Kenapa Tuhan Harus Disembah?

3
9,229 views

SEDIKIT permenungan pribadi yang rasanya layak dibaca untuk semua orang.
Masih ingat dalam benakku tentang asas dan dasar kenapa kita, manusia diciptakan. Buku Latihan Rohani yang muncul dari kristal-kristal pengalaman rohani Santo Ignatius Loyola yang kukenal sejak aku masih duduk di bangku SMA Seminari Menengah Mertoyudan makin dalam kupelajari dan kuhayati saat masuk Ordo Serikat Jesus, kurang lebih mengatakan demikian :

...tujuan manusia diciptakan untuk memuji, menyembah dan memuliakan Tuhan…… Man is created to praise, reverence, and serve God our Lord, and by this means to save his soul. And the other things on the face of the earth are created for man and that they may help him in prosecuting the end for which he is created….. (Spiritual Exercises of St. Ignatius no 23)

Bertahun-tahun aku merasa tidak ada yang istimewa dalam rumusan itu. Buatku, rumusan itu memang seharusnya demikian adanya. Kucoba menerjemahkannya, ya. Kurang lebih begini, tujuan itu diimplementasikan lewat banyak cara entah itu lewat relasi kita dengan orang lain, pekerjaan yang kita jalankan, dan dalam setiap aktivitas kita setiap hari.

Dengan kata lain ‘…memuji, menyembah dan memuliakan Tuhan..’ itu terwujud ketika saya serius dan jujur menjalani pekerjaan saya, mampu mencintai orang lain, dan dalam setiap aktivitas kita menunjukkan perilaku yang jujur, tekun, setia juga adil.

Namun, jalan hidupku bergulir makin jauh, ketika aku sudah mulai mengenal pemikir-pemikir seperti Sokrates, Descartes, Emmanuel Kant, Thomas Aquino dan masih banyak lagi tokoh pemikir lain, pertanyaan berikutnya muncul menohokku. Kenapa pula Tuhan harus dipuji, disembah dan dimuliakan? Apakah Tuhan kurang pujian, kurang kemuliaan, dan kurang disembah? Rasanya kok Tuhan begitu haus pujian bila memang menuntut diperlakukan demikian.

Kurasa kemuliaan Tuhan tak akan berubah sedikitpun meski manusia melakukan upaya apa pun untuk meninggikannya. Entah dengan nyanyian, upacara puji-pujian, sikap hidup kita yang saleh dan suci atau bahkan dengan teriakan-teriakan “Pujilah Tuhan di tempat yang Maha Tinggi!!!!” ……”Allah Maha Besar!!!!!!” berkali-kali.

Kalau kita berpikir apalagi meyakini bahwa dengan begitu Tuhan menjadi mulia, menjadi penuh kuasa, menjadi terhebat, mungkin Tuhan sendiri yang memandang kita dan menyaksikan segala tingkah laku kita akan geleng-geleng kepala dan berpikir “Kasihan, bodoh sekali umatku ini!!!!”

Sebelum kita lahir, bahkan sebelum dunia ini ada, Tuhan sudah mulia. Dia sudah penuh dengan kebesaran, dari dulu, sekarang dan selama-lamanya. Tuhan tak butuh persembahan, pujian, dan kemuliaan dari manusia. Siapa sih kita ini? Manusia hanyalah debu. Bahkan mungkin lebih kecil dari debu itu sendiri atau bahkan gen bila berada di hadapan Tuhan. Manusia tiada artinya di hadapan Tuhan. Sehingga bila kita memuji, menyembah atau memuliakannya bukanlah karena Tuhan membutuhkannya.

Dan bukan pula karena kita ini ciptaan lalu harus menyembahNya, sebagai majikan kita. Rasanya Tuhan bukanlah penuntut pujian dan penyembahan. Kalau sekadar menghormati karena Dia junjungan kita, pencipta kita, tampaknya buat apa?

