Kekuasaan dan Harta

0
372 views
Ilustrasi - Harta kekayaan berupa uang berlimpah. (Catholic.com)

Senin, 05 Juni 2023

  • Tb 1: 1a, 2a, 3; 2: 1b-8
  • Maz ; 112; 1-2, 3-4, 5-6; R: 1a
  • Mrk 13; 1-12

BANYAK orang mengatakan bahwa kekuasaan dan harta itu penting di dalam menjalani kehidupan ini.

Dengan kekuasaan seseorang akan mendapatkan kehormatan, fasilitas, dan keistimewaan lainnya.

Karena begitu besar manfaat kekuasaan orang berusaha meraihnya.

Ada yang secara bijak dan baik meraih kekuasaan itu namun ada pula yang menggunakan segala cara untuk meraih kekuasaan itu.

Seperti apa yang terjadi saat ini. Bagaimana kekuasaan diperebutkan oleh banyak orang,.

Pilpres juga merupakan bukti bagaimana kekuasaan itu menarik dan seksi hingga banyak orang yang ingin menjadi Presiden.

Kekuasaan dan harta tetap menjadi buruan dari pilpres ini.

Dalam bacaan Inji hari ini kita dengar demikian,

“Seorang saudara akan menyerahkan saudaranya untuk dibunuh, demikian juga seorang ayah terhadap anaknya. Dan anak-anak akan memberontak terhadap orang tuanya dan akan membunuh mereka.”

Tuhan mengingatkan pada kita bahwa kekuasaan dan harta ternyata juga memiliki daya perusak, tidak terkecuali merusak pemiliknya sendiri.

Tidak sedikit dalam sejarah kemanusiaan, orang yang berkuasa justru celaka oleh karena kekuasaannya itu.

Akibat tidak benar di dalam menjalankan kekuasaan, maka seseorang dicaci maki, dihujad, didemo, disumpah serapah, dan bahkan dihukum secara berlebih-lebihan.

Kita sering mendengar seorang penguasa dibunuh, dihukum gantung, dan lain-lain.

Penyalagunaan kekuasaan dan harta juga berakibat kesengsaraan terhadap banyak orang.

Banyak orang miskin, sengsara, dan bahkan semakin tidak berdaya, bukan karena mereka malas bekerja, tetapi oleh karena akibat perbuatan orang-orang yang serakah.

Secara mudah dan sederhana kita bisa melihat akibat keserakahan itu di berbagai bidang kehidupan, baik di bidang pertanian, perdagangan, peternakan, perikanan, keuangan, dan lain-lain.

Di bidang pertanian misalnya, pemilik modal membeli tanah rakyat untuk perkebunan.

Setelah itu, tanah pertaniannya dikuasai termasuk petaninya sekalian.

Maka petani menjadi sekedar sebagai buruh, dan bahkan bagaikan budak.

Petani yang demikian itu tidak akan mungkin lagi meningkatkan penghasilannya, oleh karena statusnya hanya sebagai buruh.

Bagaimana dengan diriku?

Apakah aku menjadikan harta dan jabatan sebagai jalan pelayanan?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here