Konser Natal ke-22 PUKAT KAJ 2016 “The Greatest Gift of Christmas”: Pertunjukan Tukang Ketik (1)

0
909 views
"Pertunjukan Tukang Ketik" merupakan salah satu komposisi menarik dalam pergelaran musik Konser Natal 2016 PUKAT KAJ "The Greatest Gift of Christmas" di Ciputra Artpreneur Theater, Minggu 4 Desember 2016 bersama Avip Priatna, Jakarta Concert Orchestra, Batavia Madrigal Singers, dan The Rezonanz Children's Choir. (PUKAT KAJ/Deny Surjanto)

DI tengah panggung pergelaran musik orkestra lengkap dengan kelompok paduan suara, tiba-tiba datang menyelinap masuk ke tengah arena panggung: seorang pemain instrumen. Dalam suasana hati serba galau karena datang terlambat ikut mengisi program acara, sang pemain instrumen ini serba kikuk ‘menghadapi’ suasana tegang di atas panggung.

Karena itu, ia buru-buru menyalami sang konduktor;  sekadar ingin menyampaikan gesture jiwa hati yang galau namun toh harus minta maaf atas keterlambatan datang tersebut. Sang konduktor tampak bereaksi tak berlebihan. Bisa jadi ia sudah telanjur sedikit jengkel, namun ya sudahlah. Yang penting, sang pemain instrumen ini  kini sudah naik panggung.  Kelompok  orkestra yang  sesaat tadi sempat menjadi  manyun,  kini sudah kembali ‘pulih sedia kala’.

Permainan musik pun segera dimulai. Tapi ya ampun, sang pemain musik yang tadi terlambat tiba-tiba saja kembali ‘berulah’ lagi. Bukannya dia duduk manis di kursi, melainkan ia malah melepas jasnya dan kemudian menaruhnya di atas piano. Ia membiarkan tubuh ragawinya hanya dibalut hem putih.

Memakai jas saat bermain musik di arena pergelaran musik orkestrasi sudah menjadi sesuatu yang wajib terjadi.  Namun, sang pemain eksentrik yang terlambat datang ini seakan tidak acuh dengan protokol ini.

Ia cuek bebek seratus persen. Dalam sekejap, semua mata dibuat terbelalak: kaget sekaligus heran. Baik  penonton maupun apalagi segenap pemain musik lain dan anggota kelompok koor yang sudah ‘siap tempur’ memainkan komposisi musik berikutnya. Kini, tanpa ba-bi-bu lagi, sang pemain instrumen yang eksentrik itu lalu malah menuju mesin ketik kuno. Ia mulai mulai memasukkan kertas ke ‘lobang’ mesin ketik dan kemudian mengetik dengan perangkat  teknologi  tulis-menulis  yang selalu menyisakan bebunyian cethak-cethok saat jari-jemari memukul tombol ketika dan bunyi cring setiap kali harus berganti lini.

Tapi nanti dulu. Bersama sang pemain yang kini pegang mesin ketik itu,  sang konduktor kini malah mulai memainkan sebuah komposisi musik bertitel Typewriter karya Leroy Anderson. Avip Priatna, nama sang kondutor orkestra ini, lalu mulai mengayunkan tongkat ajaibnya mengajak sekalian pemusik pengiring dan kelompok koor Batavia Madrigal Singers (BMS) merespon ajakan bermusik dari pemusik tukang ketik ini.

Bermodalkan sebuah bel kecil  yang biasa dipakai le concierge di front desk hotel, pemusik tukang ketik ini mulai mengajak Jakarta Concert Orchestra dan BMS ber-jam session untuk memainkan komposisi  Typewriter. Sekilas, di benak penonton ajakan itu bagian dari ‘kesalahan’ program yang datang tiba-tiba. Ternyata tidak, komposisi Typewriter ini memang ada di urutan program acara; jadi bukan merupakan  sebuah ‘kecelakaan panggung’.

Paduan serasi

Pertunjukan musik yang memainkan komposisi  Typewriter itu tadi menjadi contoh nyata bagaimana sebuah pergelaran seni di atas panggung perlu juga memikirkan adegan-adegan lucu sebagai bagian penting dari program entertainment ini.  Menjadi sangat menarik dan justru mendulang applause penonton, ketika Typewriter dimainkan secara karikatural di atas panggung pergelaran musik.

