Imam.
————————
Ignatius Priyambodo Widhi Santoso CM, 35 tahun
Pastor Rekan Paroki Gereja Kristus Terang Dunia Tofoi, Bintuni – Papua Barat
SOSOK Romo Priyambodo (Pri) adalah pribadi penuh karisma, sederhana, santun dan gaul. “Memaknai perjalanan pangilan menjadi seorang Imam adalah semua tidak terlepas dari anugerah dari Tuhan dan dipercayakan kepada saya untuk mendapat urapan dalam tahbisan menjadi imam,” kata Romo Pri.
Sebuah kalimat yang menurut saya sangat sedehana tapi sangat bermakna.
Imamat, anugerah Tuhan
Kota Madiun tempat darimana ia berasal. Menjalini kegiatan-kegiatan seperti ikut mesdinar, mendampingi Romo dalam pelayanan ke stasi-stasi. Melihat figur seorang romo yang baik dengan segala pelayanannya dan berbagai perhatian dari umat menjadi permenungan dalam diri Pri saat remaja.
Perjalanan panggilan dimulai dengan masuk di Seminari Menengah St. Vincentius a Paulo terletak di Kecamatan Garum, Kabupaten Blitar, Jawa Timur selama empat tahun. Pada tahun ke-4, lewat kegiatan weekend ia pernah ditempatkan di pedesaaan atau daerah terpencil pada kondisi yang terbatas dalam berbagai segi transpotasi dan kehidupan yang sederhana. Ternyata kondisi daerah dan semangat bermisi (Vinsensian) menjadi dasar pilihan untuk masuk dalam Kongregasi CM.
Romo Pri akhirnya ditahbiskan menjadi Imam tahun 2009. Kini ia sudah melakoni hidup imamat selama 3 tahun 7 bulan dan menjadi Imam Rekan di Paroki Pastor Gereja Kristus Terang Dunia Tofoi.
Romo Pri sangat bersyukur atas pengalaman-pengalaman menarik dari sekolah dasar (SD) hingga seminari. “Semua yang saya alami (panggilan menjadi seorang imam) adalah berkat anugerah Tuhan yang tercurah dan bagaimana saya menanggapi panggilan itu,” kata Romo Pri.
Secara bertahap Tuhan telah membentuk sebuah pribadi yang dengan sadar atau tidak sadar lewat berbagai kegiatan dan pelayanan melalui sosok/figur seorang Imam, Diakon, Frater maupun Suster. Menjadikan diri mereka lebih peka pada panggilan Allah untuk di utus dengan Semangat Vincensian (St. Vincensius).
Kredit foto: Agustinus Lebang