Sebaik apa pun hidup kita, bahkan seburuk apa pun hidup kita, tetap diberi karunia. Tuhan mencintai siapa pun meski manusia sangat jahat, keji, tak berperasaan, tak tahu malu, tamak bahkan bengis melebihi iblis. Buktinya apa? Sinar matahari masih menerangi semua orang. Udara masih bisa kita hirup dengan bebasnya. Kekayaan alam masih bisa kita rasakan bahkan mereka yang tamak pun bisa menikmati sampai keturunannya yang ketujuh bahkan lebih.

Orang yang kita anggap jahat pun bisa menikmati hidup sama nikmatnya seperti mereka yang menganggap hidupnya benar di hadapan Allah. Orang yang dianggap keji, kotor masih bisa menikmati enaknya hidup di dunia dan keturunan-keturunannya pun bisa menikmati kebahagiaan duniawi.

Tuhan itu sangat baik. Sampai Dia pun tidak akan menghukum kita serta merta saat kita berbuat jahat. Kalau memang Tuhan seperti yang kita pikirkan, yakni sebagai PENGHUKUM keji tentu saja sudah habis manusia di dunia ini. Yang pasti sudah tak ada orang yang bisa bebas dari hukuman itu. Semesta ini sudah hilang, hancur dan tak bersisa lagi.

Nyatanya, Tuhan membiarkan semua yang ada di semesta ini berjalan seperti apa adanya. Tak ada yang kurang bahkan bisa jadi malah berlebih. Manusia bahkan makin pintar. Makin banyak pengetahuannya. Kemajuan manusia, bila diperhatikan (dalam sejarah perkembangan dunia) tampak luar biasa dahsyat dan hebat. Manusia betul-betul telah menunjukkan bahwa dirinya juga bisa menciptakan SEPERTI juga TUHAN mencipta. Luar biasa bukan?

Menunggu Mati
Nah, terbukti bahwa Tuhan bukanlah penghukum yang keji. Kalau kita yakin bahwa Dia akan menghukum kita setelah kita mati, pertanyaannya “kenapa harus menunggu mati? Kenapa pula harus menunggu kita berada di dunia lain atau akhirat?

Tuhan, tentu saja, dengan kuasaNya bisa langsung menghukum dan menghancurkan manusia sekarang juga, seketika saat manusia berbuat keji. Tuhan tentu saja tidak mau menghabiskan waktu atau mengulur-ulur waktu menunggu manusia bejat menjadi makin bejat dan lupa daratan. Tuhan akan langsung menghabisi manusia tanpa pandang bulu. Itu kalau Tuhan adalah tukang jagal!

Lalu kalau begitu, untuk apa kita menyembah, memuji dan memuliakan Tuhan?

Dalam permenungan yang panjang dan dalam pergulatan batin yang tidak mudah, aku menyadari sepenuhnya bahwa sikap sembah dan pujian yang kita lantunkan dan kita sampaikan pada Tuhan sebenarnya bukan untuk Tuhan.

Demi Manusia
Kalau agama atau para suci menyatakan “…kita harus menyembah, memuji dan memuliakan Tuhan..” itu artinya semua itu semata demi diri kita sendiri. Pujian kepada Tuhan dalam bentuk bakti terhadap orangtua, pekerjaan, bangsa dan negara, dan sesama serta alam lingkungan kita, ditujukan demi keselamatan dan kebaikan kita sendiri.

Seperti sebuah wadah yang berada dalam pancuran yang terus menerus mengalir, wadah itu tak akan bisa diisi terus menerus bila tidak kita tuang. Demikian juga cinta Tuhan. Pujian dan bakti kita, yang sebenarnya hanya bisa kita lakukan karena rahmat Tuhan (dan dalam hal ini diibaratkan sebagai air yang mengalir dalam wadah – manusia adalah wadahnya) harus kita berikan kembali kepada pemiliknya, kepada wadah-wadah lain juga agar wadah ini (hidup kita) tetap teraliri air itu.

