
PERTEMUAN PBMN (Paguyuban Brayat Minulya Nusantara) Solo Raya tanggal 20 Agustus 2023 kemarin – sekalian merayakan HUT RI- berjalan dengan sangat semarak.
Korwil Semarang hadir dengan rombongan sama besar dengan tuan rumah. Ada sedulur dari Surabaya, Jogja, Muntilan, Jakarta, bahkan Kalimantan.
Pertemuan di SMA St. Yosep Solo ini paling akbar, bahkan bersaing dengan temu darat nasional beberapa waktu lalu. Kurang lebih 80-an mantan MSF beserta keluarga, dan juga beberapa imam tarekat MSF yang hadir.
Setiap wilayah ikut sharing, sebagai pengganti homili Misa yang dipersembahkan Rama Ibnu Fajar Muhamad MSF.
Stop luka batin, bekerja untuk bisa makan
Salah satu yang paling menarik adalah, syering Mas Yulius Nagel dari Surabaya.
Dua pokok besar yang ia tekanan adalah:
- Pertama, berhentilah suka berkisah tentang pengalaman luka batin pada MSF.
- Kedua, Rama Baker mengatakan, jika kamu di luar itu bekerja sehingga bisa makan. Berbeda ketika di biara, makan agar bisa bekerja.
Dua prinsip yang sangat mendasar.
Hidup di biara itu semua tersedia, semua cemepak, dan biar bisa bekerja perlu makan. Hal yang tidak bisa dilakukan, letika hidup di luar. Perlu bekerja dulu, sehingga bisa membeli makanan.
Hampir semua yang hadir mengalami kondisi itu. Hal yang sangat mungkin terjadi juga dengan sangat sulit. Jatuh bangun dan merasa sendirian.
Penutup, usai misa, Mas Widiyanto yang hadir dengan doorprze meriahnya memutarkan video. Sebuah film pendek India yang sangat inspiratif, di mana dikisahkan anak-anak difabel lomba lari. Mereka membayangkan kemenangan, piala di depan sana.


Semangat kebersamaan
Di tengah jalan, ada satu anak yang jatuh dan berteriak sangat keras. Rekan-rekannya, kompetitornya berbalik dan membawa temannya yang jatuh itu untuk mencapai finis bareng. Kemenangannya itu kemenangan bersama, bukan semata piala personal.
Senada dengan pernyataan pengurus pusat pada pertemuan yang dulu, kalau berdaya, jangan sendirian. Kemarin ia mengatakan, jika ada apa-apa berteriaklah, katakan sesuatu, sehingga rekan yang lain, bisa berbuat.
Seirama dengan pernyataan itu, rekan-rekan lain, sebagaimana Mas Nursih juga mengatakan masing-masing memiliki peran.
Salah satunya, perannya adalah “ngemis”, memintakan bantuan jika ada rekannya memerlukan bantuan.
Bang Alfred merasa pertemuan itu adalah sarana bertemu,dengan rekannya Mas Kliwon yang sudah hamper 30 tahun terpisah.
Sukacita yang purna, bagaimana ia harusnya mengisi pelatihan menulis di sebuah biara, namun memilih untuk bersama-sama PBMN. Mengumpulkan balung pisah yang faktual.
Rama Muhamad Ketika menyimpulkan syering rekan-rekan juga berbagi bagaimana ia galau ketika Ibunya sakit dan harus hadir di pertemuan itu.
Ternyata iman dan kehendak Allah nyengkuyung itu dan ibunya sudah membaik dan bisa ditinggal.
Iman yang meneguhkan, bersama dengan perjumpaan balung pisah. Saling guyup dan bersendagurau.
Salam JMJ.