Kongregasi Suster PMY di Timor Leste: 9 Tahun Karya Kelola SLB Asrama Anak Disabilitas

0
659 views
Suster yunior Kongregasi PMY dan novis PMY asal Timor Leste. (Dok. Kongregasi PMY)

TAHUN 2022 ini menjadi tahun ke-9 Kongregasi Suster Puteri Maria Yosep (PMY) membuka karya SLB berasrama untuk anak-anak tuli di Keuskupan Baucau, Timor Leste. Tepatnya 1 Oktober 2013, bersamaan dengan Hari Raya Santa Theresia Kanak-Kanak Yesus pelindung misionaris.

Karya tersebut semakin berkembang, jumlah murid pada awalnya 13 anak, sekarang menjadi 21 anak (13 anak laki-laki dan 8 anak perempuan).

Lanjut sekolah

5 anak (2 anak laki-laki dan 3 anak perempuan) sudah menyelesaikan pendidikannya.

Dari kelima anak tersebut, 2 anak melanjutkan pendidikan SMA umum, 3 anak bekerja.

SLB-B St. Marie ini berbeda dengan SLB pada umumnya; misalnya seperti di Indonesia yang mempunyai jenjang pendidikan bertingkat TK, SD, SMP dan SMA.

SLB-B St. Marie di Timor Leste adalah pendidikan pra sekolah yang menyiapkan anak-anak tuli dengan kemampuan intelektual cukup, bisa membaca dan menulis untuk bisa berkomunikasi secara oral, agar mereka mudah melanjutkan ke sekolah umum.  

Dalam Injil Lukas 10:2 tertulis: “Kata-Nya kepada mereka: Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit. Karena itu mintalah kepada Tuan yang empunya tuaian, supaya Ia mengirimkan pekerja-pekerja untuk tuaian itu.”

Kiranya Tuhan telah mengirimkan pekerja itu ke Kongregasi PMY di Timor Leste. Tuaian yang semakin banyak yaitu bertambahnya murid. Juga diikuti dengan bertambahnya gadis yang menetapkan hati untuk bergabung dengan Kongregasi PMY.

Hal ini ditandai dengan penerimaan novis pada tanggal 5 Juli 2022 di Kapel Biara Kongregasi PMY Wonosobo Indonesia.

Mereka adalah Sr. Anna dan Sr. Doroteia. Tahun lalu, Sr. Bendita yang sekarang memasuki tahun novisat ke 2. Beberapa tahun sebelumnya, tahun 2013 Sr. Bakhita PMY mengawali sebagai gadis Timor Leste pertama yang bergabung dalam Kongregasi PMY.

Setahun kemudian Sr. Elisabeth PMY menyusul. Sebagai yunior mereka sudah mengalami beberapa tugas pengutusan.

Sr. Bakhita PMY baru saja menyelesaikan pendidikan S1 Teologi di Fakultas Teologi Wedabakti Universitas Sanata Dharma. Dan Sr. Elisabeth PMY sedang menempuh pendidikan S1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar di Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta.

Keduanya berkisah dalam menanggapi panggilan sebagai Suster PMY.

Kunjungan mantan PM Marie Alkatiri 17 Juli 2022 ke biara dan karya Suster Kongregasi PMY di Timor Leste. (Dok. PMY)

Sr. Bakhita PMY: Panggilan yang tak terduga

Tidak ada niat sedikit pun di benak Sr. Bakhita PMY untuk menjadi seorang biarawati, malah tidak suka dekat dengan suster.

Suatu ketika ada kegitan live in yang diadakan kampus tempatnya berkuliah di jurusan Sastra Inggris di Universitas Nasional Timor Leste. Dalam kegiatan untuk mengisi liburan tersebut ada kunjungan ke bapak dan ibu yang sudah tua dan tidak mempunyai anak.

Mereka minta didoakan agar dikarunia anak. Ini mengingatkannya kepada kisah Abraham dan Sarah.

Kunjungan ini membuatnya bahagia yang sungguh dan sekaligus terharu. Meskipun yang dilakukan sederhana, tetapi membuat hidup orang lain bahagia. Seketika ada keinginan menjadi biarawati. Setelah kembali dari live in, ada kegelisahaan sangat, sehingga kuliah pun menjadi tidak fokus dan kosong.

Akhirnya keinginan tersebut dikomunikasikan dengan Frater Silvino Belo CMM. Hasilnya, ternyata  hal ini merupakan kerinduan yang dicari selama ini.

