BANYAK sekali peraturan tentang Hari Sabat dalam tradisi dan agama Yahudi. Salah satunya, orang tidak boleh menggiling gandum. Maka ketika orang Farisi melihat murid-murid Yesus memetik bulir gandum, menggisar, lalu memakannya, orang Farisi merasa terganggu (Lukas 6: 1).
Mereka berkata, “Mengapa kalian melakukan sesuatu yang tidak diperbolehkan pada hari Sabat?” (Lukas 6:2). Yesus menanggapi dengan mengingatkan mereka akan kisah Daud dan para pengikutnya yang melanggar hukum tentang roti persembahan (Lukas 6:3-4).
Tidak berhenti di situ. Yesus menegaskan tentang Diri-Nya. “Anak Manusia adalah Tuhan atas hari Sabat.” (Lukas 6:5). Bagaimana memahami perikop injil ini?
Pertama, yang dilarang adalah menggiling gandum, bukan menggisar dengan telapak tangan. Yang pertama itu pekerjaan besar, maka dilarang pada hari Sabat. Sedang yang kedua bukan. Jadi, boleh dilakukan.
Kedua, hukum Sabat untuk menyelamatkan manusia. Bukan manusia untuk hari Sabat. Ketika orang lapar, dia boleh makan. Juga ketika caranya dianggap melanggar Hukum Sabat.
Ketiga, di atas hari Sabat ada hukum utama, yakni hukum kasih. Semua hukum bergantung padanya (Matius 22: 40). Tidak ada satu pelanggaran hukum pun ketika orang melakukan sesuatu demi kasih. “Kasihilah, dan lakukan apa saja yang kau mau,” kata Santo Agustinus.
Kasih itu terwujud secara sempurna dalam Yesus (Yohanes 3: 16). Mengapa? Karena di dalam Dia orang menemukan kasih terbesar dan murni yang tidak mengharapkan balasan bagi diri-Nya (Yohanes 15: 13).
Yesus itu wujud nyata dari hukum kasih. Karena itu, Dia bersabda, “Anak Manusia adalah Tuhan atas hari Sabat.” (Lukas 6: 5). Mereka yang percaya dan mencintai Dia serta melakukan yang diajarkan-Nya tidak perlu khawatir bakal melanggar hukum.
Sabtu, 3 September 2022
PW Santo Gregorius Agung, paus dan pujangga Gereja