BANK Dunia memperkirakan terdapat 600 juta jiwa yang masuk golongan miskin ekstrem di dunia. Bagaimana kondisi di Indonesia?
Data resmi terkini mengacu pada laporan Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia yang dirilis 17 Juli 2023.
Ringkasan data yang disajikan sebagai berikut:
- Persentase penduduk miskin pada Maret 2023 sebesar 9,36 persen, menurun 0,21 persen poin terhadap September 2022 dan menurun 0,18 persen poin terhadap Maret 2022.
- Jumlah penduduk miskin pada Maret 2023 sebesar 25,90 juta orang, menurun 0,46 juta orang terhadap September 2022 dan menurun 0,26 juta orang terhadap Maret 2022.
- Persentase penduduk miskin perkotaan pada Maret 2023 sebesar 7,29 persen, menurun dibandingkan September 2022 yang sebesar 7,53 persen. Sementara itu, persentase penduduk miskin perdesaan pada Maret 2023 sebesar 12,22 persen, menurun dibandingkan September 2022 yang sebesar 12,36 persen.
- Dibanding September 2022, jumlah penduduk miskin Maret 2023 perkotaan menurun sebanyak 0,24 juta orang (dari 11,98 juta orang pada September 2022 menjadi 11,74 juta orang pada Maret 2023). Sementara itu, pada periode yang sama, jumlah penduduk miskin perdesaan menurun sebanyak 0,22 juta orang (dari 14,38 juta orang pada September 2022 menjadi 14,16 juta orang pada Maret 2023).
- Garis Kemiskinan pada Maret 2023 tercatat sebesar Rp550.458,-/kapita/bulan dengan komposisi Garis Kemiskinan Makanan sebesar Rp408.522,- (74,21 persen) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan sebesar Rp141.936,- (25,79 persen).
- Pada Maret 2023, rata-rata rumah tangga miskin di Indonesia memiliki 4,71 orang anggota rumah tangga. Dengan demikian, besarnya Garis Kemiskinan per rumah tangga secara rata-rata adalah sebesar Rp2.592.657,-/rumah tangga miskin/bulan.
Perkembangan tingkat kemiskinan
Secara umum tingkat kemiskinan periode September 2012–Maret 2023 mengalami penurunan, baik dari sisi jumlah maupun persentase, kecuali pada September 2013, Maret 2015, Maret 2020, September 2020, dan September 2022.
Kenaikan jumlah dan persentase penduduk miskin pada periode September 2013, Maret 2015, dan September 2022 terjadi setelah adanya kenaikan harga barang kebutuhan pokok sebagai akibat dari kenaikan harga bahan bakar minyak. Sementara itu, kenaikan jumlah dan persentase penduduk miskin pada periode Maret 2020 dan September 2020 terjadi ketika ada pembatasan mobilitas penduduk saat pandemi Covid-19 melanda Indonesia.
Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2023 mencapai 25,90 juta orang. Dibandingkan September 2022, jumlah penduduk miskin menurun 0,46 juta orang. Sementara jika dibandingkan dengan Maret 2022, jumlah penduduk miskin menurun sebanyak 0,26 juta orang.
Persentase penduduk miskin pada Maret 2023 tercatat sebesar 9,36 persen, menurun 0,21 persen poin terhadap September 2022 dan menurun 0,18 persen poin terhadap Maret 2022.
Berdasarkan daerah tempat tinggal, pada periode September 2022–Maret 2023, jumlah penduduk miskin perkotaan turun sebesar 0,24 juta orang, sedangkan di perdesaan turun sebesar 0,22 juta orang. Persentase kemiskinan di perkotaan turun dari 7,53 persen menjadi 7,29 persen. Sementara itu, di perdesaan turun dari 12,36 persen menjadi 12,22 persen.
Persentase dan jumlah penduduk miskin menurut pulau
Persentase penduduk miskin terbesar berada di wilayah Pulau Maluku dan Papua, yaitu sebesar 19,68 persen. Sementara itu, persentase penduduk miskin terendah berada di Pulau Kalimantan, yaitu sebesar 5,67 persen.
Namun demikian, dari sisi jumlah, sebagian besar penduduk miskin masih berada di Pulau Jawa (13,62 juta orang), sedangkan jumlah penduduk miskin terendah berada di Pulau Kalimantan (0,97 juta orang). Karena kepadatan penduduk memang terpusat di Pulau Jawa.
Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Keparahan Kemiskinan
Persoalan kemiskinan bukan hanya sekedar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin.
Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan. Indeks kedalaman kemiskinan adalah ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap Garis Kemiskinan.
Indeks keparahan kemiskinan memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran di antara penduduk miskin. Pada periode September 2022–Maret 2023, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) mengalami penurunan. Indeks Kedalaman Kemiskinan pada Maret 2023 sebesar 1,528, turun dibandingkan September 2022 yang sebesar 1,562.
Sementara itu, Indeks Keparahan Kemiskinan pada Maret 2023 sebesar 0,377, turun dibandingkan September 2022 yang sebesar 0,379. Apabila dibandingkan berdasarkan daerah, nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) perdesaan lebih tinggi daripada perkotaan.
Pada Maret 2023, nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) untuk perkotaan sebesar 1,163, sedangkan di perdesaan lebih tinggi, yaitu mencapai 2,035. Demikian pula untuk nilai Indeks Keparahan Kemiskinan (P2), di perkotaan nilainya sebesar 0,281, sedangkan di perdesaan lebih tinggi, yaitu mencapai 0,511.
Faktor pengaruh tingkat kemiskinan
Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan selama periode September 2022–Maret 2023 antara lain adalah:
- Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Februari 2023 sebesar 5,45 persen atau turun jika dibandingkan TPT Agustus 2022 yang sebesar 5,86 persen.
- Nilai Tukar Petani (NTP) pada Maret 2023 sebesar 110,85, meningkat dibandingkan September 2022 yang sebesar 106,82.
- Laju inflasi menunjukkan penurunan. Inflasi pada periode September 2022–Maret 2023 sebesar 1,32, lebih rendah jika dibandingkan inflasi pada periode Maret 2022–September 2022 sebesar 3,60.
- Konsumsi rumah tangga Triwulan I-2023 dibandingkan Triwulan III-2022 meningkat sebesar 2,21 persen.
- Bantuan sosial tetap diupayakan untuk mengurangi beban pengeluaran penduduk miskin. Pemanfaatan bansos Program Keluarga Harapan (PKH) Triwulan I-2023 mencapai 89,3 persen, sementara pemanfaatan bansos Sembako tahap 1 telah mencapai 86,5 persen.
Sumber data: BPS