Puncta 25.06.21
Jum’at Biasa XII
Matius 8:1-4
PEPATAH Jawa ini mau mengatakan bahwa seberapa pun besar usaha manusia tak akan mampu menembus kehendak Yang Kuasa.
Kita sebagai manusia tidak bisa memaksakan kehendak kita kepada Sang Pencipta.
Sewaktu bapak sakit, begitu pun ibu, kami semua “memaksa” Tuhan dengan berdoa novena, rosario tiap malam.
Kami memohon dengan sangat agar Tuhan memberi kesembuhan.
Ketika doa dan segala upaya seolah tidak dikabulkan, saya merasa kecewa dan protes pada Tuhan.
Saya seperti anak manja yang merengek-rengek memaksa Tuhan supaya keinginan saya dikabulkan.
Mari kita belajar dari sikap iman dan kerendahan hati seorang kusta.
Ada orang yang sakit kusta datang, menyembah Yesus dan berkata, “Tuan, jika Tuan mau, Tuan dapat mentahirkan Daku.”
Orang kusta ini tahu diri. Ia datang dan menyembah. Ia datang tidak “pethenthang-pethentheng.”
Ia datang dengan merendahkan diri di hadapan Yesus. Ia tidak memaksa, tetapi berkata, “Jika Tuan mau.”
Ia tidak mendikte Tuhan, “Engkau harus. Engkau pasti bisa menyembuhkan saya.”
Ada orang yang berdoa menyebut Tuhan dengan “kamu..kamu…kamu…”
Memang Tuhan itu siapa?
Pembantunya yang bisa disuruh-suruh seenak udelnya?
Dari situ kita bisa melihat bagaimana cara mendudukkan diri di hadapan Tuhan. Kita bertindak seolah seperti tuan yang menyuruh jongosnya.
Menjadi terbalik kan?
Pepatah itu tidak dimaksudkan bahwa kita hanya pasrah pada nasib atau takdir. Kita tetap berusaha seperti orang kusta itu, datang dan memohon dengan rendah hati kepada Tuhan.
Soal hasil, dikabulkan atau tidak, itu urusan Tuhan. Itu kemahakuasaan-Nya.
Orang kusta itu mengakui kemahakuasaan Tuhan. Ia mengakui diri rendah sebagai ciptaan. Ia tidak mengambil alih kuasa Tuhan.
Orang Jawa punya sikap bagus “Kawula punika namung sakdrema nglampahi.”
Ini bukan sikap terima nasib. Tetapi sikap sadar diri sebagai makhluk ciptaan yang terbatas.
Ini adalah sikap seorang abdi setia yang menjalankan perintah tuannya. Sikap hamba yang merendahkan diri, setia menjalankan tugas itulah yang berkenan pada Tuhan.
Maka Yesus menjawab, “Aku mau, jadilah engkau tahir.”
Dan Tuhan masih terus meminta orang itu untuk selalu rendah hati. Ia berpesan, “Jangan engkau memberitahukan hal ini kepada siapa pun.”
Marilah kita tetap rendah hati dan menjalankan panggilan kita dengan setia.
Gunung es di kutub sudah mencair.
Menerjang semuanya menjadi lahar.
Sikap rendah hati itu seperti air.
Menerima segalanya dengan sabar.
Cawas, buah kesabaran….