Tanggal 6 Maret 2013, di Komunitas Frater CMM Dili, kebetulan ada Sr. Antonie PMY dan Sr. Wahyu PMY yang sedang menginap. Saat mengobrol untuk pertama kali dengan mereka langsung merasa dekat dan nyaman seperti keluarga.

Ini yang langsung memutuskannya untuk menjatuhkan pilihan kepada Kongregasi PMY. Ketika hal ini disampaikan ke keluarga, mereka mendukung dan bapaknya bilang “Kalau pilihan itu dari hatimu dan membuat mu bahagia, lakukanlah”.

Keinginan segera bergabung di Kongregasi PMY membuatnya tidak sabar menunggu, meski belum tahu karya Kongregasi PMY. Saat itu Kongregasi PMY pun masih menunggu perizinnan dari beberapa Keuskupan di Timor Leste untuk membuka karya.

Segeralah dihubunginya Sr. Antonie PMY untuk menyampaikan niatnya untuk bergabung. Dan setelah mendapat jawaban, langsung berangkat ke Indonesia.

Saat tiba di Wonosobo, banyak penyesuian segera dilakukan seperti makanan, bahasa, budaya dan sebagainya. Hal itu membutanya belajar dan tetap bahagia. Ketika menginjak tahun ke 2 sebagai yunior, mendapat perutusan study S1 Teologi.

Sr. Bakhita PMY mencoba dan bertanggungjawab atas perutusan tersebut. Dan saat ini berkarya sebagai guru di SLB-B St. Marie di Baucau Timor Leste.

Suasana Asrama St. Jose yang dikelola Suster PMY di Timor Leste. (Dok. PMY)

Sr. Elisabeth PMY: Terpanggil sejak TK

Cita-citanya menjadi biarawati sudah tertanam sejak di bangku sekolah Taman Kanak-kanak. Berawal dari perjumpaannya dengan sosok Sr. Vabiola OSF, kepala sekolah di sekolah tersebut.

Pembawaannya sederhana, lemah lembut dan pengasih. Suster ini sangat mencintainya seperti anak atau cucunya. Tiap hari dibonceng oleh suster pulang pergi dari rumah ke sekolah, karena letak komunitas suster dekat dengan rumah.

Kadangkala diajak menginap di biara, selalu mengajarinya berdoa sebelum tidur dan saat makan. Terkadang menemani suster mengunjungi orang sakit sekaligus membagi komuni.

Di Timor Leste sampai saat ini yang membagi komuni harus biarawan atau biarawati, baik pada saat misa di gereja maupun di rumah. Pengalaman ini yang membawanya memantapkan ingin masuk biara.

Ketika tamat SMA, pergulatannya untuk masuk biara dikonsultasikan kepada pastor paroki. Dan pastor membantu mencarikan tarekat yang pembinaannya di Timor Leste. Enam bulan kemudian, ada undangan acara di Komunitas Frater CMM di Dili.

Kebetulan ada Sr. Antonie PMY dan Sr. Wahyu PMY yang sedang observasi tempat untuk membuka karya di Timor Leste.

Saat duduk bersebelahan dengan Sr. Wahyu PMY, suster menjawab pertanyaannya tentang karya pokok Kongregasi PMY yang melayani anak bisu tuli di asrama dan di sekolah.

Agar anak-anak tersebut bisa bersekolah  seperti anak normal pada umumnya. Untuk itu mereka belajar bicara dan sebagainya.

Karya ini sangat unik dan belum ada di Timor Leste. Hal ini membuatnya langsung jatuh cinta sekaligus penasaran  dan  tidak percaya kalau  anak bisu tuli bisa bicara.

Sayangnya ketika acara selesai, dia lupa meminta nomor WA Sr. Wahyu PMY.

Keesokan hari dalam perjalanan pulang ke Natar-Bora, tiba-tiba teringat  Sr. Wahyu PMY.

Suasana belajar di Asrama St. Jose di mana para Suster PMY berkarya. (Dok. PMY)

Ada rasa kecewa sekali. Hatinya berkata jika Tuhan memanggilnya untuk bergabung dengan Kongregasi PMY, maka suatu saat nanti akan dipertemukan kembali dengan para suster tersebut. Tidak lama kemudian, ketika ada pesta St. Vincentius di Komunitas Alma Dili.

Ia bertemu Sr. Marga PMY dan para suster PMY yang lain. Bahagia sekali rasanya, dan langsung yakin bahwa perjumpaan yang kedua kali ini bukan suatu kebetulan, tapi Tuhan memang menghendakinya untuk bergabung dengan Kongregasi PMY.

