Kardinal Suharyo Jelaskan Tiga Alasan Kunjungi Hasto Kristiyanto di Tahanan KPK

0
112 views
Ditemani Romo Thomas Ulun Pr (kanan), kini Wakil Sekretaris Uskup KAJ, Uskup Keuskupan Agung Jakarta Ignatius Kardinal Suharyo datang mengunjungi Hasto Kristiyanto di Rumah Tahanan KPK, Senin 14 April 2025. (Ist)

HARI Senin tanggal 14 April 2025 kemarin, Uskup Keuskupan Agung Jakarta Ignatius Kardinal Suharyo datang ke rumah tahanan KPK. Untuk kunjungi Hasto Kristiyanto, tahanan kasus suap dan atas “hilangnya” Harun Masiku dari “radar” KPK.

Hasto Kristiyanto adalah Sekjen PDIP.

Tiga alasan

Berikut ini tiga alasan mengapa Uskup KAJ Ignatius Kardinal Suharyo “sampai” menyempatkan waktu khusus untuk mengunjungi Hasto Kristiyanto. Tak ayal, kunjungan ini menuai banyak komentar – baik kritik pedas maupun pujian.

“Saya ingin berbagi alasan mengapa saya datang mengunjungi saudara-saudara kita yang sedang mengalami masa sulit; khususnya mereka yang berada di dalam tahanan. Keadaan mereka tentu tidak mudah. Juga saya berpendapat, kunjungan ini bukan hal yang luar biasa.

Saya melakukannya bukan hanya karena keinginan pribadi, tetapi karena mengikuti teladan Paus Fransiskus. Seperti yang kita tahu, Paus Fransiskus punya kebiasaan mengunjungi (para tahanan) di penjara setiap Kamis Putih; terutama sebelum masa Paskah,” kata Kardinal Suharyo kepada media saat menjawab pertanyaan wartawan.

“Sebagai uskup Keuskupan Agung Jakarta, saya memiliki tanggungjawab pastoral yang sama. Saya biasa mengunjungi wilayah pelayanan pastoral saya di Jakarta, Tangerang, dan Bekasi. Ini adalah bagian dari panggilan saya sebagai gembala umat,” ungkap Kardinal Suharyo.

Peziarah harapan

“Tahun 2025 ini, Gereja Katolik di seluruh dunia sedang merayakan Tahun Yubileum, dengan tema ‘Peziarah Pengharapan’.

Kita semua adalah peziarah pengharapan. Salah satu wujud nyata dari harapan itu adalah dengan mengunjungi saudara-saudara kita yang berada di dalam tahanan. Maka dari itu, kunjungan ini adalah bagian dari pelayanan dan wujud harapan tersebut,” demikian argumen Kardinal Suharyo menjelaskan misi pastoral yang dia emban di balik  keputusan kontroversial datang mengunjungi Hasto Kristiyanto di rumah tahanan KPK.

Disebut kontroversial, karena yang dikunjungi “hanya” Hasto Kristiyanto. Sedangkan, kunjungan-kunjungan lain kepada tahanan beragama Katolik yang juga menjadi tahanan KPK hingga kini tidak (pernah) terungkap. Bisa jadi pernah juga dilakukan, tapi tidak “terendus” media.

Uskup KAJ Ignatius Kardinal Suharyo datang kunjungi Hasto Kristiyano di rumah tahanan KPK, Senin 14 April 2025. (Ist)

Alasan pribadi

“Selain alasan pastoral tersebut,” kata Kardinal Suharyo kemudian, “saya juga memiliki alasan pribadi. Saya sudah lama mengenal (keluarga besar) Pak Hasto.

Dulu, saya tinggal di kawasan Jalan Kaliurang Km 7 selama lebih dari 16 tahun. Rumah saya (baca: Seminari Tinggi Santo Paulus Kentungan) berlokasi dekat dengan rumah keluarganya.

Di depan rumah kami (baca: Seminari Tinggi Kentungan) itu ada sebuah lapangan sepak bola, tempat kami sering bermain sepak bola bersama. Setelah bermain, biasanya saya mampir ke rumah keluarganya. Jadi, hubungan kami dengan keluarga Pak Hasto sudah terjalin cukup lama. Bukan baru kenal sekarang-sekarang ini saja,” tandas Kardinal.

Percakapakan dengan Hasto

“Tadi dalam percakapan bersama dengan Pak Hasto, saya mendengar bahwa  Pak Hasto menganggap masa-masa berada di dalam tahanan ini seperti masa retret – sebuah kurun waktu khusus untuk memurnikan diri,” kata Kardinal.

“Pak Hasto berkisah dia menjalani rutinitas harian seperti bangun pagi, berdoa, membaca Kitab Suci, berolahraga, menulis, merenung, dan berdiskusi. Kegiatan-kegiatan ini dilakukannya di dalam rumah tahanan – hal yang mungkin selama ini tidak dapat dia lakukan sebelumnya.

Pak Hasto berhasil membawa atmosfir semangat baru dan membuat suasana hidup komunal (bersama para tahanan lain itu) menjadi lebih hidup dan merasa sama-sama mendapat dukungan; bukan suram,” ungkap Kardinal Suharyo mengutip pernyataan Hasto saat berbincang-bincang dengan dirinya.

