Selasa 5 September 2023.
- 1Tes. 5:1-6,9-11;
- Mzm. 27:1,4,13-14;
- Luk. 4:31-37
MASAK di dalam gereja ada setannya? Inilah ungkapan yang kelaur spontan dari mulut seorang imam yang baru dipindah tugaskan ke paroki itu.
“Bener Romo, banyak orang yang merasakan bahwa ada ‘penampakan’ di dalam gereja itu,” kata seorang ibu dengan wajah serius meyakinkan.
“Sudah ada yang bertemu atau melihat secara langsung,” tanya romo itu,
“Tidak ada, hanya banyak orang menangkap dan merasakan bahwa ada sesuatu di dalam gereja itu,” sahutnya.
Apakah mungkin setan diam di dalam gereja?
Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian,
“Di dalam rumah ibadat itu ada seorang yang kerasukan setan dan ia berteriak dengan suara keras:
“Hai Engkau, Yesus orang Nazaret, apa urusan-Mu dengan kami? Engkau datang hendak membinasakan kami? Aku tahu siapa Engkau: Yang Kudus dari Allah.”
Disebutkan bahwa “di dalam rumah ibadat itu ada seorang yang kerasukan setan”. Apa?
Rumah ibadat mestinya menjadi simbol kehadiran Tuhan di tengah-tengah umat-Nya, simbol sukacita dan pembebasan.
Tetapi, kini seorang yang kerasukan setan itu berada dalam rumah ibadat, tempat yang diakui sebagai ‘rumah Tuhan” tersebut.
Ini jelas menjadi pukulan telak bagi para pemimpin agama Yahudi, atau para pemimpin di rumah ibadat pada waktu itu.
Rumah ibadat menjadi tempat yang ‘nyaman’ bagi ‘setan’ untuk memasuki diri/hidup manusia.
Ironis memang kalau ternyata rumah ibadat telah menjadi tempat yang nyaman bagi orang-orang yang ‘kesetanan’, termasuk para pemimpin agama-ibadah yang mungkin juga ‘kesetanan’ mendengar pengajaran Yesus yang penuh dengan wibawa dan kuasa itu.
Semua orang yang ada di rumah ibadat itu sangat marah dan mereka menghalau Yesus ke luar kota dan membawa Dia ke tebing gunung, tempat kota itu terletak, untuk melemparkan Dia dari tebing itu.
Inilah contoh kasus di mana rumah ibadat telah menjadi tempat yang nyaman bagi orang-orang yang kesetanan pada waktu itu.
Tetapi, kini, seperti disebutkan dalam teks khotbah hari ini, Yesus membebaskan seorang yang kerasukan setan di rumah ibadat di Kapernaum.
Ini jelas berita sukacita yang besar bagi dunia, bagi orang-orang yang dengan penuh kerendahan dan ketulusan hati menerima Yesus dalam hidupnya.
Ada kuasa dalam perkataan Yesus, dan kuasa itu sungguh-sungguh membebaskan.
Kita tidak tahu persis mengapa rumah ibadat pada waktu itu telah menjadi tempat yang ‘nyaman’ bagi orang (orang) yang kesetanan.
Rumah ibadat tidak kekurangan para pemimpin agama, dan kegiatan-kegiatan ritual keagamaan berjalan lancar.
Tetapi, ternyata itu semua tidak menjamin datangnya pembebasan dalam kehidupan umat, justru sebaliknya mereka kesetanan, bahkan para pemimpin agama pun seperti kesetanan ketika Yesus datang memberitakan kabar baik di rumah ibadat.
Kita pun mestinya berefleksi secara mendalam di sini, apakah rumah ibadat kita hari ini telah menjadi tempat yang ‘nyaman’ bagi orang-orang yang kesetanan, atau sebaliknya tempat yang sungguh-sungguh mendatangkan sukacita pembebasan bagi jemaat.
Sejauh manakah rumah ibadat kita menolong jemaat melewati masa-masa sulit mereka, menolong mereka terbebas dari berbagai luka traumatis mereka?
Yesus datang membebaskan orang yang kerasukan setan di rumah ibadat, dan semua orang takjub melihat peristiwa tersebut.
Ternyata, ada kuasa dalam perkataan Yesus, perkataan yang sungguh-sungguh membebaskan.
Bagaimana dengan diriku?
Apakah aku suka menyebarkan berita yang belum pasti kebenarannya?