Kiong Koe Berkicau – “Kita Semua adalah Saudara”

0
140 views
Ilustrasi: Kunjungan pastoral Mgr. Pius Riana Prapdi ke Stasi Selangkut Paroki Sepotong -- tujuh jam perjalanan dari Kota Ketapang (Mathias Hariyadi)

Apau kayan, 20-9-2022

Luk 8:19-21

ADA temanku yang bilang begini ke saya, “Enak ya…jadi Pastor, kemana-mana pasti diperhatikan umat”.

Dalam situasi tertentu, ucapan temanku ini bisa saya amini. Sebagai contoh, bila saya turun lewat darat ke Tanjung Selor, saya akan melewati kampung-kampung orang Dayak di Hulu Mahakam. Bila saya melewati depan rumah mereka, seketika mereka panggil dan mempersilahkan untuk mampir makan atau minum di tempat mereka.

Mungkin yang dilihat temanku adalah profesi saya sebagai “pastor” ini sangat membantu saya untuk menerima kemudahan hidup dalam banyak hal.

Setidaknya umat bermurah hati memanggil saya untuk mampir ke rumah, karena ada “embel-embel pastor” yang menempel di status hidup saya.

Bagaimana kalau saya bukan Pastor, apakah umat yang memanggil tadi bisa seramah dan semurah hati itu? Entah kita sadar atau tidak, kadang kita “gila” melayani, orang karena kita lebih tertarik dengan statusnya bukan karena manusianya.

Faktor lain adalah konsep kita mengenai sesama sebagai saudara belum begitu rampung karena yang terlintas di benak kita selama ini adalah saudara hanya bisa diucapkan bila ada relasi, sedarah, “se-mood“, seiman, sesuku, sedaerah, sehobi, sebisnis, segrup dll.

Orang di luar sana tidak begitu mudah kita anggap sebagai saudara. Orang luar ya….”orang asing”.

“Musuh” yang tidak perlu didekati.

Gambaran kita mengenai saudara sebagai sesama yang terpotong-potong ini, tidak senada dengan konsep Tuhan Yesus yang memandang manusia secara keseluruhan sebagai saudara.

Untuk membantu kita memahami konsep Tuhan Yesus ini, kita amati kembali cara kita melihat sesama dari kaca mata Tuhan Yesus. Mata tidak hanya melihat yang sekitar sini yang dekat di hati tetapi perlu melihat mereka yang jauh di luar sana.

Demikian juga dengan telinga kita dalam hal mendengarkan suara sesama.

Perlu diperbaiki supaya tidak melulu mendengarkan suara sendiri dan rekan sejawat. Telinga perlu mendengarkan suara Tuhan dan sesama yang ada di luar sana.

Ingat dunia ini, bukan milik sekelompok orang dengan aneka suku dan semacamnya. Dunia ini adalah milik Allah untuk semua orang. Dan semua orang ini dengan masing-masing kekhasannya, pasti “mendengarkan suara Allah” dan juga berjuang melakukan kehendak Allah.

Refleksi: “Di manakah Saudaramu?”

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here