“Sungguh memang tidak mudah mampu mengubah situasi yang sulit (yang kini dihadapi Hasto Kristiyanto) itu menjadi sesuatu yang bermakna. Tapi itulah yang ditemukan oleh Pak Hasto – sekarang punya waktu (lebih banyak) untuk berdoa, merenung, dan menulis refleksi – menemukan ‘buah-buah rohani’ dari peristiwa yang dia alami,” papar Kardinal Suharyo mengutip “isi” perbincangan mereka.

Mendiskusikan kebenaran

Salah satu hal yang diskusikan antara Kardinal Suharyo dan Hasto Kristiyanto adalah mengenai makna berdoa sebagaimana bisa ditemukan di dalam Kitab Kisah Para Rasul. Dan inilah jawaban Kardinal ketika pertanyaan tentang adakah ayat-ayat khusus berupa penghiburan atau lainnya yang sempat menjadi bahan pembicaraan mereka.

“Biasanya, ketika orang mengalami kesulitan, mereka akan berdoa agar dibebaskan. Namun dalam doa seperti yang diceritakan di Kisah Para Rasul, jemaat tidak meminta pembebasan. Mereka percaya bahwa Tuhan memiliki rencana damai dan sejahtera. Yang mereka mohonkan justru adalah keberanian untuk terus mewartakan firman Tuhan; menyampaikan kebenaran di tengah kesulitan,” begitu jawaban Kardinal Suharyo.

Lainnya adalah praktik berpuasa yang boleh dikatakan sangat “ekstrem” yakni tidak makan-minum selama tiga hari. “Ini seperti praktik berpuasa tokoh dalam Kitab Suci yakni Esther. Kalau setengah hari saja saya tidak makan sudah langsung merasa pusing-pusing,” kata Kardinal mengilustrasikan betapa seriusnya Hasto berpuasa.

Lagi tentang makna doa sebagaimana dikisahkan dalam Kitab Para Rasul. “Doanya itu didaraskan oleh umat dalam kondisi sulit. Dalam kondisi ‘biasa’, maka doa itu berisi harapan agar segera ‘dibebaskan’ dari situasi sulit tersebut.

Tapi dalam konteks doa dalam Kitab Para Rasul itu, umat percaya bahwa Tuhan punya rencana sesuatu yang akan mendatangkan suasana damai dan sejahtera. Apa pun keadaan sulit itu, ujud doa itu adalah sebuah harapan,” kata Kardinal menerangkan makna doa dalam kondisi sulit.

“Maka ketika doa itu kemudian ‘ditutup’, yang keluar dari mulut si pendoa adalah bukan keinginan untuk dibebaskan. Melainkan keberanian untuk terus mewartakan firman (Tuhan). Dan itu berarti mewartakan kebenaran,” tandas Kardinal Suharyo menjawab pertanyaan media.

Ir. Michael Sumariyanto titipkan sebuah daun palma kepada Kardinal Suharyo untuk diberikan kepada Hasto Kristiyanto. (Ist)

Bawakan daun palma

“Terakhir, saya juga dititipi sebuah daun palma oleh Pak Sumariyanto membawakan daun palma untuk diberikan kepada Pak Harto, karena kemarin itu Hari Raya Minggu.

Ternyata di rumah tahanan KPK ini kemarin juga sudah ada perayaan ekaristi Minggu Palma untuk para tahanan Katolik bersama Romo Yustinus Sulistiadi Pr (dari Paroki Cilangkap, Jakarta Timur). Itu menunjukkan bahwa dalam keterbatasan sekalipun, iman dan pengharapan tetap hidup,” terang Kardinal Suharyo kepada media.

Dalam kunjungan ke rumah tahanan KPK guna menemui Hasto Kristiyanto kemarin, Kardinal Suharyo ditemani antara lain:

  1. Romo Thomas Ulun Pr, imam diosesan KAJ – kini Wakil Sekretaris Uskup KAJ.
  2. Yulius Setiarto, alumnus Seminari Mertoyudan – kini anggota DPR RI dari Fraksi PDIP.
  3. Sejumlah orang lainnya.

Mempertanyakan motivasi

Salah seorang teman alumnus Seminari Mertoyudan KPP 74 dalam sebuah grup WA Kartolik secara kristis mengritik keras kunjungan Kardinal Suharyo bertemu Hasto Kristiyanto. Ia menganggap kunjungan itu tidak layak dilakukan, karena berbagai alasan seperti:

  • Mengesankan berlaku “pilih kasih” – mengapa yang dikunjungi hanya Hasto Kristiyanto saja, padahal di sana juga ada tahanan umat Katolik lainnnya.
  • Menggugat kesan jangan-jangan Uskup KAJ ikut “berpolitik”. “Jadi tidak fair dong, karena banyak umat Katolik sekarang ini sedang antusias menyokong pemerintah dan KPK meringkus para koruptor,” ungkap alumnus Seminari Mertoyudan KPP 74.

PS: Sumber liputan Kompas TV

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here