Home BERITA Jangan Menangis

Jangan Menangis

0
184 views
Airmata diusap menjadi suka, by Josh Newland

Selasa, 16 September 2025

1Tim. 3:1-13.
Mzm. 101:1-2ab,2cd-3ab,5,6; Luk. 7:11-17

PERNAHKAN kita merasakan keputusasaan yang begitu besar sampai seolah-olah segala pintu tertutup, dan harapan lenyap dari hati?

Keputusasaan itu pahit: menenggelamkan sukacita, melemahkan langkah, membuat kita bertanya apakah hidup ini masih berarti. Perasaan itu nyata dan wajar, bahkan orang beriman pun bisa mengalami masa-masa gelap seperti ini.

Keputusasaan bukan tanda bahwa iman kita gagal; seringkali itu reaksi manusiawi terhadap kehilangan, kekecewaan panjang, penolakan, sakit, atau beban hidup yang menumpuk.

“Tidak ada yang bisa aku lakukan selain pasrah, semua jalan sudah aku tempuh untuk membawa anakku kembali ke kehidupan yang baik,” kata seorang bapak.

“Judi online membuat anakku, hilang kesadaran, dan kehidupannya. Segalanya yang dia kumpulkan selama ini, habis tak berbekas.

Saya sudah berusaha mengingatkan tetapi tidak digubris. Saya sudah minta orang lain, bahkan romo untuk mengingatkannya tetapi ditolaknya.

Judi membuat anakku menjadi pembohong, nekat menjual segala yang bisa diuangkan yang kami miliki.

Berat sekali menghadapi perilaku anakku yang sudah tidak bisa berpikir jernih,” katanya

Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian, “Ketika Tuhan melihat janda itu, tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan, lalu Ia berkata kepadanya: “Jangan menangis.”

Yesus tidak hanya melihat secara kasat mata. Tatapan-Nya menembus kesepian, kehilangan, dan rasa putus asa perempuan itu.

Sebelum ada permohonan, sebelum ada doa yang terucap, belas kasihan-Nya sudah mendahului. Inilah wajah Allah yang kita imani: Allah yang melihat penderitaan, bukan sekadar memperhatikannya dari jauh, tetapi masuk ke dalam luka dan air mata kita.

Belas kasihan Yesus tidak berhenti pada empati. Ia menyentuh usungan jenazah dan memanggil anak muda itu untuk bangkit.

Kehadiran-Nya memulihkan bukan hanya sang anak, tetapi seluruh kehidupan sang ibu: martabat, keamanan, dan masa depannya. Kasih Tuhan yang sejati selalu memulihkan dan menghidupkan.

Bagaimana dengan diriku?

Apa pengalaman pribadiku ketika merasakan penghiburan Tuhan di tengah kesedihan?

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here