Kaum Perempuan Dayak Kayaan di Mendalam Pimpin Ritual Dange Inkulturatif di Paroki St. Antonius Padua, Sintang

0
1,258 views
Kaum perempuan memimpin ritual Dange. Ini sudah menjadi tradisi. Tidak boleh sembarang orang memimpin. Mereka yang boleh memimpin adalah kaum perempuan ningrat. (Samuel BJP)

BICARA tentang budaya, tentunya kita tidak terlepas dengan kebiasaan. Kebiasaan ini dibentuk karena ada sebuah peristiwa, baik itu secara pribadi maupun kelompok.

Kalimantan Barat dikenal dengan keberagaman dan kekayaan alam yang luar biasa. Kebiasaan itu akan membawa kelompok atau perorang untuk masuk dalam sebuah ranah yang tidak biasa bagi generasi modern saat ini.

Tanggal 21 April 2018 bertempat di Paroki St. Atonius Padua Mendalam telah dilaksanakan Misa Syukur Dange Inkulturatif oleh umat Katolik Dayak Kayaan.

Upacara Misa diawali dengan perarakan pembukaan dengan tarian yang diiringi sape (alat musik petik tradisional Dayak Kayaan) dan pembunyian gong ala Dayak Kayaan.

Misa dipimpin oleh Bapak Uskup Keuskupan Sintang Mgr. Samuel Oton Sidin OFMCap dan didampingi tamu spesial yaitu Bapak Uskup Agung Pontianak Mgr. Agustinus Agus dan Romo John Rustam, pastor Paroki Maria Ratu Pencinta Damai (MRPD) beserta beberapa imam lainnya yang turut ikut serta mendampingi perayaan misa.

Tarian, musik  dan ritual syukur panen

Dayak Kayaan Mendalam adalah satu  kelompok dari tiga suku kecil yang berdiam di sekitar Sungai Mendalam, Kecamatan Putussibau, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat.

Suku Dayak Kayaan Mendalam ini berada di tiga desa, yakni Padua, Teluk Telaga, dan Datah Dian. Wilayah perkampungan suku Dayak Kayaan Mendalam ini terdiri dari beberapa perkampungan yakni Sungai Ting, Tanjung Karang, Teluk Telaga dan Datah Dian.

Ada pun tiga suku yang berada di Mendalam yaitu Umaa’ Pagung, Umaa’ Suling, dan Umaa’ Aging.

Sudah menjadi tradisi bagi masyarakat Dayak Kayaan Mendalam melakukan ritual syukur panen setiap tahun. Ritual syukur yang mereka lakukan bertujuan untuk menunjukkan rasa syukur kepada Tuhan, berterima kasih pada alam dan minta berkat untuk usaha tahun berikutnya.

Uniknya,  di masyarakat Dayak Kaayan pada kesempatan Perayaan Dange ini,  yang memimpin perayaan adalah kaum perempuan. Mereka  membaca doa dalam bahasa Kayaan didampingi oleh ibu-ibu lain dengan memegang tali kuning yang melingkari benih dan akar yang dibuat menjulang ke atas.

Akar pohon yang menjulang keatas memiliki makna, sebagai manusia kita mesti menanam kebaikan untuk hidup kekal setelah masa manusia lewat.

Uniknya lagi, dalam upacara Dange ini segala perayaan lebih dominan perempuan ketimbang peran laki-laki.

Prosesi penyambutan tamu dan semua yang datang dari jauh.

Kilas cerita tentang Dange

Upacara Dange seperti merupakan simbol satu kesatuan dari ritual rohani. Dahulu, Dange dilakukan secara khusus alias masih menggunakan cara yang lama. Tetapi, sejak tahun 1980-an almarhum Pastor Ding SMM yang bertugas di Paroki St. Antonius Padua Mendalam berhasil menerjemah banyak teks ibadat ke dalam bahasa Kayaan, dan seterusnya lalu digabungkanlah upacaya Dange sekaligus misa.

Semua ini terjadi karena  masuknya pengaruh Gereja Katolik. Sejak itu, maka bergemalah judul acara “Misa Syukur Dange Inkulturatif” yang sampai hari ini sudah menjadi tradisi budaya tahunan di sana.

Uskup Agung Pontianak Mgr. Agustinus Agus yang  saat itu masih menjadi Uskup Sintang selalu melibatkan diri dan mengikuti upacara ritual budaya dan religius ini. “Budaya tidaklah bertentangan dengan Ajaran Katolik, bukan gelap menuju terang tetapi dari samar-samar menuju terang,” kata Uskup Agus.

Sebagai Pastor Paroki St. Antonius Padua,  Rm. Yohanes Sumadi SMM mengaku senang bertugas di Mendalam. Selain disambut dengan baik oleh warga setempat, ia juga diperlakukan dengan sangat hormat. Di sini setiap bulan ada misa dalam bahasa Dayak Kayaan. Karena itu, kebiasaan memimpin menjadikan dia tahu sedikit-sedikit  bahasa Kayaan.

Tamu dari Kayaan Serawak

Perayaan Dange kali ini kedatangan tamu yang adalah saudara Kayaan dari Serawak Malaysia. Ada belasan orang datang turut ikut memeriahkan kebersamaa Perayaan Dange.

Setelah berkat penutup misa syukur Dange, acara dilanjutkan dengan atraksi penutup yang dilakukan oleh ibu-ibu dengan mengenakan topi delapan bulu burung dan menari mengelilingi kurban persembahan yang dibentuk seperti altar. Dengan topangan delapan kayu posisi akar menjulang keatas yang dibagi menjadi menjadi empat setiap sisi. Kemudian sisi kedua ditopang dengan dua kayu yang dipersilangkan.

Semua umat yang ada di dalam gereja, termasuk para pastor dan Uskup, lalu menuju halaman depan yang sudah disediakan. Semua dimulai dengan nyanyian pembukaan Pesta Gawai Dange.

‘Altar’ kurban persembahan.

Acara selanjutnya adalah makan siang bersama dan menampilkan pertunjukkan tarian, musik dan lagu yang semua dalam ciri khas daerah. Sebelum upacara penutup, umat yang menghadiri misa tidak boleh pulang.

Sepanjang acara, setiap orang menampilkan kebolehan mereka dalam menampilkan nuansa tradisi.

Prosesi terakhir terjadi sekitar pukul 16,15 WIB,  ketika ritual penutup dilakukan bersama. Semua undangan, termasuk Mgr. Agustinus Agus, Mgr. Samuel OFMCap, Romo Sumadi SMM, Wakil Bupati Kapuas Hulu Antonius L. Ain Pamero SH, dan segenap tamu Dayak  Kayaan dari Serawak memegang tali kuning yang melingkar lalu diiringi dengan nyanyian syukur Dange penutup, dan mohon perlindungan Tuhan.

Sambil menyanyikan lagu penutup,  semua orang yang hadir diolesi minyak bercampur arang pada pipi. Ini menandai bahwa setiap orang sudah menyelesaikan upacara Dange.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here