Korban-korban Ekskomunikasi Vatikan: Martin Luther (1)

1
3,321 views

[media-credit name=”Google” align=”alignleft” width=”211″][/media-credit]PENGGAGAS ide penting dan perlunya reformasi dalam tubuh Gereja Katolik yakni Martin Luther akhirnya malah menemui jalan buntu nan gelap: ditendang Vatikan melalui hukuman ekskomunikasi. Melalui bulla (surat keputusan) bertajuk Decet Romanum Pontificem (Yang Membuat Uskup Roma Senang) yang terbit dari meja kerja Paus  Leo X tertanggal 3 Januari 1521, Martin Luther yang amat cemerlang itu resmi didepak dari persekutuan iman Gereja Katolik.

Mengapa Martin Luther yang sedemikian cemerlang dan giat memromosikan pentingnya umat kristiani mengakrabi Kitab Suci ini sampai ditendang Tahta Suci melalui hukuman ekskomunikasi? Luther dikeluarkan dari komunitas jemaat kristiani lantaran punya sejumlah pendapat pribadi  yang  menurut  Vatikan hal itu dianggap sebagai “ajaran sesat”.

Tak sejalan dengan “ajaran umum” Gereja Universal

Sebagai profesor teologi dan kitab suci yang cerdas, Martin Luther mulai menggugat sejumlah praktik tak sedap di kalangan para klerus (imam) katolik saat itu (Abad Pertengahan). Martin Luther geram ketika para pastor era Abad Pertengahan ini hidup mewah. Itu antara lain karena mereka diam-diam membisniskan indulgensi alias penghapusan total atau sebagian hukuman karena telahmelakukan pelanggaran atau dosa.

Indulgensi itu bisa didapat oleh semua orang katolik melalui Sakramen Rekonsiliasi (Pengakuan Dosa) di kamar beichten. Luther marah besar ketika mendapati banyak pastor berdagang diri melalui bisnis indulgensi. Padahal, Sakramen Rekonsiliasi sejatinya adalah “bisnis rohani” dimana kuasa imamat seorang pastor dimampukan untuk “menghapus” sejarah dosa seseorang karena yang bersangkutan sudah mengaku bersalah dan –yang tak kalah pentingnya—mau bertobat dan “kembalik ke jalan yang benar”.

Metanoia –bergerak ke arah yang sebaliknya alias bertobat total—adalah urusan paling penting dalam setiap peristiwa orang katolik mendatangi kamar beichten untuk mengaku dosa dan menyatakan penyesalannya hingga imam memberikan absolusi (pengampunan) atas dosa-dosa yang bersangkutan. “Bukan lagi urusan metanoia, eh kok malah asyik mengurusi bisnis indulgensi,” begitu kurang lebih isi protes Martin Luther atas praktik tidak benar di kalangan klerus katolik pada Abad Pertengahan saat itu.

Menolak tahbisan imamat

“Dosa” lain Martin Luther yang disodok Vatikan adalah penolakannya terhadap tahbisan imamat.  Vatikan bertambah geram, ketika Luther pun ikut menolak eksistensi hirarki yang menurutnya tidak punya dasar biblis.

Luther hanya mau mengakui tiga sakramen yakni Pembabtisan, Ekaristi dan Pengampuan Dosa. Selebihnya, dia tidak mau mengakui empat sakramen lain dari Tujuh Sakramen yang diakui resmi Gereja Katolik Universal. Luther juga menolak tahbisan imamat, karena setiap orang sebenarnya “berhak” menjadi imam.

Sebelum  menerbitkan hukuman ekskomunikasi terhadap Martin Luther, Vatikan sebenarnya sudah memperingatkan kesalahan Luther melalui bulla lain berlabel Exsurge Domine terbitan tahun 1952. Namun, Luther justru bereaksi keras terhadap teguran Paus ini. Alih-alih bertobat dan menarik kembali ajarannya yang ditolak Gereja, dia membakar habis Exsurge Domine di Gerbang Elster di Wittenberg, Deutschland, sebagai tanda penolakannya atas terbitnya bulla yang mengancam kebebasan berpendapat tersebut.

Mathias Hariyadi, penulis dan anggota Redaksi Sesawi.Net

1 COMMENT

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here