Jalur

0
279 views
Meniti jalur sepi di kebun karet. (AC Eko Wahyono)

SENGAJA menyusuri jalur Air Terjun Manggisan Perkebunan Karet Sumber Tenggulun. Jalur ini sangat jarang dilintasi pesepeda atau goweser. Jalur jalan perkebunan karet ini berbatu-batu, berlumpur dan licin. Apalagi setelah disiram hujan beberapa hari, jalan semakin sulit dilintasi.

Kesulitan tidak hanya urusan jalur jalan. Tiap pesepeda yang melintas harus menyiapkan stamina cukup. Tanjakan tidak langsung tinggi, tetapi dari lembah semakin lama semakin menanjak, sehingga menjadi tanjakan panjang.

Tidak seperti melintas di tanjakan jalan raya yang lebih mudah ditaklukkan, jenis tanjakan seperti ini menguras tenaga. Maka, berlaku hukum: bila kehabisan nafas, turun dari sepeda dan berjalan mendaki pelan-pelan.

Bila dipaksakan, terlalu berisiko pada detak jantung. Jantung bekerja terlalu keras, memompa lebih cepat. Bila asupan oksigen tak cukup, berisiko pada kehilangan kesadaran atau nyawa.

Kesulitan fisikal sangat mudah diatasi dengan latihan fisikal juga. Bila jalur panjang dan menanjak, naik dan turun, diulang beberapa kali, daya tahan akan terbentuk dan menjadi terbiasa.

Yang sulit diatasi adalah rasa sepi. Jalur yang ditempuh makin mencekam, sepi nyenyet bila jarang dilalui dan sering tak berjumpa dengan orang lain. Lorong panjang tak dikenal selalu mencekam untuk dilalui. Saat menapaki, selalu muncul tanya, “Ini akan mengarah ke mana dan kapan sampai.”

Mungkin, sudah ditempuh lebih dari tiga per empat jalur perjalanan. Jalur itu sudah dikenal. Barangkali diulang beberapa kali. Kemungkinan dua kali ditempuh. Boleh jadi baru sekali dilalui.

Sewaktu melalui jalur-jalur itu barangkali timbul tanya: mengapa demikian sukar? Apa aku mampu?

Tetapi, di sini dan kini, hic et nunc, cuma ada ucapan: “Syukur pada-Mu, Engkau menuntun aku di jalur ini dan sampai di sini sekarang.”

01.01.2021. bm-1982. ac eko wahyono

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here