MENCARI dan mengalami kebahagiaan, sukacita tidaklah mudah. Dambaan itu mengandaikan seseorang mempunyai keinginan besar dan kesadaran diri untuk apa ia hidup.
Pertama, bukankah dapat dikatakan hidup adalah persiapan mati; bertemu dengan Tuhan sendiri sebagai asal dan tujuan hidup mereka.
Kedua, ia harus berani keluar dari diri sendiri menjumpai orang-orang yang mendukung dia. Dia harus menegaskan kepada siapa dia mempercayakan dan menyerahkan hidupnya?
Maria Magdalena yang masih terbalut kesedihan ingin berjumpa dengan Yesus. Kerinduan, ketulusan dan kepercayaan akan Yesus begitu besar.
Ia mengalami kasih Yesus. Ia telah diubah oleh belas kasih Yesus.
Mari kita baca bacaan hari ini, Kis 2: 36-41; Yoh. 20: 11-18.
Menjadi kristiani
“Mo, saya ingin dibaptis.”
“Loh, belum dibaptis ta? Romo sering lihat ibu ke Gereja.”
“Belum Romo. Juga dengan kedua anak saya ini, Mo. Siska, yang pertama 7 tahun; dan yang kedua, Andi, umur 5 tahun. Hanya suami yang sudah Katolik, Romo. Tapi jarang ke gereja.”
“Iyakah. Sibuk kerja?”.
“Nggak juga sih Romo. Alasannya capek.
Loh…
Saya ajak dia masuk di ruang tamu pastoran.
“Romo kaget lo. Kenapa ingin menjadi Katolik?”
“Romo perkawinan kami dulu secara Katolik sembilan tahun yang lalu. Saya dulunya bukan Katolik.”
“Hidup kami seperti biasa. Tidak ada gejolak. Rukun. Ribut-ribut kecil ya biasalah, terutama dengan anak-anak.”
“Satu saat Siska sakit panas. Saya kurang tidur, menjaganya. Saya sangat khawatir dan sedih. Suami sepertinya cuek, menyapa sih, menghampiri, tetapi ya begitulah.”
“Saya bernazar. Kalau Siska sembuh, saya akan rajin ke gereja dengan anak-anak. Saya tidak ke gereja, kalau tidak diajak suami. Suami pun jarang ke gereja.”
“Saya mencintai keluarga saya. Saya ingat janji untuk mendidik anak-anak secara Katolik. Tuhan baik. Siska disembuhkan. Lima bulan ini rajin ke gereja bersama anak-anak. Kadang tanpa suami,” begitu kisahnya.
“Oh gitu. Siska, Andi, rajin ya ke gereja. Kenapa?”
Dengan malu sambil goyang-goyangkan badan, menjawab, ”Senanglah…, karena dibeliin pizza abis dari gereja.”
Hhhhhhhhh……tawaku spontan.
“Anakmu jujur, lucu, menggemaskan.”
“Saya ingin menegaskan kerinduan dia.”
“Adakah alasan lain?”.
“Pertama Siska sembuh. Kedua, ingin mengajak suami lebih rajin ke gereja. Kami boleh hidup lebih dalam satu kapal iman, Mo.”
“Bagaimana dengan keluargamu yang non Katolik?”.
“Mereka sih modern Romo, tidak campur tangan. Setelah menikah, yang penting bahagia. Setelah berkeluarga, kami sering pergi ke rumah mami sekedar makan bersama. Suami selalu ikut dan ibu merasa senang, bahagia.”
“Sudah bilang ke suami?”
“Sudah Romo, dia bilang terserah mami aja, kalau itu yang terbaik.”
Aku membatin betapa lebih teralami keindahan dan bahagianya bila sang suami tampil sebagai seorang pria yang sungguh Katolik.
Setia kepada Gereja dan merayakan Sakramen-sakramen bersama.
Tetapi Tuhan sangat baik, kesadaran iman dikobarkan dan diteruskan dengan menjamah sang isteri yang bukan Katolik.
“Nanti jangan-jangan nyesal jadi Katolik loh. Terdengar, tidak semua orang Katolik hidup benar lo. Terdengar pula ada yang kurang peka akan imannya, hidupnya bahkan keluarganya, bagaimana?”.
“Enggaklah Romo. Tuhan pasti mengatur.”
Saya kagum.
Seorang perempuan membawa buah hatinya berserah kepada Tuhan Yesus. Saat Paskah tahun 2021 ini, walau dia belum katolik.
Bdk Kis 2: 41.
Yesus berkata, “Pergilah kepada saudara-saudara-Ku dan katakanlah kepada mereka, bahwa sekarang Aku akan pergi kepada Bapa-Ku dan bapamu, kepada Allah-Ku dan allahmu.”, ay 17b.
Tuhan, Terima kasih hadirnya perempuan-perempuan yang terberkati dan menginspirasi. Amin.???