Keuskupan Palangka Raya: Surat Gembala – Aksi Puasa Pembangunan (APP) 2020 – “Membangun Ekonomi Masyarakat yang Bermartabat”

0
1,391 views
Mgr. AM Sutrisnaatmaka MSF - Uskup Keuskupan Palangka Raya. (Mathias Hariyadi)

Tema: ”Membangun  Ekonomi Masyarakat yang Bermartabat.”

Dibacakan sebagai pengganti kotbah pada Sabtu sore-Minggu tanggal 22-23 Februari  atau pada Hari Rabu Abu 26 Februari 2020, atau pada waktu lain yang dianggap paling cocok.

1. Pengantar

Bidang ekonomi menjadi unsur yang sangat penting dalam kehidupan setiap orang, karena ujung-ujungnya adalah kesejahteraan. Semua orang pastilah berusaha dan berjuang untuk menjadi makmur, tercukupi keperluan jasmani dan rohani.

Pengelolaan ekonomi memegang peranan untuk mencapai kesejahteraan itu, baik dalam keluarga, masyarakat kelompok kecil sampai pada seluruh negara dan dunia.

Gereja menaruh perhatian pada bidang ekonomi karena kesejahteraan membawa manusia untuk bisa hidup bermartabat dengan terpenuhinya semua kebutuhan hidup.

Tema APP 2020 ini merupakan penjabaran dari tema besar: “Gerakan Melindungi dan Mengelola Sumber Hak Hidup Ekonomi Masyarakat yang Bermartabat, Berbelarasa dan Berkelanjutan” (2020-2023).

Ada dua masalah yang terkait dengan tema 2020:

Pertama, membangun ekonomi masyarakat pada umumnya. Seluruh masyarakat Indonesia sedang berjuang untuk membangun ekonomi, agar sebanyak mungkin rakyat semakin sejahtera. Umat Katolik sebagai bagian dari masyarakat tentu harus ikut ambil bagian dalam pembangunan ekonomi itu.

Kedua, pembangunan menurut iman Katolik haruslah mengedepankan segi martabat manusia. Perlu dihindari pembangunan ekonomi yang kurang adil, menguntungkan pihak tertentu, apalagi kaum kaya saja; sedangkan kaum miskin malah justru makin sengsara.

2. Beberapa segi yang perlu mendapatkan perhatian

Pentingnya pembangunan ekonomi masyarakat yang bermartabat dapat dicermati lewat beberapa segi:

2.1. Ekonomi bermartabat berarti ekonomi yang mengutamakan martabat manusia sebagai nilai tertinggi dibanding dengan  nilai-nilai lainnya. Biasanya usaha-usaha di bidang ekonomi diarahkan untuk mencari keuntungan material (harta) dan finansial (keuangan)

Dalam kaitan dengan perekonomian yang bermartabat itu soal-soal material finansial tetap diusahakan, namun bukan menjadi nilai mutlak yang harus dikejar, melainkan justru sebagai sarana untuk lebih menyejahterakan sebanyak mungkin orang, terutama mereka yang masih berada di bawah garis kemiskinan dan yang paling kurang sejahtera.

Sebab merekalah yang hidupnya mssih jauh dari  kehidupan manusiawi yang sungguh bermartabat. Gereja perlu mengusahakan hidup, bahkan hidup dalam segala kelimpahan (bdk. Yoh 10:10)

Ciri utama dari kehidupan yang bermartabat adalah adanya keadilan bagi semua warganya.

Keadilan kadang disebabkan oleh tidak adanya perhatian dari pihak pemegang kendali kekuasaan dari macam-macam unsur:

  • Eksekutif (pemerintah)
  • Legislatif (pembuat undang-udang) maupun
  • Yudikatif (pengadilan).

Gereja dengan segala kemampuannya menggalang kerjasama dengan semua pihak untuk menegakkan keadilan itu.

Selain itu, ada oknum-oknum tertentu yang menyalah gunakan kewenangannya untuk bertindak tidak adil demi meraih keuntungan pribadi.

Sebagai umat beriman yang berada di pelbagai macam tataran kehidupan, sepantasnya kita menjadi pelopor, sekaligus memberi contoh dan mengajak pihak-pihak lain untuk memerangi ketidakadilan yang seweang-wenang menindas rakyat.

Mengabaikan keadilan bisa mengakibatkan kemiskinan yang berkepanjangan, dan pada gilirannya kemiskinan itu menjadi induk dan sumber pelbagai kejahatan yang ada dalam masyarakat.

Singkatnya, manusia lah yang menjadi pelaku ekonomi yang bermartabat dan juga bisa menyebabkan ketidak adilan yang menghambat bertumbuh kembangnya ekonomi bermartabat dan berkeadilan itu. (bdk. GS art. 12-16)

Tugas Gereja dan seluruh masyarakat dalam mengusahakan perekonomian yang bermartabat tentu dikaitkan dengan semakin mandirinya pelaku perekonomian itu sendiri.

Diperlukan kesadaran yang semakin mendalam untuk mengusahakan dan menjadikan manusia makin mandiri dalam menciptakan ekonomi bermartabat itu.

Apabila kesadaran itu tumbuh, akan makin banyak muncul usaha-usaha untuk menciptakan keadilan dan memerangni pelaku ketidakadilan.