Bunyi cethak-cethok dan pekikan suara  cring yang dihasilkan mesin ketik Brothers itu kini menyatu-padu dengan suara kring bel concierge dan orkestrasi musik.  Dan siapa nyana kalau ternyata di komposisi Typewriter karya Leroy Anderson ini, hadirnya sebuah mesin ketik pada zaman jebot  itu malah menjadi sebuah medium cerdik untuk sebuah kemasan pertunjukan musik yang  menghibur.

Penonton senang dan sangat terhibur oleh sebuah pergelaran musik dengan menu suguhan permainan sebuah komposisi musik yang sungguh tidak biasa. Yang tidak biasa kini telah berubah menjadi sangat tidak biasa alias istimewa.

Ini terjadi,  karena kemasan koreografi yang menawan sebagaimana konduktor Avip Priatna dan concert master Michelle Siswanto  akhirnya bisa menyerasikan bunyi cethak-cethok, cring, dan kring pada tiga media berbeda itu untuk kemudian bisa ber-jam session dengan iringan musik orkestrasi.

Hasilnya juga luar biasa alias istimewa. Tempik sorak meriah bergema memenuhi setiap sudut panggung Ciputra Artpreneur Theater saat berlangsung pergelaran musik Konser Natal ke-22 PUKAT KAJ bertajuk The Greatest Gift of Christmas, Minggu malam tanggal 4 Desember 2016.

Kemasan menarik

Untuk kualitas penampilan sebuah pergelaran musik yang diampu oleh Avip Priatna selaku konduktor dan ‘orang penting’ di Jakarta Concert Orchestra dan Batavia Madrigal Singers, rasanya tidak perlu dibahas lebih lanjut. Karena hasilnya mesti bagus dan ciamik, seiring dengan perjalanan waktu kelompok musik dan paduan suara yang sering memenangkan kontes kejuaraan di panggung musik internasional ini.

Kini saatnya, orang perlu  bicara tentang kemasan.  Pada titik singgung inilah, kita mesti menyebut komponen lain. Kelompok lain itu juga telah ikut memeriahkan Konser Natal 2016 The Greatest Gift of Christmas. Pergelaran pada Minggu malam 4 Desember 2016 kemarin itu merupakan hasil produksi ke-22 PUKAT KAJ (Kelompok Profesional dan Usahawan Katolik Keuskupan Agung Jakarta). PUKAT KAJ itu sendiri sudah berumur 26 tahun dan mulai eksis sejak  tahun 1990 atas prakarsa Mgr. Leo Soekoto SJ (alm.), Uskup Keuskupan Agung Jakarta saat itu.

Anak-anak kecil dan remaja anggota Paduan Suara The Rezonanz Children's Choirs mengisi komposisi Yamko Rambe Yamko dalam pergelaran Konser Natal 2016 PUKAT KAJ "The Greatest Gift of Christmas". (PUKAT KAJ/Deny Surjanto)
Anak-anak kecil dan remaja anggota Kelompok Paduan Suara The Rezonanz Children’s Choirs mengisi komposisi “Yamko Rambe Yamko”  dalam pergelaran musik  Konser Natal 2016 PUKAT KAJ “The Greatest Gift of Christmas” besutan Kelompok Profesional dan Usahawan Katolik Keuskupan Agung Jakarta atau PUKAT KAJ. (PUKAT KAJ/Deny Surjanto)

Komponen lain dan penting itu The Rezonans Children Choir (TRCC), kelompok paduan suara anak-anak dan rejama besutan  Avip Priatna. Kemasan TRCC yang sangat menarik terjadi di komposisi Yamko Rambe Yamko yang mengawal sesi kedua pergelaran musik Konser Natal 2016 PUKAT KAJ The Greatest Gift of Christmas.

Arena panggung sudah diisi ‘pasukan lengkap’:  para pemusik orkestra di sisi kiri panggung yang menghadap penonton, kelompok Paduan Suara Batavia Madrigal Singers di sayap kanan, dan rombongan anak-anak kecil dan remaja anggota The Rezonanz Children’s Choir (TRCC). Sang Konduktor Avip Priatna juga sudah berdiri di panggung kehormataan dan tengah bersiap memainkan stick ajaibnya.

Anak-anak keci dan remaja anggota TRCC juga sudah membentuk formasi. Mereka ‘mengisi’ setiap jengkal ruangan di semua sudut bagian muka panggung. Warna kostum hijau berkilap sangat mencolok ikut menyedot atensi perhatian visual mata penonton. Ketika komposisi Yamko Rambe Yamko yang merupakan lagu tradisional khas Papua itu mereka lantunkan, maka mulailah tubuh-tubuh ragawi anak-anak kecil dan remaja ini mulai berlenggak-lenggok mengikuti iringan musik orkestrasi yang dimainkan Jakarta Concerct Orchestra di bawah kendali Sang Konduktor Avip Priatna dan concert master Michelle Siswanto.

