Minggu, 20 April 2025
Kis. 10:34a,37-43.
Mzm. 118:1-2,16ab-17,22-23; Kol. 3:1-4 atau 1Kor. 5:6b-8;
Yoh. 20:1-9
MURID yang dikasihi Yesus menjadi saksi pertama dari iman akan kebangkitan.
Ia adalah contoh bahwa kasih yang tulus kepada Kristus membuka mata hati untuk melihat dan percaya, bahkan saat pikiran belum mengerti.
Dalam suasana duka, kebingungan, dan kekhawatiran yang menyelimuti para murid setelah kematian Yesus, ada satu murid yang menonjol, murid yang dikasihi Yesus.
Di tengah kegelisahan dan ketidakpastian itu, justru ia yang mampu melihat lebih dalam. Ia melihat batu penutup yang telah terguling, ia melihat kain kafan dan kain peluh yang terletak rapi di dalam kubur. Namun yang paling menarik: ia percaya.
Bukan karena penampakan Yesus secara langsung. Bukan karena penjelasan logis atau pengajaran yang panjang.
Ia percaya bukan karena segalanya telah jelas, tetapi justru ketika banyak hal belum dimengerti.
Bahkan, Alkitab mencatat bahwa saat itu mereka belum memahami isi Kitab Suci tentang kebangkitan Yesus. Namun iman mendahului pemahaman.
Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian, “Ia menjenguk ke dalam, dan melihat kain kapan terletak di tanah; akan tetapi ia tidak masuk ke dalam.”
Pagi itu masih gelap, suasana hati murid-murid Yesus pun gelap. Mereka kehilangan Guru yang mereka kasihi, harapan seakan pupus di kayu salib. Namun Maria Magdalena datang membawa kabar mengejutkan: kubur kosong. Maka bergegaslah Petrus dan murid yang lain yang dikasihi Yesus menuju kubur itu.
Sesampainya di sana, murid yang dikasihi Yesus tiba lebih dahulu. Ia menjenguk ke dalam. Ia melihat. Kain kafan ada di sana. Tapi ia tidak masuk ke dalam.
Ada sesuatu yang menarik di sini: ia melihat, tapi belum masuk. Momen itu mencerminkan apa yang sering terjadi dalam hidup rohani kita.
Kita menjenguk ke dalam misteri iman, ke dalam kebenaran Allah, ke dalam karya keselamatan-Nya. Kita melihat tanda-tanda, kita mendengar Firman, bahkan kita merasakan sentuhan-Nya.
Tapi sering kali, kita berhenti di pintu. Kita ragu untuk masuk lebih dalam. Padahal untuk benar-benar mengalami kebangkitan Kristus, kita perlu melangkah lebih dari sekadar menjenguk.
Kita perlu masuk. Masuk ke dalam relasi yang intim dengan Dia. Masuk ke dalam pemahaman yang lahir dari iman. Masuk ke dalam pengalaman akan kasih dan kuasa kebangkitan-Nya.
Murid yang dikasihi itu akhirnya memang masuk dan ia melihat serta percaya. Tapi momen ketika ia hanya menjenguk mengingatkan kita bahwa iman adalah proses. Dari melihat, lalu masuk, hingga akhirnya percaya.
Bagaimana dengan diriku?
Apakah aku sudah masuk ke dalam relasi yang mendalam dengan Tuhan?