Tanpa campur tangan dari pihak luar setiap orang akan berjuang untuk memperoleh kesadaran yang lebih dalam sehingga gerak langkah untuk menciptakan perekonomian yang bermartabat itu makin terasa hasilnya.

2.2. Tanah menjadi sumber hidup sejahtera yang bermartabat

Salah satu contoh yang kerap muncul di banyak tempat adalah soal mengolah tanah. Sudah kita ketahui sejak jaman purba bahwa tanah yang diolah bisa dimanfaatkan sebagai sumber ekonomi yang bermartabat.

Ketika tanah itu diolah secara tidak semestinya dan hasilnya dikuasai oleh pihak-pihak lain, tanpa pembagian yang adil, maka perekonomian dalam masyarakat itu menjadi tidak adil dan tidak bermartabat.

Tanah  sebagai sumber yang sudah turun temurun diolah, tentu seharusnya dimaksudkan untuk semakin menyejahterakan masyarakat dan menopang perekonomian rakyat.

Bagaimana kita umat beriman sebagai Gereja menjaga dan mempromosikan hidup dengan perekonomian yang bermartabat dan berkeadilan itu sekarang ini? 

Berdasarkan dengan iman yang teguh dan kasih yang tulus serta harapan yang besar, kita berusaha memperbaiki situasi agar hidup makin sejahtera dan adil? Selayaknya kita bersama-sama berjuang untuk mencapai hal itu.

Tentulah tanah tidak boleh dimonopoli dan hanya dimanfaatkan  untuk keuntungan segelintir orang. Keberpihakan kepada mereka yang lemah, tak berdaya dan kurang mampu menjadi pilihan perjuangan seluruh umat beriman.

Penegakan untuk pembagian yang adil atas hasil tanah haruslah dikawal sampai bermanfaat nyata, yaitu kesejahteraan merata bagi seluruh masyarakat.

2.3. Perlunya Pertobatan

Masa Pra-Paskah merupakan saat dan kesempatan yang sangat bernilai untuk semakin menyempurnakan hidup beriman setiap umat. Sayanglah kalau masa ini disia-siakan.

Oleh karena itu seluruh umat dapat memanfaatkan masa ini untuk ikut pendalaman iman di seluruh Gereja wilayah Keuskupan kita: tingkat lingkungan, stasi, paroki, kelompok kategorial, dll.

Dari pendalaman iman itu akan diketahui dan disadari secara lebih kongkrit apa yang perlu kita lakukan untuk pertobatan itu.

Secara umum tentulah kesadaran pada saat saat ini dipusatkan pada masalah-masalah perekonomian.

  1. Usaha-usaha apa yang perlu kita lakukan untuk menyejahterakan kehidupan kita, keluarga khususnya; dan lingkungan sekitar kita pada umumnya. Iman tanpa perbuatan pada hakikatnya adalah mati (bdk. Yak 2:14-26)
  • Kegiatan apa saja yang sudah kita lakukan, dan apa yang sebenarnya bisa kita lakukan untuk dapat menyejahterakan kehidupan kita bersama? Sumbangan kongkrit apa yang bisa kita berikan secara pribadi, atau bersama-sama dalam keluarga atau seluruh lingkungan dekat kita untuk membantu orang lain menjadi lebih sejahtera?

3. Apakah kita sudah berlaku adil dalam mengusahakan kesejahteraan bagi diri sendiri, keluarga dan sesama, dan tidak merugikan siapa pun; apa saja tindakan kongkrit dalam berlaku adil itu?

Kita renungkan bahan itu dan ketika menemukan hal-hal yang belum kita laksanakan atau tidakan yang tak sesuai dengan ketetapan iman (misalnya: perintah cinta kasih) dan kaidah moral Gereja (antara lain berlaku tidak adil), maka tindakan yang paling tepat adalah pertobatan.

Pada masa Pra-Paskah ini, marilah kita kembali mengarahkan langkah hidup kita pada panggilan Tuhan untuk bertobat dan membuka hati kita melaksanakan sabda-sabda-Nya. Tuhan memberkati.

PERATURAN PANTANG DAN PUASA DALAM GEREJA KATOLIK

1.Waktu/masa puasa: hari Rabu Abu, 26 Februari – Jumat Agung 10 April 2020. Sedangkan kewajiban untuk pantang adalah: hari-hari Jumat lainnya selama masa Pra-Paska.

2. Maksud dan arti pantang: tidak makan daging, atau makanan lain (jajanan) yang bisa ditentukan secara pribadi atau bersama (dalam keluarga, komunitas biara), atau mengurangi gula atau garam atau tidak merokok. Diwajibkan untuk yang berusia 14 tahun ke atas.

3. Maksud dan arti puasa: mengurangi porsi makan dan hanya makan kenyang satu kali sehari. Puasa ini berlaku untuk orang yang genap berusia 18 tahun sampai umur 60 tahun. 

4. Hasil Aksi Puasa Pembangunan seluruhnya disetorkan ke Keuskupan: 70% akan diteruskan untuk karya Pengembangan Sosial Ekonomi (PSE) di Keuskupan dan 30% akan disetorkan ke Dana Solidaritas Antar Keuskupan (DSAK) di KWI. 

Palangka Raya,  14 Februari 2020

Peringatan Wajib St. Sirilus dan Metodius

+ Mgr. Aloysius M. Sutrisnaatmaka MSF

Uskup Keuskupan Palangka Raya

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here