Tentu, kita sudah sangat sering mendengarkan komposisi Yamko Rambe Yamko yang menggugah emosi dan menarik didengarkan di telinga ini. Namun, ketika koleksi tembang tradisional khas Papua itu dimainkan oleh anak-anak kecil dan remaja –lengkap dengan segala gerak-gerik tubuhnya yang menari berajojing di panggung—rasanya goyangan anggota Paduan Suara TRCC ikut memberi warna tersendiri.

Yamko Rambe Yamko adalah sebuah komposisi musik yang enerjik dan menarik. Koreografi tarian yang mengiringi TRCC saat melantunkan koleksi khas Papua ini juga menyuguhkan nilai tambah tersendiri. Di sini terjadi paduan nan serasi terjadi antara komposisi musik, gesture tubuh saat menari, dan kostum hijau warna sangat menyala. Maka tak mengherankan pula, karena komposisi Yamko Rambe Yamko inilah, TRCC menggondol predikat juara pertama dan juara umum di sebuah kontes kejuraan internasional di Venezia, Italia, Juli 2016 silam.

konser-natal-trcc-2
Kemasan yang menarik saat The Rezonanz Children’s Choir memainkan komposisi “Yamko Rambe Yamko” bersama Jakarta Concert Orchestra saat digelar Konser Natal 2016 PUKAT KAJ “The Greatest Gift of Christmas”. Pergelaran musik Konser Natal semacam ini  merupakan produksi ke-22 PUKAT KAJ sejak Kelompok Profesional dan Usahawan Katolik Keuskupan Agung Jakarta (PUKAT KAJ) ini  eksis  di tahun 1990. (PUKAT KAJ/Deny Surjanto)

Hasilnya pun juga prima. Yamko Rambe Yamko di atas panggung Konser Natal 2016 PUKAT KAJ The Greatest Gift of Christmas  mendulang rangkaian tempik sorak meriah penonton. Sorak sorai itu terjadi membahan,  sekalipun lampu panggung di sisi penonton lupa dimatikan oleh petugas lighting yang baru datang ketika lagu itu sudah rampung dengan sempurna.

Saya sempat nyeletuk ‘Kenapa lampu tidak dimatikan?”. Fotografer Deny Surjanto yang ikut berdiri sepanjang pertunjukan di samping saya di barisan paling belakang menjawab pendek: “Mungkin sengaja dibuat seperti itu.”

Sebuah kesalahan teknis yang tentu saja tidak mengurangi kualitas pertunjukan anak-anak kecil dan remaja anggota Paduan Suara TRCC.

Baca juga:   Konser Natal ke-22 PUKAT KAJ 2016 “The Greatest Gift of Christmas”: Berbeda-beda Cara, tapi Hanya Ada Satu Tuhan (2)

Pentingnya sebuah kemasan

Komposisi musik Typewriter dengan sosok sentral bernama Antonius WA Setiadi dan Yamko Rambe Yamko saat berlangsung pergelaran musik Konser Natal 2016 PUKAT KAJ The Greatest Gift of Christmas di Ciputra Artpreneur Theater, Minggu malam tanggal 4 Desember 2016 kembali menegaskan beberapa hal penting ini. Yakni, di dunia panggung entertainment itu cara mengemas paket hiburan itu menjadi sentral dan penting.

Kemasan tidak harus selalu dibuat dalam paket pertunjukan serius. Bahkan musisi sekaliber internasional The Hitman David Foster pun sempat bergumam hah-huh-hah saat mengantar konser  Josh Groban beberapa tahun silam. Saya tidak tahu apakah ‘kegagapan’ di atas panggung ini dikemas secara sengaja (intentionally by design) apa tidak, namun apa pun juga ternyata malah menjadi hal yang sangat menarik dan mampu menyita atensi penonton.

Anak-anak kecil dan remaja semua anggota Paduan Suara TRCC sudah berhasil membetot atensi penonton  dengan tepukan sangat panjang usai memainkan Yamko Rambe Yamko. Giliran berikutnya adalah Typewriter . Dengan komposisi ini,  bersama konduktor  Avip Priatna dan concert master-nya Michelle Siswanto, sang pemusik tukang ketik bernama Antonius WA Setiadi telah  menunjukkan kepiawaiannya yakni menghibur penonton Konser Natal 2016 PUKAT KAJ The Greatest Gift of All dengan “Pertunjukan Tukang Ketik”.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here