Dalam banyak penelitian ilmiah yang dilakukan para ilmuwan, terbukti bahwa pujian kita kepada Tuhan dengan ‘memberi dukungan pada orang lain’, ‘mencintai orang lain’, ‘memaafkan orang lain’, ‘jujur terhadap diri sendiri dan orang lain’ dan masih banyak lagi justru membuat hidup kita makin sehat (jasmani dan rohani). Singkatnya, penelitian membuktikan bahwa kasih sayang atau yang sering disebut sebagai dukungan sosial sangat penting untuk membuat kita tetap sehat.

Dalam sebuah penelitian yang dilakukan atas 7.000 penduduk Alameda County di California, Amerika Serikat mereka yang memiliki banyak kontak sosial tetapi masih merasa kesepian (tidak mampu menerima kasih sayang) memiliki risiko 2,4 kali lebih besar menderita kanker yang terkait dengan hormon dibandingkan dengan mereka yang merasa terkoneksi atau terhubung dengan orang lain dan mampu menerima dan memberi kasih sayang. Mereka yang kurang mempunyai kontak sosial dan merasa terisolasi memiliki risiko lima kali lebih besar atau berpeluang meninggal  lebih besar karena kanker.

Sistem kekebalan tubuh kita sangat peka dengan perasaan kesepian. Sehingga saat kita merasa tidak disayang atau bisa menyayangi orang lain ada mekanisme dalam tubuh yang terjadi mempengaruhi sel-sel tubuh. Demikian juga dengan sikap-sikap negatif yang kerapkali bisa muncul seperti marah, agresif. Semua itu akan memengaruhi atau menurunkan sistem kekebalan tubuh. Akibatnya kita akan mudah sakit jantung.

Ahli jantung redford Williams dan istrinya Virginia Williams yang adalah seorang terapis kesehatan menulis dengan bagus dalam buku berjudul Anger Kills. Bertahun-tahun lamanya mereka melakukan penelitian dengan cermat di Duke University Medical Shool yang hasilnya mengatakan bahwa bagian yang mengandung racun dari sindroma Tipe-A bukanlah perfeksionisme, tekanan waktu atau mengerjakan banyak hal pada saat yang sama, melainkan sikap sinis karena marah, sikap bermusuhan dan sikap senang menghakimi.

Bukti-bukti lain rasanya tak perlu saya sampaikan lagi. Anda pasti bosan karenanya. Yang jelas, selain secara fisik menjadi sehat, tentu saja jiwa kita akan menjadi tumbuh dan berkembang karenanya. Kebahagiaan abadi yang bisa kita rasakan saat kita sudah mati secara fisik sudah bisa kita rasakan dari sekarang.

Coba kita periksa dalam batin kita masing-masing; apakah yang kita rasakan setelah kita bisa memaafkan orang lain yang berbuat salah kepada kita? apakah yang kita rasakan setelah kita bisa membantu orang lain yang kesulitan? apa yang kita rasakan bila kita berani bicara dan berbuat jujur, adil dan tidak tamak?

Gambaran sederhana tampak ketika kita menyanyikan lagu-lagu rohani, bersembahyang dengan kusuk, membuat puisi dan lain sebagainya. Rasa bahagia, senang yang lebih dari sekedar senang akan menyelimuti hati kita. Energi kehidupan, energi dari Tuhan, semesta sendiri  akan mengalir ketika kita mencipta, mencinta atau menolong dan mendukung orang lain dengan suatu cara.

3 COMMENTS

  1. Jika manusia percaya bahwa Tuhan adalah maha …….. segalanya, Dia tidak membutuhkan disembah, yg Dia butuhkan adalah hasil ciptaanNYA melakukan tindakan harmonisasi utk kehidupan yg lebih mulia. Jika kita berfikiran bahwa Tuhan membutuhkan disembah, kita hanya betanggapan Tuhan itu maha bodoh dan tolol.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here