Keseharian Uskup Emeritus Diosis Amboina Mgr. Andreas Sol MSC (97th)

0
1,816 views

HARI Minggu, 12 Februari 2012, pada kesempatan acara ramah-tamah Misa Pertama dari Pastor Aleksander Sarkol MSC dan Pastor Salvinus Buarlele MSC, Uskup Emeritus Diosis Amboina Mgr. Andreas Sol MSC yang tahun ini menginjak usia ke-97 tidak mau ketinggalan hadir dan duduk manis mengikuti acara ramah-tamah sederhana siang itu.

Banyak umat cukup lama tidak melihat uskup itu karena dia lebih banyak berisitirahat di kamarnya untuk pemulihan sakit-tua. Karenanya, kehadirannya memberi kejutan dan menyenangkan para hadirin, yang memang kemudian spontan datang bergantian menyalaminya.

Ketika acara mulai dan diisi dengan lagu-lagu hiburan sebagaimana kebiasaan orang-orang Maluku (yang tiada pesta kalau tidak bernyanyi), Uskup Sol tiba-tiba menambah keterkejutan. Sang uskup tiba-tiba mengumumkan bahwa ia mau menyumbangkan juga sebuah lagu berbahasa Prancis.

Orang sontak terbahak-bahak atas permintaannya. Uskup yang duduk di samping Pater Pemimpin Provinsi Rolly Untu MSC, berdiri untuk membawakan lagu. Melihat kondisinya yang lemah, orang-orang membantu memapah uskup untuk berdiri. Namun uskup menolak karena merasa cukup kuat untuk tampil ke depan.

Uskup lalu mengambil mike, dan mengatakan ia ingin membawakan lagu Prancis berjudul Troubadour.

Lagu Trobadour adalah sebuah tema-cinta dari pusi terkenal Abad Pertengahan yang mengisahkan perjalanan seorang muzafir mencari cinta abadi sebagai tujuan akhir hidupnya.  “Ini cocok bagi maksud dari perjalanan seorang imam baru,” tutur sang uskup. 

Namun, karena terlalu lama bicara uskup tampak limbung. Menyadari itu uskup dengan segera mencari tiang untuk berpegang agar tidak jatuh. Setelah dapat memegang sebuah tiang, uskup terus saja mengoceh tentang isi lagu Troubadour. Gelak terbahak-bahak pun tak tertahan melihat penampilan itu. Masih belum selesai tawa-riang itu, uskup tiba-tiba dengan suara serak telah mengangkat suara tinggi melengking. Ia telah melagukan Troubadour

Lagi-lagi saking semangatnya, uskup melepaskan tangannya dari tiang karena asyik menarik suara. Serta-merta ia pun tampak limbung, karena tak kuat berdiri tanpa pegangan. Orang-orang lantas berhamburan lari berdiri di belakangnya untuk menjaga jangan-jangan “hangtua” terjungkal. Seorang pastor sempat memegang tangannya dan menuntun memegang tiang lagi.

Setelah mendapat pegangan, suara uskup bahkan tambah melambung menyambung lagu Troubadour yang sempat terputus. Ia melanjut seperti tak terjadi apa-apa, padahal para hadirin semuanya telah deg-degan melihat keadaan rapuhnya. Gelak-tawa para hadirin lantas tak tertahankan lagi ketika uskup mengakhiri Troubadour. Orang tak putus-putusnya geleng kepala atas semangat sang uskup yang tampak tak menyerah dengan keadaan uzur ini.

Banyak orang telah mengira sang uskup yang tua ini tidak bisa apa-apa lagi. Ketika Pater Wim Zomer meninggal dan Gereja Hati Kudus Yesus di samping Biara MSC penuh dengan krans-krans duka-cita, banyak orang menyangka Mgr Sol meninggal. Ternyata, sang uskup tetap sehat-sehat saja di kamarnya dengan usianya yang mendekati angka 100 ini.

Bagi para pastor dan konfrater muda yang takut akan kelemahan fisik (penyakit), sang Uskup pernah mengatakan ini: “Saya selama ini hidup dengan satu ginjal saja selama lebih dari 40 tahun. Toh Tuhan tetap memelihara hidup saya. Untuk itulah saya tak henti-hentinya memuliakan Tuhan.” Ini suatu dorongan untuk tetap maju dan berkanjang melayani Tuhan dengan segala keterbatasan fisik.

Photo credit: Frits H. Pangemanan

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here