Khotbah di Bukit dan Kebahagiaan Sejati

0
279 views
Berbahagialah yang mendengarkan dan melakukan sabda-Nya, by Vatican News

KATA kunci dari pembukaan khotbah di bukit adalah berbahagialah (rahayu). Memahaminya secara tepat amatlah penting, karena membantu memahami Delapan Sabda Bahagia itu.

Berbahagia berarti mencapai hidup yang penuh atau utuh (komplit). Terpenuhi secara rohani dan materi. Mereka yang hanya terpenuhi secara materi bisa berbahagia, tetapi secara rohani belum tentu dia sungguh bahagia.

Kebahagiaan seperti itu merupakan berkat Tuhan. Orang yang menikmatinya sungguh diberkati oleh Tuhan (blessed).

Itu bukan hasil usaha manusia. Delapan sabda bahagia itu juga bukan syarat untuk memperoleh kebahagiaan itu.

Untuk memahaminya secara lebih jelas, baiklah kita renungkan satu dari delapan sabda bahagia itu. “Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah (dalam Roh Allah), karena merekalah yang empunya Kerajaan Surga.” (Matius 5: 3).

Tuhan Allah menghendaki agar tidak seorang pun yang diciptakannya miskin (Kisah Rasul 4: 34). Lalu, apa artinya miskin di hadapan Allah?

Itu berarti miskin secara rohani, yakni dengan rendah hati berani mengakui keberdosaannya di hadapan Allah (Zefanya 3: 12). Mereka yang lemah dan mencari perlindungan pada nama Tuhan (Zefanya 3: 12).

Miskin di hadapan Allah juga berarti mengosongkan diri. Tidak rakus dan hanya mengumpulkan untuk diri sendiri, anak cucu, dan keluarga. Tetapi siap berbagi dengan sesama, karena menyadari bahwa semua itu pemberian Tuhan untuk kesejahteraan bersama.

Bukan hanya rela berbagi, tetapi berbagi dalam semangat cinta kepada sesama. Jika itu yang dilakukan orang akan merasakan kebahagiaan dan mereka yang menerima pun akan berbahagia.

Mereka yang berbagi kepada sesama dalam semangat cinta kasih akan mengalami surga waktu masih hidup di dunia ini. Mereka tidak perlu menunggu mati untuk masuk ke dalam surga. Itulah maksudnya, “sebab merekalah yang empunya Kerajaan Surga.”

Kebahagiaan itu tidak terletak pada memiliki banyak untuk diri sendiri, melainkan dalam hidup berbagi dengan semangat kasih.

Dengan kata lain, mengosongkan diri. Seperti Kristus yang kaya mau mengosongkan diri dan merendahkan diri menjadi kemudian diangkat ke tempat yang paling tinggi, demikian pula orang yang hidup miskin di hadapan Allah.

Mereka disebut berbahagia.

Lengkap hidupnya.

Minggu, 29 Januari 2023

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here