Apalagi kehadiran Kongregasi PMY sudah disetujui dan diberi izin Bapak Uskup.

Selanjutnya Sr. Marga PMYmemintanya untuk datang ke Komunitas PMY di Baucau (Buruma). Saat itu juga diputuskan nya untuk bergabung dengan Kongregasi PMY, tepatnya pada tanggal 2 November 2013.

Reaksi keluarga, teman, kenalan bermacam-macam. Mereka sangat mendukung, menghargai keputusan dan pilihannya untuk menjadi suster. Masa percobaan dilalui selama enam bulan bersama para suster dan anak-anak bisu tuli di Komunitas Theresia Baucau.

Hari Selasa tanggal 23 April 2014, awal masa formatio di Novisiat Anna Catharina Wonosobo.

Hari itu menjadi bersejarah dan menggembirakan, Tuhan berkenan menjawab kerinduan untuk mengabdi sebagai biarawati. Masa formatio sebagai aspiran dengan tugas sebagai pengasuh di Asrama Dena Upakara.

Pengalaman sebagai pengasuh anak-anak tuli membuatnya semakin mencintai Tuhan yang ada dalam diri mereka. Cinta tidak hanya terwujud dalam perasaan, namun perlu dinyatakan dalam tindakan cinta. Masa pembinaan di postulan dan novis dua tahun adalah sebuah masa yang dialami dengan berbagai tantangan dan pengalaman suka-duka.

Namun sabda Tuhan mengingatkan bahwa ”Setiap orang yang mau mengikuti Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikuti Aku.” (Luk. 9:23).

Sesudah profes pertama, Sr. Antonie PMY (Superior General Kongregasi PMY) menawarinya kuliah, tetapi ditolaknya. Karena motivasinya menjadi suster bukan untuk kuliah tapi untuk melayani anak berkebutuhan khusus.

Oleh karenanya, Sr. Elisabeth PMY mendapat pengutusan sebagai ibu pengasuh di asrama dan mengajar di sekolah selama kurang lebih tiga tahun. Hal ini membuatnya bahagia selalu bersama anak-anak baik di sekolah maupun di asrama.

Dalam perjalanan waktu karya Kongregasi PMY di Timor Leste semakin berkembang.    Banyak anak-anak bisu tuli yang bersekolah asrama di SLB-B milik kongregasi.

Karena hal ini, Sr. Antonie PMY tanpa ada tawar menawar mengutusnya untuk kuliah mengambil jurusan PGSD. Karena untuk menjadi guru minimal harus memiliki ijazah S1.

Ini membuatnya kaget dan sebagainya karena belum siap.

Tetapi demi masa depan Kongregasi dan masa depan anak-anak, baik yang ada di Indonesia maupun Timor Leste pengutusan ini harus dilakukan.

Sr. Elisabeth PMY belajar untuk taat dengan menjawab “Inilah aku dan utuslah aku”.

Dan percaya bahwa Tuhan lah yang mengutus melalui pemimpin Kongregasi, maka Tuhan juga yang akan menyertainya.

Karena bagi Tuhan tidak ada yang mustahil dan semua akan indah pada waktunya.

Kunjungan mantan Presiden Xanana Gusmao ke lokasi karya para suster PMY.

Harapannya kehadiran para suster PMY di Timor Leste menjadi berkat bagi anak-anak berkebutuhan khusus yang ada di Timor Leste.

Hingga kelak anak-anak tersebut tumbuh dan berkembang menjadi anak-anak yang berguna bagi keluarga, masyarakat dan negara.

Dan Suster PMY dari Timor Leste dapat meneruskan karya yang dirintis oleh para Suster PMY Indonesia di bidang pendidikan asrama bagi anak berkebutuhan khusus.

Serta mengembangkan karya, seperti yang dilakukan para Suster PMY di Indonesia yaitu pemberdayaan masyarakat desa (pertanian organik, UMKM, credit union), terlibat aktif dalam permasalahan human traficking dan karya sosial yang lain.

Semoga selalu ada gadis Timor Leste yang bergabung di dalam Kongregasi PMY.

Narasumber:

  • Sr. Bakhita PMY, guru SLB-B St. Marie dan tinggal di Komunitas Theresia Baucau Timor Leste.
  • Sr. Elisabeth PMY, mahasiswaS1 Jurusan PGSD Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa dan tinggal di Komunitas Vincentius Yogyakarta.
  • Sr. Ignatia PMY, penanggungjawab SLB-B St. Marie dan Asrama St. Jose, tinggal di Komunitas Theresia Baucau Timor Leste.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here